USIANYA menjelang 141 tahun. Kalangan biolog senior masih
mengenangnya dengan sebutan BB. Kini, di situ bersemayam lebih
70 ribu judul buku. Semuanya menempati tiga buah gedung
masing-masing bertingkat 5, 7 dan 9 (alias 21 lantai) dengan
luas total 7.652 m2, yang penggunaannya diresmikan Menteri
Pertanian Prof. Soedarsono pekan lalu.
Itulah Pusat Perpustakaan Biologi dan Pertanian (Pustaka) milik
Litbang Departemen Pertanian yang dulu bernama Bibliotheca
Bogoriensis alias BB. "Ini perpustakaan yang tertua dan terlengkap
di bidang biologi dan pertanian di Indonesia," ujar Dr. Prabowo
Tjitropranoto, kepalanya.
Ia tak ngecap. Terutama untuk koleksi buku-buku sebelum perang.
Di situ tersimpan dengan baik sekitar 3 ribu judul buku terbitan
1586-1906, alias selama jangka lebih dari tiga abad. "Untuk
koleksi tua, paling lengkap dan terbaik untuk Asia Tenggara,"
kata Dr. Made Sri Prana, Kepala Kebun Raya Bogor. "Khususnya
tentang biologi tropis," kata Prof. Dr. Otto Sumarwoto, Direktur
Lembaga Ekologi Unpad, menambahkan. Prof. Sumarwoto pernah
menjadi direktur Lembaga Biologi Nasional.
Didirikan Mei 1842, perpustakaan ini tumbuh seiring dengan
gairah pemerintah Belanda waktu itu untuk meningkatkan peranan
ekonomis tetumbuhan tropis seperti rempah-rempah dari negeri
jajahan. Adalah Dr. H.J. Hasskarl, ahli botani, yang membantu
J.E. Teysmann, direktur Kebun Raya Bogor ke-3, yang mengusulkan
didirikannya perpustakaan Ini.
Semula hanya ada 25 judul buku-tanpa tempat khusus di Kebun
Raya. Kebun ini lantas mengalami kemajuan luar biasa di bawah
pimpinan Prof. Dr. Melchior Treub. Ia menjadikan Kebun Raya
Bogor pusat penelitian botani di daerah tropika. Sebuah
laboratorium botani didirikannya, kemudian kebun itu juga
dilengkapinya dengan laboratorium zoologi. Dengan berbagai cara
Treub berusaha mendatangkan berbagai ahli botani dari berbagai
negeri untuk berkunjung ke situ. Kebun Raya kemudian tersohor
sebagai tempat penelitian ilmiah yang tiada taranya di dunia.
Di masa kegairahan Treub itulah gedung perpustakaan khusus
dibangun -- 1898 -- di tempat tersendiri, di seberang Kebun
Raya, yakni lokasi sekarang di Jalan Juanda 20. Luas gedung kala
itu hanya 522 m2, dengan koleksi buku sekitar 4 ribu -- yang
berarti meningkat 160 kali dibanding waktu perpustakaan didirikan.
Dalam koleksi buku-buku tua itulah perpustakaan yang sering
berganti "majikan" ini dikenal orang. Tahun 1905 ia menjadi
perpustakaan Departemen Pertanian. Pindah di bawah kekuasaan
Departemen Ekonomi, lalu kembali lagi ke Departemen Pertanian
tahun 1967. Sampai sekarang. Sebelumnya, sejak 1962, pernah
bernaung di bawah Departemen Urusan Research Nasional yang
kemudian berubah menjadi LIPI.
Tak kurang dari Rp 500 juta setahun nggaran perpustakaan ini.
"Tiga puluh persen dipakai untuk perawatan," kata Prabowo.
Selain melaminasi dengan tisu (bukan plastik), "secara bertahap
kami mulai memikrofilmkan buku-buku tua itu," kata Prabowo.
Upaya melawan kehancuran dari ketuaan saja tak cukup, "perlu
juga dicegah kemungkinan dicuri orang." Karenanya buku-buku itu
tak lagi dipinjamkan. Jika ada yang membutuhkan, akan diberikan
fotokopinya atau disodorkan mikrofilm untuk dibaca.
Nilai-nilai ilmiah "buku-buku wasiat" tersebut memang sangat
mahal, kata Prabowo pula. Berbagai informasi seperti asal-usul
suatu tanaman, di mana hidupnya, dan apa kegunaannya, tersimpan
di situ. "Memberi arah penelitian masa kini," kata Prabowo.
"Sehingga orang tak mengulangi apa yang sudah dilakukan dahulu."
Misalnya, ada yang ingin meneliti tanaman energi pengganti BBM.
Atau guna menganekaragamkan makanan, mencari tanaman pangan
alternatif. "Dari buku-buku tua itu bisa ditelusuri tanaman apa
yang bisa diteliti."
Buku paling tua yang dimiliki perpustakaan ini adalah Historia
Generalis Plantarum karangan J. Dalechamps, terbitan 1586.
Sekadar bandingan: buku tertua Perpustakaan Nasional (Museum
Gajah) adalah Delle Navigationi et Viaggi, karangan Don
Christoforo Colombo Genovese, terdiri dari tiga jilid, terbitan
1556.
Sebagai perpustakaan khusus biologi dan pertanian, warisan para
ilmuwan Belanda ini diakui FAO-PBB. Sejak 1975 ditunjuk sebagai
Pusat Nasional bagi Agris (The International Information System
for Agricultural Science and Technology) FAO. Juga ikut serta
dalam sistem Aglinet (Agricultural Library Network), jaringan
perpustakaan pertanian sedunia. Dengan 152 tenaga, perpustakaan
ini juga menyediakan jasa informasi secara aktif untuk para
peneliti, agar bisa mengikuti perkembangan baru di bidang
biologi dan pertanian.
Malah selain 70 ribu judul buku, di sini juga tersimpan 9.300
judul majalah 2.200 judul di antaranya diterima secara teratur
baik melalui langganan maupun pertukaran. Lembaga ini sendiri
menerbitkan enam berkala, antara lain Warta Penelitian dan
Pengembangan Pertanian yang terbit enam kali setahun, sejak
1979. Juga Abstrak Hasil Penelitian Pertanian Indonesia, dua
kali setahun sejak 1982. "Koleksi jurnal ilmiah ini sangat
bermanfaat bagi peneliti," ujar Made Sri Prana. Banyak peneliti
di lingkungan Kebun Raya Bogor memanfaatkannya.
Selain melayani rata-rata 75 pengunjung sehari, umumnya pelajar
dan mahasiswa, perpustakaan juga meladeni pelanggan jarak jauh.
Setiap pelanggan dapat memilih maksimal 15 majalah ilmiah yang
dibutuhkan. Pihak perpustakaan lantas mengirim daftar isi
majalah baru yang dilanggani. Dari situ si pelanggan lantas bisa
memesan fotokopi artikel yang dibutuhkannya dengan biaya Rp 25
selembar.
Kini tercatat 700 pelanggan semacam ini yang tersebar seperti di
Yogya, Malang, Ujungpandang. "Tapi yang sedang menyusun
disertasi," kata Made, "lebih senang datang sendiri." Pelayanan
di tempat perpustakaan, kata Otto Sumarwoto, jauh lebih cepat
ketimbang menanti kiriman melalui pos.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini