Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Buku

Si tua, ajal dan gadis cantik

Penterjemah: asrul sani jakarta: pustaka jaya, 1977 resensi oleh: abdul hadi wm. (bk)

18 Februari 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RUMAH PERAWAN novel Yasunari Kawabata terjemahan Asrul Sani Penerbit: PT Dunia Pustaka Jaya, Jakarta 1977. Gambar kulit: Zaini Tebal: 93 halaman "SEBUAH pikiran aneh datang: kenapa, dari semua hewan, dalam riwayat dunia yang panjang hanya buah dada manusia perempuan yang jadi bagus? Apa bukan demi kejayaan manusia makanya buah dada wanita dibuat b'egitu bagus?" Demikian Kawabata menulis di salah satu bagian dari riovel kecilnya ini. Meskipun detail-detail tubuh perempuan yang merangsang kenikmatan yang diceriterakan olehnya dan bagaimana lelaki tua macam Eguci yang mendekati ajalnya dibangkitkan lagi ke masa mudanya karena tubuh-tubuh ranum itu, na mun Kawabata tidak menyeret pembacanya ke sensualisme murahan atau erotisme vulger. Kawabata tidak ingin mengencangkan syahwat kita sebagaimana ceritera-ceritera porno atau pun liburan. Sebaliknya: Di hadapan Eguci tua tubuh gadis telanjang yang dipulaskan tidurnya sepulas-pulasnya itu membawa pikirannya ke pelbagai soal hidup yang menekan dan meresahkan. Sejumlah kenangan manis di masa mudanya yang takkan kembali lagi, dan ini dirasakan sebagai kehilangan besar, muncul di saat berbaring di sisi tubuh perempuan telanjang. Kenangan itu jadi lebih hidup dari kenyataan yang dialami. Begitu juga sejurnlah percintaannya atau hubungn seksnya. Atau kekhawatiran pada anak-anak gadisnya dulu karena zaman mulai berobah. Dan kepada isteri, serta ibunya sendiri yang meninggal tatkala Eguci masih bocah. Keindahan Langgeng Bahkan, seperti ditulis Kawabata sejak awal dari novelnya ini, "Dalam tubuh seorang gadis muda ada suatu kemurungan yang menimbulkan dalam diri seorang lelaki tua kerinduan pada mati." Sedangkan di bagian lain dia melukiskan bagaimana perasaan Eguci yang getir muncul tatkala ingat bahwa di sekitar dirinya selalu dilahirkan ribuan tubuh-tubuh baru yang indah. Atau dengan kata lain: Keindahan dan kenikmatan duniawi sebenarnya langgeng karena mengalir terus, hanya saja manusia yang menikmatinya yang tak pernah langgeng. Kawabata memang pengarang sensualist. Pemenang hadiah Nobel di tahun 1968 dan mati bunuh diri 1972 ini sudah sejak semula memilih atau bahkan memulai lahirnya neo-sensualisme dalam Sastra Modern Jepang. Setelah penari dari Izu, Seribu Burung Bangau dan Negeri Saljunya inilah romannya yang terbilang hasil terakhir menjelang akhir hayatnya. Negeri Sayu telah diterjemahkan tahun 1972, lewat Bahasa Inggeris, oleh Anas Makruf. Sedangkan Rumah Perawan ini rupa-rupanya merupakan novelnya yang kedua yang diterbitkan dalamBahasa Indonesia, lewat Bahasa Inggeris pula. Dalam novel yang lagi dibicarakan ini Kawabata tidak melulu asyik dengan gerak-gerik pikiran dan gejolak batin tokohnya yang pribadi sifatnya, melainkan secara samar-samar meneeriterakan juga keruntuhan nilai-nilai rohani yang mulai mengancam masyarakat Jepang. Kecintaan pada benda-benda yang berlebihan dan merajalelanya hedonisme material tampaknya lebih menimbulkan rasa hampa yang menekan, yang menyebabkan banyak kalangan atas dan menengah Jepang menghabiskan masa-masa tuanya dengan hiburan-hibulan kosong untuk sekedar melepaskan kejemuanya pada hidup. Kata Kawabata: "Sewaktu mereka berbaring di sebelah gadis-gadis muda yang telanjang yang telah ditidurkan terasa sesuatu yang bukan sekedar ketakutan pada mautyang makin dekat dan kesedihan karena kemudaan yang telah hilang Mungkin juga ada penyesalan dan kerusuhan yang kita temui pada keluarga-keluarga yang berhasil. Mereka tidak memiliki luddha di depan siapa mereka bisa berlutut." Novel yang menarik dan lembut gaya ceriteranya ini bermula dengan kisah kedatangan Eguci tua (67 tahun) ke sebuah rumah rahasia di mana terdapat gadis telanjang yang dipulaskan untuk dinikmati oleh pengunjungnya semalam suntuk dalam batas-batas kesopanan tertentu. Biasanya yang datang ke sana adalah lelaki tua yang sudah tak sanggup lagi melakukan hubungan seks. Eguci datang ke sana didorong rasa ingin tahu. Begitulah berturut-turut sampai empat atau lima kali datang ke sana, seluruh kenangan manisnya muncul, keresahan dan kejemuannya akan hidup silih berganti datang dan akhirnya kenikmatan yang terdapat dalam tubuh gadis telanjang itu mengingatkannya pada ajal yang mulai dekat. Tubuh Ranum Novel ini menarik karena mampu menyingkap rahasia para lelaki tua sampai ke liku-likunya. Rahasia para lelaki yang pada waktu mudanya banyak mengumbar nafsunya pada perempuan. Di samping itu secara simbolik Kawabata melukiskan percumbuan asyik antara lelaki tua dan ajal yang kian dekat, ajal yang dilambangkan dengan tubuh perempuan yang ranum. Dibandingkan dengan terjemahan Anas Makruf atas Negeri Salju, terjemahan Asrul Sani atas Rumah Perawan ini lebih enak dan lancar. Suasana yang ingin disampaikan Kawabata, suasana puitik dengan latar Jepang, alam, kebudayaan dan masyarakatnya, sangat hidup lewat terjemahan Asrul. Dan agaknya plot atau jalan ceritera tidak begitu penting bagi Kawabata, toh ia mampu menghasilkan karya yang cemerlang. Novel ini merupakan kritik halus yang mengharukan dari seorang pengarang yang kecewa dan resah atas per kembangan Jepang yang makin kehilangan nilai-nilai rohani. Kritik yang dilatari perasaan getir, tapi disampaikan dengan bijak dan lembut. Jadinya ia sangat enak dibaca, betapa pun problem yang disajikan Kawabata banyak sekali mengenai lekuk-liku kehidupan kejiwaan manusia yang merasa kehilangan nilai-nilai rohani, sementara jasmani dan benda-benda tidak bisa jadi pegangan yang langgeng. Bukankah kita juga sedang mengalaminya? AHWM

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus