PERTANIAN DAN KEMISKINAN DI JAWA Oleb: Egbert de Vries Penerbit: Yayasan Obor & PT Gramedia, Jakarta, 1985, 202, hlm MENGKAJI masalah pertaman tak ubahnya menguak serangkaian gejala yang penuh paradoks. Dalam buku ini, Egbert de Vries, ahli pertanian kondang dari Belanda, mengkaji rangkaian gejala itu. Dia menelusuri kepapaan kaum tani di Jawa hingga masa ini. Dengan merangkum 13 hasil kajiannya, De Vries mengajukan kerangka pemikirannya serta strategi pembangunan pertanian yang diterapkan di berbagai negara Asia. Dan yang menarik, kesetiaan petani terhadap sumber nafkah tradisional mereka. Ketika depresi konjungtural pada 1921, yang kemudian muncul kembali pada '30-'38, mereka tak juga tertarik pada gemerlapannya lampu kota. Tapi dia juga tidak menolak bahwa ada di antara mereka yang hengkang dari kampung halaman. "Mereka yang tertangkap basah - sedang mengolah makanan bernilai rendah - mencari berbagai alasan: meramu obat, menyiapkan makanan ternak, atau sedang mencoba makanan baru," tulis De Vries. Tetapi di daerah Banyumas dan Kedu, pada 1934, mereka mulai menyantap berbagai macam hidangan binatang. Antara lain dedeg atau makanan kuda dari serbuk kulit padi. Sementara itu, tanah garapan tak lagi mampu menjanjikan kesejahteraan bagi anak-cucu. Menurut De Vries, pada 1937, tanah garapan di Jawa hanya dapat diperluas sampai 3%. Sedangkan jumlah penduduk pedesaan sudah empat sampai lima kali lebih padat dari Negeri Belanda. Bahkan di dataran rendah Pasuruan, setiap jiwa hanya kebagian jatah 0,1 sampai 0,2 hektar tanah garapan. Egbert de Vries lalu mempertimbangkan kembali teori E. Schumacher tentang teknologi alternatif. Teori yang berprinsip "kecil tapi indah" itu bisa diterima, asal dipertentangkan dengan peniruan prosedur padat modal dari Barat. Karena itu, De Vries melihat ke faktor politik, sosial, dan kcbudayaan dalam menerapkan teknologi alternatif. Dan tak dapat ditetapkan suatu kaidah, tanpa penelitian intensif setempat. Prinsip De Vries ini kuno, memang. Dan sering disepelekan para ahli pertanian di negeri-negeri Dunia Ketiga. Praginanto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini