Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Tumbuhan dan sebangsanya dalam...

Perpustakaan biologi dan pertanian di bogor, merupakan perpustakaan yang paling tua di indonesia, telah berusia 141 th, punya koleksi 70 ribu judul buku, dikelola oleh litbang dep. pertanian. (hk)

29 Januari 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

USIANYA menjelang 141 tahun. Kalangan biolog senior masih mengenangnya dengan sebutan BB. Kini, di situ bersemayam lebih 70 ribu judul buku. Semuanya menempati tiga buah gedung masing-masing bertingkat 5, 7 dan 9 (alias 21 lantai) dengan luas total 7.652 m2, yang penggunaannya diresmikan Menteri Pertanian Prof. Soedarsono pekan lalu. Itulah Pusat Perpustakaan Biologi dan Pertanian (Pustaka) milik Litbang Departemen Pertanian yang dulu bernama Bibliotheca Bogoriensis alias BB. "Ini perpustakaan yang tertua dan terlengkap di bidang biologi dan pertanian di Indonesia," ujar Dr. Prabowo Tjitropranoto, kepalanya. Ia tak ngecap. Terutama untuk koleksi buku-buku sebelum perang. Di situ tersimpan dengan baik sekitar 3 ribu judul buku terbitan 1586-1906, alias selama jangka lebih dari tiga abad. "Untuk koleksi tua, paling lengkap dan terbaik untuk Asia Tenggara," kata Dr. Made Sri Prana, Kepala Kebun Raya Bogor. "Khususnya tentang biologi tropis," kata Prof. Dr. Otto Sumarwoto, Direktur Lembaga Ekologi Unpad, menambahkan. Prof. Sumarwoto pernah menjadi direktur Lembaga Biologi Nasional. Didirikan Mei 1842, perpustakaan ini tumbuh seiring dengan gairah pemerintah Belanda waktu itu untuk meningkatkan peranan ekonomis tetumbuhan tropis seperti rempah-rempah dari negeri jajahan. Adalah Dr. H.J. Hasskarl, ahli botani, yang membantu J.E. Teysmann, direktur Kebun Raya Bogor ke-3, yang mengusulkan didirikannya perpustakaan Ini. Semula hanya ada 25 judul buku-tanpa tempat khusus di Kebun Raya. Kebun ini lantas mengalami kemajuan luar biasa di bawah pimpinan Prof. Dr. Melchior Treub. Ia menjadikan Kebun Raya Bogor pusat penelitian botani di daerah tropika. Sebuah laboratorium botani didirikannya, kemudian kebun itu juga dilengkapinya dengan laboratorium zoologi. Dengan berbagai cara Treub berusaha mendatangkan berbagai ahli botani dari berbagai negeri untuk berkunjung ke situ. Kebun Raya kemudian tersohor sebagai tempat penelitian ilmiah yang tiada taranya di dunia. Di masa kegairahan Treub itulah gedung perpustakaan khusus dibangun -- 1898 -- di tempat tersendiri, di seberang Kebun Raya, yakni lokasi sekarang di Jalan Juanda 20. Luas gedung kala itu hanya 522 m2, dengan koleksi buku sekitar 4 ribu -- yang berarti meningkat 160 kali dibanding waktu perpustakaan didirikan. Dalam koleksi buku-buku tua itulah perpustakaan yang sering berganti "majikan" ini dikenal orang. Tahun 1905 ia menjadi perpustakaan Departemen Pertanian. Pindah di bawah kekuasaan Departemen Ekonomi, lalu kembali lagi ke Departemen Pertanian tahun 1967. Sampai sekarang. Sebelumnya, sejak 1962, pernah bernaung di bawah Departemen Urusan Research Nasional yang kemudian berubah menjadi LIPI. Tak kurang dari Rp 500 juta setahun nggaran perpustakaan ini. "Tiga puluh persen dipakai untuk perawatan," kata Prabowo. Selain melaminasi dengan tisu (bukan plastik), "secara bertahap kami mulai memikrofilmkan buku-buku tua itu," kata Prabowo. Upaya melawan kehancuran dari ketuaan saja tak cukup, "perlu juga dicegah kemungkinan dicuri orang." Karenanya buku-buku itu tak lagi dipinjamkan. Jika ada yang membutuhkan, akan diberikan fotokopinya atau disodorkan mikrofilm untuk dibaca. Nilai-nilai ilmiah "buku-buku wasiat" tersebut memang sangat mahal, kata Prabowo pula. Berbagai informasi seperti asal-usul suatu tanaman, di mana hidupnya, dan apa kegunaannya, tersimpan di situ. "Memberi arah penelitian masa kini," kata Prabowo. "Sehingga orang tak mengulangi apa yang sudah dilakukan dahulu." Misalnya, ada yang ingin meneliti tanaman energi pengganti BBM. Atau guna menganekaragamkan makanan, mencari tanaman pangan alternatif. "Dari buku-buku tua itu bisa ditelusuri tanaman apa yang bisa diteliti." Buku paling tua yang dimiliki perpustakaan ini adalah Historia Generalis Plantarum karangan J. Dalechamps, terbitan 1586. Sekadar bandingan: buku tertua Perpustakaan Nasional (Museum Gajah) adalah Delle Navigationi et Viaggi, karangan Don Christoforo Colombo Genovese, terdiri dari tiga jilid, terbitan 1556. Sebagai perpustakaan khusus biologi dan pertanian, warisan para ilmuwan Belanda ini diakui FAO-PBB. Sejak 1975 ditunjuk sebagai Pusat Nasional bagi Agris (The International Information System for Agricultural Science and Technology) FAO. Juga ikut serta dalam sistem Aglinet (Agricultural Library Network), jaringan perpustakaan pertanian sedunia. Dengan 152 tenaga, perpustakaan ini juga menyediakan jasa informasi secara aktif untuk para peneliti, agar bisa mengikuti perkembangan baru di bidang biologi dan pertanian. Malah selain 70 ribu judul buku, di sini juga tersimpan 9.300 judul majalah 2.200 judul di antaranya diterima secara teratur baik melalui langganan maupun pertukaran. Lembaga ini sendiri menerbitkan enam berkala, antara lain Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian yang terbit enam kali setahun, sejak 1979. Juga Abstrak Hasil Penelitian Pertanian Indonesia, dua kali setahun sejak 1982. "Koleksi jurnal ilmiah ini sangat bermanfaat bagi peneliti," ujar Made Sri Prana. Banyak peneliti di lingkungan Kebun Raya Bogor memanfaatkannya. Selain melayani rata-rata 75 pengunjung sehari, umumnya pelajar dan mahasiswa, perpustakaan juga meladeni pelanggan jarak jauh. Setiap pelanggan dapat memilih maksimal 15 majalah ilmiah yang dibutuhkan. Pihak perpustakaan lantas mengirim daftar isi majalah baru yang dilanggani. Dari situ si pelanggan lantas bisa memesan fotokopi artikel yang dibutuhkannya dengan biaya Rp 25 selembar. Kini tercatat 700 pelanggan semacam ini yang tersebar seperti di Yogya, Malang, Ujungpandang. "Tapi yang sedang menyusun disertasi," kata Made, "lebih senang datang sendiri." Pelayanan di tempat perpustakaan, kata Otto Sumarwoto, jauh lebih cepat ketimbang menanti kiriman melalui pos.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus