KEMISKINAN DAN KEBUTUHAN POKOK
Penyunting: Mulyanto Sumardi dan Hans Dieter-Evers
Penerbit: CV Rajawali dan YIIS, Jakarta, 1982, 342 halaman.
TERGOLONG pengkritik model pertumbuhan ekonomi yang katanya
cenderung mengabaikan golongan miskin, pengarang termasuk
pendukung pembangunan berdasar pendekatan kebutuhan pokok.
Buku ini berisi 5 buah hasil penelitian yang dilakukan tahun
1979, dengan responden penduduk miskin di wilayah Jakarta Timur.
Mendapat bantuan keuangan dari Proyek Studi Sektoral/Regional
Dep. P & K serta Bappenas, penelitian dilakukan oleh peserta
Pusat Latihan Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial (PLPIIS Jakarta.
Tujuannya, antara lain, mengetahui bagaimana kalangan miskin
memenuhi kebutuhan pokok mereka.
Penelitian di Kampung Prumpung Barat Kelurahan Rawabangke,
Kecamatan Jatinegara, misalnya, menunjukkan: jika konsumsi beras
sebulan 12 liter seorang dianggap cukup, maka 61,7% penduduk
kurang cukup makan nasi. Dan banyak yang tak pernah makan daging
(42,5%).
Di Perumnas Klender, para pegawai negeri golongan I menghabiskan
bagian terbesar pengeluarannya (65,4%) untuk pangan. Hanya yang
punya penghasilan tambahan yang bisa menabung rata-rata Rp
11.000 sebulan.
Bagi kalangan miskin kesehatan penting, tapi jika sakit mereka
tak ke dokter. Cukup kerokan. Pendidikan dipandang tinggi, namun
tak semua anak bisa disekolahkan.
Di Kelurahan Pulogadung, dari 120 responden kepala rumah tangga
yang rata-rata berpenghasilan Rp 48.183 sebulan, peneliti
menemukan 117 anak putus sekolah pada hanya 68 rumah tangga.
Bagian terbesar putus SD (90 anak).
Keseluruhan penelitian membuktikan, ekonomi subsistens tak hanya
terjadi di desa. "Ekonomi petani jauh lebih kompleks," tulis
buku ini, "dan ekonomi kota sama sekali tidak kosong dengan
produksi subsistens."
Saur Hutabarat
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini