Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Sesudah manusia ?

Dougal dixon meramal bahwa manusia akan punah karena bumi tak mampu lagi untuk memenuhi kebutuhan manusia. ramalan ini tak meyakinkan karena di negara-negara maju pertumbuhan penduduk menurun.

27 Agustus 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

APA yang terjadi dengan bumi, dengan makhluk-makhluk lain yang masih bertahan, sesudah semua manusia ditarik dari peredaran? Pertanyaan aneh. Karena siapa yang bisa tahu, dan siapa yang iseng peduli amat akan hal-hal begituan? Ada. Misalnya Tuan Dougal Dixon. Dalam bukunya After Man mulai halaman 33 sampai akhir pada halaman 119, Dixon melukiskan fantasinya, lengkap dengan gambar-gambar mendetil, mengenai gerakan-gerakan kerak bumi serta evolusi dan mutasi makhluk di 6umi, 50 juta tahun sesudah ditinggalkan manusia. Yang sedikit membuat saya gelo adalah, seluruh sejarah manusia dengan kebudayaannya yang konon agung ini hanya menempatl satu halaman, yaitu halaman 32. Halaman-halaman sebelumnya berisi sejarah bumi dan seluruh isinya, sebelum era manusia. Dan seluruh sejarah manusia dalam halaman 32 itu -- yang masih diisi dengan lima gambar tengkorak -- diakhiri dengan: .... Akhirnya bumi tidak dapat lagi menyediakan bahan mentah kebutuhan pertanian, inlustri, dan pengobatan, maka . . . seluruh bangunan sosial dan teknologi manusia yang kompleks dan saling berkaitan itu runtuh . . . (dan) manusia pun punah. Dibanding usia tata surya kita yang diramalkan akan mencapai 10.000 juta tahun, era manusia singkat sekali. Jika dalam diaram makhluk-makhluk di bumi era binatang digambarkan sebagai bidang panjang vertikal seperti daun ilalang, dan bercabang-cabang sebagai anak sungai -- yang hulunya berada 50 juta tahun lalu dan muaranya 50 juta tahun yang akan datang -- maka era manusia adalah sepotong garis horisontal yang tipis. Namun dalam waktu yang "singkat" itu, manusia berhasil memenuhi bumi, memusnahkan banyak sekali species binatang juga merusakkan piramida makanan (ahli lain menyebut 'rantai makanan'), dan dengan demikian memusnahkan dirinya sendiri. Sebuah padang semanggi memberi makan sekelompok serangga yang menjadi mangsa sekelompok tikus padang yang merupakan mangsa burung hantu. Seandainya tikus padang hilang dari peredaran, burung hantu akan punah, atau mengungsi ke padang lain. Namun serangga yang tidak punya musuh lagi akan berkembang pesat. Padang semanggi akan habis dimakan. Dan serangga akan punah. Itulah tamsilan kita. Para predator seperti singa, macan, buaya, penyakit, dan sebagainya, sudah hampir semua kita jinakkan. Bahkan yang sekarat disembuhkan dengan obat, atau pencangkokan jeroan. Kematian dihindari, ditunda. Anak-anak dilahirkan terus. Yang sakit, yang lemah, yang gila atau setengah gila, semua dibantu agar hidup terus dan berkembang biak. Sedang padang semanggi kita, ya, cuma ini-ininya. Seluas kerak bumi yang kita duduki. Sekali-sekali memang terjadi perang, besar atau kecil. Juga bencana alam. Secara tetap kematian kecelakaan lalu lintas juga meningkat. Ada lagi penembakan dan pembunuhan, terang atau gelap. Namun jumlah manusia meningkat dengan pesat. Akan terjadikah sindroma tikus Calhoun, atau lemming Skandinavia? Atau sekadar perang nuklir? Saya pribadi tidak yakin begitu tragisnya nasib umat manusia, yang konon berakal ini. Sekarang ini pun sudah ada negeri-negeri yang pertumbuhan penduduknya nol atau mendekati nol. Belum banyak, memang, tapi menunjukkan hal ini bisa dilakukan. Inilah agaknya yang dilupakan Tuan Dixon. Memang, untuk menekan jumlah penduduk, persyaratan aak berat. Antara lain tingkat kehidupan rakyat yang agak tinggi dan modern, yang ditunjang oleh pendidikan dan kemakmuran yang merata. Rupa-rupanya hanya jika tingkat tersebut tercapai barulah orang mulai memikirkan masa depan umat manusia dan bumi ini, yaitu hal-hal lain dari melulu produksi anak. Kalau tidak, memang kita tidak punya kesempatan memikirkan hal-hal begituan. Lagi pula apa gunanya? Bagi orang yang hidup dirundung kemiskinan dan ketidakadilan, agaknya tidak menjadi soal besar apakah dunia akan kiamat besok atau keadaan akan berlarut-larut menimpa diri mereka serta anak cucu. Namun kalau dipikir sekali lagi, persyaratan di atas tidaklah terlalu berat. Bangsa mana, negara mana, pemerintah mana, yang tidak bercita-cita meningkatkan taraf hidup rakyatnya? Jadi kita patut optimistis. Tapi ya jangan berlama-lama. Masak ada negara berkembang, yang sudah puluhan tahun merdeka, masih terus-menerus melulu memikirkan cara memenuhi kebutuhan dasar rakyatnya bahkan belum memikirkan pemerataan. Atau akan terpaksa kita menerapkan peraturan paksa cara Cina: "Satu Anak Saja!" Toh kita tidak ingin ramalan Tuan Dixon menjadi kenyataan ? Dougal Dixon, After Man Granada, 1982.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus