APA yang terjadi dengan bumi, dengan makhluk-makhluk lain yang
masih bertahan, sesudah semua manusia ditarik dari peredaran?
Pertanyaan aneh. Karena siapa yang bisa tahu, dan siapa yang
iseng peduli amat akan hal-hal begituan?
Ada. Misalnya Tuan Dougal Dixon. Dalam bukunya After Man mulai
halaman 33 sampai akhir pada halaman 119, Dixon melukiskan
fantasinya, lengkap dengan gambar-gambar mendetil, mengenai
gerakan-gerakan kerak bumi serta evolusi dan mutasi makhluk di
6umi, 50 juta tahun sesudah ditinggalkan manusia.
Yang sedikit membuat saya gelo adalah, seluruh sejarah manusia
dengan kebudayaannya yang konon agung ini hanya menempatl satu
halaman, yaitu halaman 32. Halaman-halaman sebelumnya berisi
sejarah bumi dan seluruh isinya, sebelum era manusia. Dan
seluruh sejarah manusia dalam halaman 32 itu -- yang masih diisi
dengan lima gambar tengkorak -- diakhiri dengan:
.... Akhirnya bumi tidak dapat lagi menyediakan bahan mentah
kebutuhan pertanian, inlustri, dan pengobatan, maka . . .
seluruh bangunan sosial dan teknologi manusia yang kompleks dan
saling berkaitan itu runtuh . . . (dan) manusia pun punah.
Dibanding usia tata surya kita yang diramalkan akan mencapai
10.000 juta tahun, era manusia singkat sekali. Jika dalam
diaram makhluk-makhluk di bumi era binatang digambarkan sebagai
bidang panjang vertikal seperti daun ilalang, dan
bercabang-cabang sebagai anak sungai -- yang hulunya berada 50
juta tahun lalu dan muaranya 50 juta tahun yang akan datang --
maka era manusia adalah sepotong garis horisontal yang tipis.
Namun dalam waktu yang "singkat" itu, manusia berhasil memenuhi
bumi, memusnahkan banyak sekali species binatang juga
merusakkan piramida makanan (ahli lain menyebut 'rantai
makanan'), dan dengan demikian memusnahkan dirinya sendiri.
Sebuah padang semanggi memberi makan sekelompok serangga yang
menjadi mangsa sekelompok tikus padang yang merupakan mangsa
burung hantu. Seandainya tikus padang hilang dari peredaran,
burung hantu akan punah, atau mengungsi ke padang lain. Namun
serangga yang tidak punya musuh lagi akan berkembang pesat.
Padang semanggi akan habis dimakan. Dan serangga akan punah.
Itulah tamsilan kita. Para predator seperti singa, macan, buaya,
penyakit, dan sebagainya, sudah hampir semua kita jinakkan.
Bahkan yang sekarat disembuhkan dengan obat, atau pencangkokan
jeroan. Kematian dihindari, ditunda. Anak-anak dilahirkan
terus. Yang sakit, yang lemah, yang gila atau setengah gila,
semua dibantu agar hidup terus dan berkembang biak. Sedang
padang semanggi kita, ya, cuma ini-ininya. Seluas kerak bumi
yang kita duduki.
Sekali-sekali memang terjadi perang, besar atau kecil. Juga
bencana alam. Secara tetap kematian kecelakaan lalu lintas juga
meningkat. Ada lagi penembakan dan pembunuhan, terang atau
gelap. Namun jumlah manusia meningkat dengan pesat. Akan
terjadikah sindroma tikus Calhoun, atau lemming Skandinavia?
Atau sekadar perang nuklir?
Saya pribadi tidak yakin begitu tragisnya nasib umat manusia,
yang konon berakal ini. Sekarang ini pun sudah ada negeri-negeri
yang pertumbuhan penduduknya nol atau mendekati nol. Belum
banyak, memang, tapi menunjukkan hal ini bisa dilakukan. Inilah
agaknya yang dilupakan Tuan Dixon.
Memang, untuk menekan jumlah penduduk, persyaratan aak berat.
Antara lain tingkat kehidupan rakyat yang agak tinggi dan
modern, yang ditunjang oleh pendidikan dan kemakmuran yang
merata. Rupa-rupanya hanya jika tingkat tersebut tercapai
barulah orang mulai memikirkan masa depan umat manusia dan bumi
ini, yaitu hal-hal lain dari melulu produksi anak.
Kalau tidak, memang kita tidak punya kesempatan memikirkan
hal-hal begituan. Lagi pula apa gunanya? Bagi orang yang hidup
dirundung kemiskinan dan ketidakadilan, agaknya tidak menjadi
soal besar apakah dunia akan kiamat besok atau keadaan akan
berlarut-larut menimpa diri mereka serta anak cucu.
Namun kalau dipikir sekali lagi, persyaratan di atas tidaklah
terlalu berat. Bangsa mana, negara mana, pemerintah mana, yang
tidak bercita-cita meningkatkan taraf hidup rakyatnya? Jadi kita
patut optimistis. Tapi ya jangan berlama-lama. Masak ada negara
berkembang, yang sudah puluhan tahun merdeka, masih
terus-menerus melulu memikirkan cara memenuhi kebutuhan dasar
rakyatnya bahkan belum memikirkan pemerataan.
Atau akan terpaksa kita menerapkan peraturan paksa cara Cina:
"Satu Anak Saja!" Toh kita tidak ingin ramalan Tuan Dixon
menjadi kenyataan ?
Dougal Dixon, After Man Granada, 1982.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini