Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Spider-Man 2
Sutradara: Sam Raimi
Skenario: Alvin Sargent, Michael Chabon, Steve Ditko
Berdasarkan karakter: Stan Lee dan Steve Ditko dari Marvel Comics
Pemain: Tobey Maguire, Kirsten Dunst, Alfred Molina
Produksi: Sony Picture Classics
New York City, biarkan aku menjadi warga biasa yang menikmati cinta, tatapan teduh Mary Jane, kuliah fisika yang beres, dan mengejar waktu New York dengan sepasang kaki yang linu. Biarkan aku mempekerjakan semua anggota tubuh seperti tubuh manusia biasa lainnya, agar Mary Jane bisa tumbuh mencintaiku apa adanya.
Tapi Peter Parker bukan warga New York City yang biasa. Pada saat perampok, pembunuh, dan pemerkosa merangsek kota, Parker segera melempar semua tugasnya sehari-hari dan kemudian menjadi pahlawan Kota New York yang dinanti: Spider-Man 2. Untuk itu, ongkosnya berat nian: dia selalu terlambat mengirim piza pesanan pelanggan; dia selalu terlambat menghadiri kuliah fisika kegemarannya dan nyaris tak lulus ujian; dia selalu terpaksa absen hadir pada pertunjukan drama The Importance of Being Earnest, tempat Mary Jane, gadis jelita tetangga pujaannya, terpilih sebagai pemeran utama. Di luar itu, pekerjaan sambilan sebagai fotografer di harian The Daily Bugle. Dengan kata lain: kehidupan pribadi Parker gagal total dan meluncur masuk ke jurang. Lebih celaka lagi, karena kepribadiannya yang pemalu, canggung, dan tak fasih mengutarakan isi hati, Mary Jane yang sudah lama menanti pernyataan cinta Parker itu akhirnya memilih bertunangan dengan seorang astronaut, putra Jonah Jameson, bos Parker di harian The Daily Bugle. Ini betul-betul akhir dunia bagi Parker. Seluruh hidup dan matinya, aliran darah dan hirupan oksigennya, hanya bergantung pada tatapan teduh Mary Jane.
Karena itu, Saudara-Saudara, izinkanlah sang pahlawan Laba-laba Merah ini patah hati sementara dengan menyatakan pensiun dini pada kostum itu. Dibuangnya ke tempat sampah. Dan dia bersumpah kepada langit New York untuk hidup sebagai warga biasa yang cuma menggunakan kedua belah kakinyadan tidak meloncat-loncat di antara gedung sembari menyebarkan benang jaringnya yang dahsyat itu untuk meringkus musuhuntuk menyusuri hidup. Dia mencoba menjadi mahasiswa yang patuh pada waktu dan menjawab semua pertanyaan profesor dengan baik; muncul pada pertunjukan Mary Jane; dan menyediakan waktu bagi Bibi May (Rosemary Harris), yang sudah menjanda karena Paman Ben tewas terbunuh (pada episode pertama, inilah yang menyebabkan Peter Parker punya dua dunia, untuk membasmi kriminalitas).
Sayang sekali, kehidupan "nyaman" Peter Parker harus berakhir. Ilmuwan idolanya, Dr. Otto Octavius (Alfred Molina dalam penampilannya yang dahsyat), yang menyangka dirinya mampu menciptakan sumber energi baru, melakukan salah kaprah dalam eksperimennya. Ia kemudian menjelma menjadi monster dengan tangan-tangan robotik mirip oktopus hingga Kota New York kemudian menyebutnya "Doc Ock". Dengan ancaman leburnya Kota New York, Peter Parker terpaksa mencari "seragam" laba-laba merahnya untuk menghadapi monster baru musuhnya itu.
Kali ini, Sam Raimi berhasil membuat Spider-Man jauh lebih hidup dan nyata dibandingkan dengan episode pertama, yang tampak terlalu mengandalkan CGI komputer. Perkawinan teknik CGI dan penggunaan puluhan stunt (peran pengganti) untuk Tobey Maguire yang meloncat, menggerayangi, dan mencengkeram setiap gedung New York jauh lebih nyata dan lebih subtil. Sekuel ini juga jauh lebih menarik karena Raimi kini mulai banyak memberikan porsi besar pada emosi: hubungan antara Bibi May dan Parker, Harry Osborne dan Parker, dan yang terpenting antara Mary Jane dan Parker/Spider-Man. Pengungkapan identitas Spider-Man secara bertahap (dengan sobeknya topeng mukanya) hingga sebagian penumpang kereta subway bisa menyaksikan wajahnya, pengungkapan identitas Spider-Man terhadap Doc Ock, Harry Osborne, dan terakhir Mary Jane adalah sebuah tahapan yang memberikan janji kepada penonton bahwa mereka akan menyaksikan sebuah sekuel Spider-Man 3 yang akan menyajikan hubungan Parker dan Mary Jane ke tahap yang jauh lebih serius.
Alfred Molina sebagai Doc Ock tampil lebih dominan dan dahsyat dibandingkan dengan musuh Spider-Man 1, Green Goblin. Hanya, para sineas dan produser film superhero mungkin harus mencari jalan yang lebih kreatif untuk membentuk musuh. Ilmuwan yang gagal dalam eksperimennya atau kecelakaan kimia dan menjelma menjadi monster jahat sudah mulai menjadi alasan kuno. Batman sudah melakukannya (Poison Ivy dan Joker) dan kini Spider-Man juga bermain dengan urusan eksperimen fisika.
Spider-Man akan menjadi superhero yang paling dipuja untuk dasawarsa ini terutama karena sifat dualisme karakter Peter Parker dan Spider-Man jauh lebih believable, lebih bisa dipercaya. Karakter dan sosok Peter Parker yang bersahaja, tidak tampan, tidak gagah, pemalu, dan gagap itu membuat penonton merasa diwakili dibandingkan dengan wajah-wajah keren Val Kilmer dan George Clooney yang memerankan Batman atau Christopher Reeve yang memerankan Superman. Peter Parker akan selalu lebih tertanam di hati para penggemarnya justru karena kekurangan-kekurangannya dan bukan karena kelebihan superhuman dalam dirinya.
Jangan heran jika pada musim libur ini Spider-Man berwarna merah itu akan menggerayang di semua gedung pencakar langit Jakarta. Spider-Man rocks the world!
Leila S. Chudori
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo