Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Buku

Rehal-tuti kakiailatu

Pengarang: e. katoppo jakarta: sinar agape press, 1984. (bk)

10 November 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

NUKU Oleh: E. Katoppo Penerbit: Sinar Agape Press, Jakarta, 1984, 296 halaman BUKU ini penuh dengan sumber historiografi yang menarik. Nuku, sultan Tidore, yang berperang dengan kompeni Belanda tanpa jeda selama 25 tahun pada abad ke-19, ditabalkan jadi kepala pemerintahan Papua (sekarang: Irian Jaya) dan Seram. Cita-citanya ialah menyatukan Kerajaan Tidore dan membangkitkan Kesultanan Maluku. Perjuangannya yang utama mengusir kekuasaan asing dari kawasan Maluku, baik kompeni Belanda maupun Inggris. Nuku adalah satu-satunya sultan Tidore yang mengadakan perjalanan tiga kali setahun untuk menilik apakah rakyatnya mendapatkan perlakuan baik dari para pembantunya, sekaligus mengukur kemakmuran penduduk. Untuk mengukur kemakmuran rakyatnya, Nuku melihat cara penduduk merayakan hari-hari besar. Karena itu, beliau mengadakan kunjungan kerja pada bulan Sawal, hari raya Kurban, dan bulan Maulud. Beliau juga menyimak kemakmuran penduduknya dari terpelihara atau tidaknya masjid-masjid. Dalam buku ini ditemukan pula latar belakang sejarah hak Indonesia atas Irian Jaya. Alasannya, kawasan itu berada di bawah kerajaan Tidore. Kisah perjuangan Nuku -- selain menyingkapkan aspek maritim kawasan Maluku, yang memiliki hampir 1.000 pulau --juga mengungkapkan cara kompeni Belanda mendapatkan hak monopoli (monopolistelsel) perdagangan rempah-rempah. Nuku, salah satu kisah perjuangan rakyat Indonesia Timur yang ditulis dalam bahasa Indonesia, pernah diterbitkan pada 1957. Ketika penulisnya, E. Katoppo -- Seorang guru yang berhasil mengumpulkan obyek sejarah ini lewat dokumen-dokumen resmi -- tutup usia, buku ini diterbitkan kembali. Semula banyak yang berharap, Nuku aka didandani lewat penulisan historis substantif karena kaya akan sumber-sumber yang menarik. Bukan sekadar kompilasi sumber-sumber primer seperti sebelumnya. Sebab, jarak waktu yang cukup panjang (dari 1957 sampai 1984) memungkinkan diadakannya koreksi dengan bantuan sumber-sumber sekunder. Sayang, kisah pastpolitics perjuangan melawan penjajah ini tidak diubah. Padahal, sejarah bukanlah suatu ilmu, melainkan suatu metode. Toeti Kakiailatu

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus