Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Buku

Saya Tak Ingin Memiliki Satu Identitas

Novel terbaru sastrawan Turki ini mendedah kerakusan kekuasaan dan kehebatan arsitek Mimar Sinan. Digugat karena memakai bahasa Inggris.

14 Desember 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

The Architect's Apprentice
Penulis: Elif Shafak
Tebal: 424 halaman
Produksi: Viking Penguin, 2015

Di sebuah malam yang pekat. Istanbul, 22 Desember 1574.

Jahan, sang penakluk gajah putih Chota di istana raja, mendengar jeritan keras melengking. Menyayat. Seluruh pojok istana terbangun dan tak ada yang berani bergerak. Pemuda kecil Jahan, yang baru berusia 12 tahun, tampan, dan naif, mengira ada yang membutuhkan bantuannya, mencari asal-usul suara yang memilukan itu. Setelah beberapa saat di atas lantai marmer yang dingin itu, Jahan menyingkap selembar kain yang menutupi empat tubuh lelaki kecil. Empat jenazah adik lelaki sang raja. Seluruh tubuh Jahan bergetar. Siapa gerangan yang tega menghabisi nyawa anak-anak kecil ini….

Demikian Elif Shafak membuka bab awal novel terbarunya, The Architect's Apprentice. Shafak, sastrawan Turki terkemuka—selain pemenang Nobel, Orhan Pamuk—meluncurkan novel terbarunya ini di International Literature Festival Berlin, September lalu. Peluncuran itu menjadi salah satu acara yang paling ramai, membeludak oleh pengunjung. Setelah enam novelnya yang sering menjadi kontroversi, Shafak kini memilih setting masa jaya Imperium Turki, orang Barat menyebutnya Imperium Ottoman (Usmaniyah), pada abad ke-16. Dari mata seorang anak lelaki India bernama Jahan, yang bertugas merawat seekor anak gajah putih di istana sultan, kita memasuki sebuah dunia istana kesultanan dan keluarganya dengan cerita berlapis-lapis.

Sebetulnya satu tema besar yang ditampilkan adalah bagaimana arsitek Turki terkemuka Mimar Sinan, yang dahsyat dan dianggap setara dengan Michelangelo, adalah "korban" sejarah seni dunia yang lebih menekankan kehebatan seni rupa Barat.

Sinan, yang dalam sejarah Turki tercatat membangun 90 masjid indah, 50 gedung sekolah, 6 bendungan, 36 istana, dan seterusnya, adalah pemilik jantung Turki, yang merupakan perkawinan Barat dan Timur. Dialah arsitek terbesar di masanya yang masih meninggalkan jejak kebesaran Imperium Ottoman. Tapi Shafak lebih suka menggunakan mata anak polos dari India beserta gajah putihnya untuk mendeskripsikan kejeniusan Sinan, yang berdedikasi membangun Turki menjadi pusat keindahan dunia. Jahan, yang belakangan jatuh cinta pada putri sultan, adalah perwakilan rakyat jelata. Perwakilan kita semua yang menyaksikan kebrutalan dan keindahan di dalam istana.

Novel setebal 424 halaman ini ditulis Elif Shafak dalam bahasa Inggris. Berbeda dengan rekan seniornya, Orhan Pamuk, yang selalu konsisten menulis dalam bahasa Turki, Shafak menjadi sasaran kritik karena sesekali menulis novel dalam bahasa Turki dan kali lain menulis dalam bahasa Inggris. "Saya sering dituduh sebagai pengkhianat hanya karena menulis dalam bahasa Inggris," ujarnya kepada Tempo, yang bertemu dengannya di Author's Tent (Tenda Penulis, tempat para penulis berkumpul sebelum memulai panel) di International Literature Festival Berlin.

Bagi Shafak, "I commute between languages," katanya tersenyum. Dia tidak hanya mondar-mandir antarbahasa dalam penciptaan karyanya. Dia juga memang dalam hidupnya memiliki tempat tinggal di Turki dan Inggris. "Mengapa kita tak bisa bermimpi dalam beberapa bahasa? Mengapa hanya boleh dalam satu bahasa?" ujarnya.

Identitas, itu salah satu topik yang hampir selalu diangkat dalam novel-novelnya, termasuk The Bastard of Istanbul. "Mengapa kita tak boleh menjadi seseorang yang multibahasa dan multikultur? Saya tak hanya bermimpi dalam satu bahasa," katanya.

Ini memang sesuatu yang khas Elif Shafak, kelahiran Strasbourg, Prancis, 44 tahun lalu. Shafak mengikuti ibunya yang bekerja sebagai diplomat Turki ke Spanyol dan Yordania. Sebagai seseorang yang menekuni feminisme dan memahami kultur berbagai negeri yang pernah menjadi "rumah"-nya, tentu saja novel-novelnya yang dihujani berbagai penghargaan sastra di Turki itu menyentuh soal identitas dan feminisme. Namun, saat ia menerbitkan novel The Bastard of Istanbul, yang menyentuh persoalan genosida Armenia, Shafak dituduh melakukan penghinaan terhadap Keturkian. Setelah dibatalkan, kasus itu dibuka kembali dan Shafak beserta penerjemah dan penerbitnya menghadapi ancaman penjara. Pengadilan akhirnya memvonis Shafak bebas dari tuduhan tersebut dengan alasan tak cukup bukti. Semua pengalaman ini tetap tidak membuatnya gentar.

Dalam novelnya yang terbaru, Shafak mendeskripsikan bagaimana kekuasaan dan kerakusan bisa membuat seorang pemimpin menjadi jauh lebih buas dan brutal daripada binatang-binatang yang dipeliharanya di istana.

Dalam The Architect's Apprentice ini pula Shafak menciptakan tokoh-tokoh yang terdiri atas berbagai bangsa, agama, dan ras, bahkan berbagai format. Karena Shafak mengambil masa Imperium Ottoman, sukar untuk tidak membandingkannya dengan karya Orhan Pamuk, My Name is Red, yang menggunakan setting yang sama dan mempersoalkan perbenturan seni rupa Barat dan Timur. Sementara Pamuk—yang menulis karyanya dalam bahasa Turki dan diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Erdað M. Göknar—memulai ceritanya dengan peristiwa tewasnya seorang guru dari para miniaturis (perupa) yang tengah memimpin proyek yang diperintahkan sultan, Shafak memulai novelnya dengan pembunuhan terhadap adik-adik sultan yang masih belia.

Sementara Pamuk berganti sudut pandang hingga pada akhir novel pembunuhnya baru terungkap, Shafak justru memberitahukan pembunuhnya pada bab pertama karena novel ini tidak berminat mencari pembunuh keji itu. Shafak, dari sudut pandang Jahan, ingin mengisahkan karya agung Mimar Sinan, sang arsitek periode Ottoman, yang secara tak adil tak ditonjolkan dalam sejarah seni rupa dunia (dibandingkan dengan Michelangelo, yang tentu saja jauh lebih dikenal karena informasi digenggam dunia Barat). Shafak menulis dengan bahasa Inggris yang puitis dan karakter-karakter yang unik. Dia tak segan pula menciptakan berbagai kelompok manusia yang mengejutkan, misalnya para eunuch, budak lelaki yang penisnya dipotong dan dijadikan penjaga puri para harem (begitu dalamnya pemotongan penis itu, hingga mereka hanya bisa kencing menggunakan kantong yang dimasukkan ke sebuah tas). Ada lagi deskripsi detail tentang para harem yang harus melalui seleksi ibu suri.

Kisah moralitas dan hipokrisi di dalam istana, juga saling bunuh dan saling bantai antarsaudara demi takhta kerajaan, itu dikisahkan dengan gaya seorang dalang yang memahami bagaimana memuat pembaca penasaran. Shafak memang seorang pencerita yang dahsyat. "Seorang penulis harus mampu membangun hubungan emosional dengan pembacanya," kata Shafak di hadapan para pengunjungnya di Berlin.

Novel-novel Elif Shafak memang selalu membuat para pembaca, perempuan atau lelaki, merasa terwakili karena dia pandai sekali mengikat kita hingga akhir cerita. Di luar itu, Shafak selalu mampu menyentuh sesuatu yang paling dalam. Dia menggambarkan bagaimana Jahan sendirian di dalam sebuah masjid besar yang dibangun sang guru dengan bantuannya:

"While the master and the apprentices had been raising this mosque, the universe had been constructing their fate. Never before had he thought of God as an architect."

Shafak mempunyai cara yang puitis untuk mengakui kebesaran-Nya.

Leila S. Chudori (Berlin)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus