BANG Ali tersenyum di depan disain poster yang berjudul
"Selingan" ia sudah menyempatkan diri datang membuka pameran
disain poster para mahasiswa LPKJ - di ruang pameran kampus
lembaga itu antara tanggal 24 s/d 30 Juni. Setiap orang mungkin
juga akan tersenyum kecil, karena garapan mahasiswa Hurip
Hudhoyo ini (lihat foto) memang kocak. Dia bicara tanpa
kata-kata. Tapi terasa ia menangkap satu suasana kecil ibukota
yang sedang basah oleh suasana hari jadi.
Tak kurang dari 36 buah karya dari 13 orang mahasiswa memenuhi
ruangan yang kecil itu. Seluruhnya berakar pada Jakarta. Ada
yang menyindir, ada yang mengingatkan, ada yang terharu di
samping ada juga yang mencoba memikirkan hari depannya. Sedang
dalam selebaran stensilan tertulis ada pameran ini kita akan
menemui berbagai bentuk interpretasi kesadaran terhadap
lingkungan kota Jakarta yang juga menjadi wadah kita".
Polusi
Meskipun secara teknis, isi pameran belum matang, tapi anak-anak
muda ini telah mencoba berkeliaran dalam bcrbagai aspek.
Pesan-pesan yang tertitipkan memang belum jauh menggoda, karena
sebagian besar masih terlibat dalam problem mencapai keindahan.
Pengamatan kepada Jakarta tampaknya baru pada permukaannya saja.
Karena itu yang tertonjolkan adalah monumen seperti Monas,
Patung Irian, Patung Diponegoro, Ondel-ondel - hal-hal yang
dengan gampang sudah diketahui sebagai milik Jakarta. Ada juga
yang mencoba memanfaatkan sosok bang Ali.
Masalah yany dilontarkan adalah problim-problim yang jinak. Ini
benar-benar sebuah kado dari seorang warga. Kendatipun ada
poster seperti Polusi oleh Handi Hendrawan -- yang dilukis
dengan gaya "ngepop" tapi yang menonjol bukannya gugatan akan
tetapi motif dari poster itu sendiri. Sehingga rasanya lebih
menyerupai sebuah ilustrasi. Memang ada juga seorang Edi
Rustiadi yang menggambarkan seekor burung terkapar (lihat foto)
dengan tulisan: "Hei Jakarta, sediakan nafas buat dia". Sebuah
disain yang puitis dan membawa pesan yang mantap. Hal-hal
semacam ini tentu saja pantas dipupuk. Sehingga menimbulkan
konsekwensi: bahwa para mahasiswa tidak saja wajib memperdalam
penggarapan bentuk - akan tetapi juga sekaligus pendalaman pada
isi. Jadi keawasan pada lingkungan tidak hanya diartikan membuka
mata 360 derajat akan tetapi juga membuka selubung di sekitar.
Di samping adanya problim teknis juga belum ada variasi dalam
bentuk-bentuk hurup. Yang banyak dikerjakan adalah komposisi
warna, pemahiran bentuk, serta juga percobaan untuk menemukan
warna lokal lewat beberapa slogan yang sudah umum diketahui
milik Jakarta. Misalnya soal gedung jangkung. Soal banjir. Soal
kepadatan penduduk. Hurup yang merupakan elemen yang penting
dalam poster belum dimainkan. Masih merupakan simbul mati, untuk
menyusun arti kalimat, sehingga tidak menolong menggarap
suasana, apalagi menunjukkan karakternya.
Pada sepasang sepau tua (lihat foto) yang mengingatkan kita
pada sepatu van Gogh berisi pesan: "Kalau aku bisa bicara, kan
kuucapkan selamat ulang tahun kotaku tercinta". Ini mungkin
dapat dipakai sebagai contoh, bahwa di atas segala aspek yang
sedang meledak bersama-sama di ibukota, para anak muda ini masih
memiliki rasa persahabatan. Hal ini menimbulkan rasa curiga,
akan tetapi juga sedikit harapan. Curiga, kalau poster-poster
tersebut hanya merupakan barang pesanan dari tema yang sudah
dipesan agar tetap sopan dan manis. Sedikit harapan, karena dari
sana kita melihat adanya peluang untuk tidak hanya mempromosikan
atau memprotes ibukota, tetapi juga mengungkapkan dengan akrab.
Karena di samping dirombak, dibangun, dijual pada turis atau
dijadikan simbul bersama, kota yang sudah berusia 450 ini
memerlukan sahabat -sahabat.
Poster sebagai "media komunikasi visuil" yang diharapkan dapat
menyampaikan pesan secara "segera dimengerti" -- seperti yang
dapat dibaca dalam selebaran -- tidak sepenuhnya ada pada setiap
isi pameran. Terutama karena di samping beberapa orang yang
benarbenar sudah menampilkan "pesan", banyak di antaranya yang
membuat disain tanpa dilandasi oleh pesan. Namun demikian Bang
Ali kelihatannya sudah cukup senang. "Kalau kemampuannya sudah
sampai begini kenapa tidak dikomersilkan", kata gubernur yang
cinta seni itu pada para pembimbing LPKJ. Pesan yang sekaligus
mengingatkan, setelah membuka hati pada lingkungan, akademi
seharusnya membuka diri juga untuk dimanfaatkan oleh lingkungan.
Menurut fungsi dan proporsi yang wajar tentu saja. Scbagaimana
ikut campurnya para mahasiswa dalam pembuatan mobil hias.
Putu Wijaya
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini