SOAL nama baik memang tidak bisa dibikin main-main. Pengacara Yap Thiam Hien diseret ke pengadilan karena itu, beberapa bintang film dan penyanyi pernah dirugikan lantaran urusan yang sama. Malang tak dapat ditolak, kali ini giliran PT Semen Nusantara terkena musibah serupa, hingga presiden direkturnya, Bernard Ibnu Hardjojo, segera melayangkan sepucuk surat kepada Menpen Harmoko, dua pekan lalu. Drs. Soedjoko, salah seorang direktur Semen Nusantara, telah pula mengajukan surat pengaduan kepada Rusli Desa, wakil ketua Komisi I DPR. Pada intinya, kedua surat menuntut agar film Kerikil Kerikil Tajam ditarik dari peredaran karena telah mencemarkan nama baik serta menimbulkan keresahan dan kerugian bagi PT Semen Nusantara. Dalam suratnya - seperti dikutip harian Suara Karya, 14 Agustus 1985 Bernard menyatakan bahwa adegan-adegan film itu tidak etis, bahkan secara tidak langsung menista dan merugikan pihak ketiga, baik secara moral maupun finansial. Tidak itu saja. Kerikil dinilainya bertentangan dengan tema "Memajukan Perfilman Indonesia" dan tidak menunjang pembangunan. Singkat kata, Kerikil arahan sutradara terkenal Sjuman Djaja itu telah mendiskreditkan PT Semen Nusantara. Soalnya, ada adegan yang menampilkan pemalsuan semen di pabrik itu, lalu ada dua tokoh dalam cerita yang namanya sama dengan nama seorang direktur dan seorang manajer Semen Nusantara. Kebetulan sekali kedua tokoh film itu Djoko dan Gatot, di gambarkan berperi laku rendah, biasa memalsukan semen dan "memperdagangkan" wanita. "Penonton 'kan bisa mempunyai image yang jelek pada perusahaan kami," kata Bernard prihatin. Dan ironisnya, ia tidak tahu-menahu pembuatan Kerikil yang berlokasi di pabriknya sendiri, di Cilacap. "Kami baru tahu setelah ada telepon dari teman-teman," ujar Bernard kepada Erlina dari TEMPO. Bernard akhirnya mengetahui pemotretan Kerikil dari Setsuo Hiranu, plant manager berkebangsaan Jepang, yang berani memberi izin karena sudah ada rekomendasi dari bupati Cilacap. Bernard menyesalkan mengapa untuk pemotretan itu, ia sebagai presdir tidak dihubungi langsung oleh produser film. "Kami sudah menempuh prosedur yang semestinya," kata Hasrat Djuhir, dalam keterangan terpisah kepada TEMPO. Produser Pelaksana PT Bola Dunia Film, yang memproduksikan Kerikil, tampak gusar. Izin pemotretan di sekitar pabrik Semen Nusantara dipercayakannya pada unit manajer Cholid Nor. Dengan rekomendasi bupati Cilacap, Cholid mengajukan permohonan untuk memotret, dan bersamaan dengan itu tak lupa ia menyerahkan skenario. "Heran, waktu itu tak ada protes," kata Hasrat dalam nada menyesalkan. Keterangannya itu diperkuat direktur Direktorat Film Deppen Alex Leo Zulkarnaen. Menurut pendapat Alex pihak produser telah menjalani prosedur yang berlaku sebelum shooting dimulai di pabrik semen. "Sayangnya. skenario tidak dibaca oleh pihak Semen Nusantara, hingga timbullah kesalahpahaman," kata pejabat ini. Soeharto, kepala Kantor Penerangan Cilacap berpendapat sama. Katanya, izin prinsip untuk pemotretan sekitar Cilacap, sudah dikeluarkan Deppen Jakarta, dan dalam hubungan itu sebagai petugas di daerah ia mengawasi shooting film selama tidak kurang dari 20 hari kecuali pemotretan yang dilakukan di Semen Nusantara. Mengapa ? Sebab, hak pengawasan di situ ada pada pabrik. Lagi pula, dalam izin prinsip dari Jakarta tidak tercantum keharusan demikian. Alasannya, dalam skenario tidak disebutkan lokasi pemotretan secara terinci. "Penentuan lokasi adalah kreativitas sutradara dan produser," tutur Alex Leo. Sejauh yang menyangkut persamaan nama Djoko dan Gatot, Hasrat tanpa ragu menandaskan bahwa itu suatu ketidaksengajaan. Jauh-jauh hari sebelum shooting, skenario berikut nama para pelaku sudah tersedia. "Persamaan nama itu kebetulan," demikian Alex, yang direktoratnya, antara lain, bertugas sebagai "pembaca" skenario. Seperti diketahui, sebuah film hanya bisa dibuat sesudah Deppen menyetujui skenarionya. "Waktu kami baca skenario yang ditulis Sjuman, nama-namanya ya memang itu," ujar direktur film itu tandas. Dengan kesaksian ini adalah tidak benar jika persamaan nama dilakukan dengan sengaja, apalagi untuk mencemarkan nama baik, seperti yang dituduhkan Bernard. "Sutradara Sjuman Djaja tidak punya tujuan-tujuan murahan seperti menjatuhkan orang lewat film," tambah Hasrat. Lagi pula, nama Djoko dan Gatot terdapat di mana-mana. Di Semen Nusantara, selain direkturnya bernama Djoko (aslinya Soedjoko), masih ada tiga karyawan lain bernama serupa, demikian keterangan sebuah sumber yang dekat dengan pabrik. Tentang Gatot justru ada kekeliruan. Menurut sumber yang tidak mau disebut namanya itu, dulu memang ada manajer personalia yang namanya Gatoet, bukan Gatot. Dan orang ini sudah pensiun sejak akhir tahun lalu. Tentang pemalsuan semen - yang dikhawatirkan bisa menjatuhkan pamor Semen Nusantara Hasrat Djuhir mengembalikan masalahnya kepada penonton. Dia tampak risau. Tapi sampai laporan ini diturunkan, Bola Dunia Film belum dihubungi, baik oleh Deppen maupun oleh Semen Nusantara. Mengulang keterangannya terdahulu, Alex Leo tetap pada pendapat bahwa pemecahan terbaik untuk sengketa Kerikil adalah musyawarah. Tapi menarik film dari peredaran, menurut Alex, sebaiknya dilakukan produser bukan Deppen. Hasrat sebaliknya mengharap Deppen ikut menjernihkan kisruh yang tiba-tiba menimpa perusahaannya itu. "Yang kami cari adalah kawan, bukan lawan," katanya pasrah. Di pihak lain, Bernard berucap, "Saya mintakan bantuan Deppen agar cepat selesai. Sebab, kami sama-sama pengusaha nasional yang harus saling menghormati dan isi-mengisi. Karena itu, saya tidak izinkan persoalan sampai ke pengadilan." Lalu kalau nama baik sudah tercemar bagaimana? "Produser film sebaiknya minta maaf pada kami pada perusahaan, Pak Djoko serta Pak Gatot, secara terbuka di media massa," ucap Bernard.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini