Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Seperti bulan separuh gelap

Sutradara: francis coppola pemain: martin sheen, marlon brando resensi oleh: gunawan mohamad. (fl)

11 Oktober 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

APOCALYPSE NOW! Sutradara: Francis Coppola INILAH sebuah film yang indah dan juga sebuah niat yang tak sampai. Sutradara Francis Coppola (tentu anda ingat, Godfather) menuangkan US$ 30 juta atau Rp 19 milyar untuk film ini, sebagian dari koceknya sendiri. Selama 14 bulan ia berada di hutan-hutan Filipina, buat melukiskan Vietnam, berbekalkan hanya skenario yang belum selesai. Dan selama 3 tahun orang menggunjingkannya. Separuhnya tercengang. Hasilnya: sebuah film yang padu, tapi tak berarti utuh. Masih ada bagiannya yang tak nampak seperti bulan separuh gelap -- atau seperti kepala gundul Marlon Brando dalam adegan-adegan terakhir. Kerangka kisahnya adalah kerangka sebuah perjalanan misterius yang panjang menyusuri sungai tropis, menuju ke rimba gelap. Ada perhentian peristiwa yang menyebabkan kita merenung. Perjalanan ini adalah perjalanan Kapten Willard (dimainkan Martin Sheen), seorang perwira muda satuan khusus Baret Hijau yang menyandang tugas rahasia: ia harus ke pedalaman untuk membunuh seorang kolonel yang dulu berasal dari kesatuannya sendiri, Kurt (Marlon Brando). Kurtz oleh komandan tertinggi di Saigon dianggap membankang. Ia menjalankan perang dengan caranya sendiri, yang konon kejam sekali. Yang pasti, ia membunuh 4 orang penting Vietnam Selatan, yang ia anggap mata-mata Vietkong dan mencelakakan pasukannya. Ia menghimpun suku primitif dan sisa-sisa Baret Hijau, lalu mendirikan kerajaan kecil di wilayah Kamboja. Di sana ia dipuja bagaikan betara magis. Sungguh tokoh yang menarik. Salah satu yang menyebabkan film ini memikat ialah bahwa tokoh yang tak kunjung muncul ini kepada kita diperkenalkan sedikit demi sedikit, dengan segala pesonanya, Sepanjang perjalanan dengan kapal sungai, di tiap waktu senggang, Willard membaca dokumen-dokumen tentang Kurtz yang harus diketahuinya. Ia segera seperti ditarik oleh magnit kepada calon korbannya itu kian kagum, kian bersimpati, kian memahami. Kurtz, sebagai disebutkan dalam dokumen itu, ternyata seorang prajurit unggul, tokoh yang cemerlang dan juga: ayah yang menulis minta pengertian kepada anak-istrinya. Tapi kemudian ia menghilang. Kehilangn Arti Kurtz telah jadi gila, beritu kesimpulan resmi. Tapi bagi Willard, yang terjadi hanya kepalsuan dan hipokrisi. Kurt membunuh dan menurut aturan harus dihukum, padahal apakah artinya perang di Vietnam itu selain pembunuhan - yang tak semuanya punya dasar? Overste Kilore (dimainkan dengan mengesankan oleh Robert Duvall) menyerang sebuah pantai Vietkong hanya karena ia menginginkan permainan berselancar. Ketika Vietkong masih mengganggu, ia memanggil sejumlah pesawat pengebom yang menebarkan api naphalm. Keberanian Kilgore mengagumkan, tapi perang juga baginya tanpa tujuan: hanya semacam kegairahan. Ia menghormati seorang tentara musuh yang tetap bertempur dengan usus keluar. Ia memutar keras-keras musik Wagner di saat menyerbu. Ia menikmati bau naphahm yang membakar bukit. "Baunya -- bau kemenangan," katanya tanpa emosi. Salah satu keberhasilan Coppola di sini ialah bahwa ia telah berbicara, tanpa tanda seru, tentang sebuah perang mahal dan kejam yang kehilangan arti. Kegilaan perang itu justru di situ letaknya, bukan pada kekejaman an sich. Seperti dalam Godfather, kekejaman di sini hanyalah gerak sebuah mesin, yang serentak dihidupkan akan punya ukurannya sendiri. Awak kapal sungai itu membunuh penumpang tak bersalah sebuah perhu Vietnam karena gugup, Willard sendiri menembak mati dengan dingin serang wanita yang luka, untuk menyingkat waktu, Dan Kurtz -- mengingatkan kita pada Caligula dalam karya Albert Camus. Ia secara konsekuen mengikuti absurditas perang, bentuk lain kegilaan nasib manusia. Karena perang kejam, ia pun kejam -- justru setelah ia menyelami kekejaman itu sendiri. Suatu hari, demikianlah ia berkisah pada Willard yang akan membunuhnya, ia dan pasukannya memvaksinasi sejumlah anak-anak desa. Begitu tentara AS menyingkir, datang tentara Vietkong. Mereka memotong tangan tiap anak yang divaksinasi, dan mengumpulkan potongan tangan itu di satu tempat. Melihat itu, sesuatu dalam diri Kurtz terguncang putus, Tapi ia jadi tahu begitulah seharusnya perang dilakukan. "Horor", katanya dengan suara berat dalam gelap (efek bunyi kata itu tak terunkapkan dalam bahasa Indonesia), punya wajah . . ." Dan horror, itulah ucapannya terakhir ketika Willard membunuhnya dengan parang. Seperti dengkur. Kurtz, sebagaimana Cafgula, sebenarnya menyiapkan bunuh dirinya yang agung. Willard telah ditunggunya untuk itu. Beberapa jam sebelum terbunuh, ia bergumam membaca sajak The Hollow Men karya T.S. Eliot. Di sana tertulis, meskipun tak terbaca, baris dari novel Joseph Conrad The Heart of Darkness: "Mistah Kurtz -- he dead ". Tapi, tentu saja, kita tak perlu membaca Conrad. Hanya agak disayangkan bahwa kita harus membaca Coppola: di balik kecakapannya dalam mengelola unsur-unsur sinematografi, terutama dalam adegan perang, Coppola masih tetap tergantung kepada banyak kata-kata. Tema yang hendak dirangkum agaknya terlalu besar baginya, hingga kameranya pun tak mencukupi. Dan ternyata juga skenario tak mencukupi. Pelbagai pertanyaan masih belum terjawab, dari yang sepele sampai yang pokok, dan nampaknya ini bukan karena gunting sensur yang cuma memotong film ini 3 menit, Pertanyaan yang sepele misalnya: apa kabar juru potret yang memuja Kurt dalam film ini (dimainkan Dennis Hopper) setelah Willard membunuh? Pertanyaan yang pokok misalnya untuk menolak hipokrisi yang pura-pura tidak buas, haruskah kita menerima kejujuran yang buas? Goenawan Mohamad

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus