Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Sejak dirilis pada 11 Agustus 2023, Heart of Stone yang dibintangi Gal Gadot terus memuncaki daftar film populer Netflix.
Tingginya jumlah penonton berbanding terbalik dengan penilaian dari kritikus dan media.
Sutradara dianggap terjebak dalam pakem film mata-mata dan gagal menggali hubungan emosional antar-pemeran.
Heart of Stone merupakan paradoks. Film yang dibintangi Gal Gadot ini memuncaki daftar film populer Netflix selama hampir dua pekan. Namun media dan kritikus memberinya ponten jelek.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Per kemarin, film produksi Netflix ini diputar lebih dari 35,2 juta kali. Angka ini terpaut jauh dari The Monkey King pada posisi kedua dengan 8 juta pemutaran dan The Pope Exorcist dengan 6 juta pemutaran.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Heart of Stone bercerita tentang Rachel Stone (Gal Gadot), agen rahasia dari organisasi bernama The Charter. Kelompok ini memiliki teknologi supercanggih bernama Heart yang mampu memata-matai semua warga Bumi.
Film Heart of Stone. Netflix.com
The Charter merupakan badan independen yang tidak terafiliasi oleh kepentingan politik. Misi mereka hanya satu: menjaga perdamaian dunia. Semua anggota The Charter wajib merahasiakan identitasnya demi kelancaran aksi mereka.
Dalam satu misi, Rachel mesti bergabung dengan tiga agen MI6, Dinas Intelijen Inggris. Mereka adalah Parker (Jamie Dornan), Yang (Jing Lusi), dan Bailey (Paul Ready). Namun misi tersebut berantakan karena ada musuh yang menyamar sebagai orang terdekatnya. Pengkhianat tersebut berusaha merebut Heart dengan menjebak Stone. Ada pula Keya Dhawan (Alia Bhatt) yang juga mengincar Heart.
Gal Gadot, jelas, menjadi magnet utama dalam film ini. Catatan emas Gal Gadot di banyak film box office, dari Wonder Woman, Batman vs Superman, hingga seri Fast & Furious, membuat banyak penggemarnya menantikan Heart of Stone.
Bintan Siregar, misalnya, bertekad menonton Heart of Stone saat pertama kali melihat poster aktris asal Israel itu di Netflix. “Bahkan belum sempat lihat summary (ringkasan)-nya,” kata warga Manado itu.
Film Heart 0f Stone. Netflix.com
Banjir penonton tak menghentikan hujan kritik bagi film ini. IMDB, misalnya, menilai 5,7 dari skala 10, sementara Rotten Tomatoes cuma 28 persen.
Film ini juga menambahkan unsur teknologi dalam cerita. Dalam wawancaranya dengan Movie Web, Tom Harper, sang sutradara, mengatakan bahwa ia ingin menyampaikan pesan tentang penggunaan teknologi lewat Heart of Stone. “Film ini mengeksplorasi bagaimana kita bisa menggunakan teknologi dan pada saat yang sama tidak melupakan kemanusiaan,” ujarnya.
Kritik di antaranya muncul dari penggunaan computer-generated imagery (CGI) yang memble. “Seperti aksi Gal Gadot terjun bebas dengan parasut,” kata Bintan.
Meski akting Gal Gadot dinilai ciamik, begitu juga dengan Alia Baht, penonton menilai jalan ceritanya kurang mendalam. Bintan menunjuk jalan cerita Heart of Stone kelewat datar. “Pada awal cerita, memang menarik, ditambah ada plot twist. Namun setelahnya, jalan cerita menjadi datar,” kata Bintan. Dia memberi nilai 6 dari skala 10.
Anzi Matta, penonton lain, menyebut hal serupa. “Ceritanya klise seperti film mata-mata lawas,” ujar perempuan berusia 27 tahun itu.
Menurut Anzi, hubungan emosional antarpemain juga kurang dieksplorasi dengan baik oleh sutradara Tom Harper. Dia mencontohkan adegan Rachel dan Keya di gurun pasir. Saat itu Keya membahas masa lalu kehidupan mereka yang sama-sama kelam. Namun ekspresi Gal Gadot yang disorot terlihat datar. “Tidak bisa menyalahkan pemain. Seharusnya sutradaranya yang peka,” kata Anzi.
Menurut dia, Heart of Stone terlalu banyak terbawa pakem-pakem dalam film mata-mata. Misalnya Rachel direkrut oleh The Carter karena latar belakang kehidupannya yang bermasalah. Alur ini terlalu sering digunakan dalam film mata-mata. Padahal banyak alternatif yang lebih segar. Misalnya tokoh Emma Brunner di Fubar—film mata-mata yang juga bikinan Netflix—yang diceritakan direkrut oleh CIA karena prestasi akademiknya saat kuliah di George Washington University.
Heart of Stone
Meski banyak kritik tentang jalan cerita yang berakhir kurang memuaskan, plot twist yang dihadirkan pada awal Heart of Stone membuat film ini tetap menarik untuk ditonton. Kisah Rachel dikhianati temannya membuat penonton penasaran akan akhir sinema berdurasi 2 jam 3 menit ini.
Tom Harper mengatakan, banyak adegan yang menggambarkan penggunaan teknologi di Heart of Stone, terutama pada paruh awal. Namun akhir film ini menunjukkan bahwa Heart, alat yang diperebutkan sejak awal, bukanlah segalanya. Manusia tetap menjadi faktor penentu. “Film ini mengeksplorasi bagaimana kita bisa menggunakan teknologi dan pada saat yang sama tidak melupakan kemanusiaan,” kata Harper dalam wawancaranya di situs Movie Web.
ILONA ESTERINA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo