KOTA-KOTA besar di Jawa Barat makin dirayapi judi. Bahkan meluas
sampai ke desa-desa pedalaman. Begitulah yang dapat disaksikan
misalnya di Bandung, Tasikmalaya. Ciamis Bogor, Majalengka,
Indramayu Kuningan dan Cirebon. Berikut kawasan yang ada di
sekitar kota-kota itu.
Barangkali semua itu akibat penduduk yang pernah kecanduan oleh
berbagai bentuk perjudian beberapa waktu lalu. Seperti
erek-erek, casino, toto raga dan toto Koni yang semuanya sudah
dinyatakan terlarang oleh Pemda Jawa Barat. Rasa kecanduan itu
rupanya dimanfaatkan oleh cukong-cukong judi untuk mengisinya
dengan bentuk perjudian baru yang di Cirebon dikenal dengan nama
"buntut anjing." Yaitu nomor akhir dari grey hound (judi balap
anjing) yang ada di Jakarta. Para bandar itu selalu memonitor
nomor-nomor grey hound yang keluar di Jakarta. Dan semuanya
tentu dilakukan secara gelap, karena bentuk judi buntut ini juga
adalah gelap.
Untuk seluruh Jawa Barat, kabarnya setiap malam bandar-bandar
judi gelap itu rata-rata menarik keuntungan sampai Rp 30 juta.
Di kawasan Kabupaten Cirebon misalnya terkenal 4 orang bandar
judi bernama Pao Cu. Cay Eng, Ek Tjiang dan Talem. Mungkin ini
nama-nama samaran. Tapi 3 orang yang pertama banyak dikenal
penduduk dengan sebutan "tiga badut." Entah mengapa disebut
demikian.
Tapi meskipun judi itu tanpa izin alias gelap atau sebenarnya
dilarang, penangkapan-penangkapan terhadap mereka tak
menghentikan permainan ini. Pihak berwajib di Cirebon rmisa}nya
tahu henar para bandar itu pernah menjadikan sebuah hotel di
jalan Kapten Damsur sebagai markas utama. Lalu hotel lain lagi
di Jalan Siliwangi. Akhirnya mereka mengontrak sebuah rumah di
RK VI Tanda Parat Lingkungan Sukapura, dalam Kota Cirebon.
Namun meskipun dalam razia-razia pernah ada di antara
bandar-bandar itu yang tertangkap, akhirnya mereka kembali
beroperasi lagi. Susahnya memang. "cukong-cukong itu punya
bedil, artinya punya beking oknum ABRI," ungkap M. MaliKi, Ketua
RK VI. Coba lihat, tambahnya, setiap hari ada saja baju
seragam yang mampir ke sana.
Dari pihak Pemda setempat, tampaknya juga banyak yang tak mau
berpangku tangan. Walikota Cirebon, Aboeng Koesman, misalnya
pemain memanggil para bandar itu dan memberi peringatan keras
Tapi, kata Aboeng, untuk menjebloskan mereka ke dalam tahanan
harus ada bukti, artinya harus menangkap basah mereka. "Dan
mereka sangat licin untuk itu," tambah sang walikota. Mayor
Polisi Koesnadi, Wa Dan Res 851 Cirebon punya alasan. Lain
"Kalau kita tindak" tutur Koesnadi, "kita takut ada bentrok,
walaupun bukan bentrok fisik, tapi setidak-tidaknya kita jadi
tidak enak."
Koesnadi juga menyebut, "atas inisiait' saya ada konsensus
dengan wartawan," dalam hal judi liar ini. Maksudnya, "kalau
hisa ditelau dan tidak muntah, ya kita makan." Kabarnya,
Koesnadi adalah pula koordinator wartawan Cirebon dalam hal
menerima dana sebesar Rp 00.000 tiap bulan dari bandar judi
bernama Talem Sunan Gunung Jati Perjudian buntut anjing ini
tampaknya sudah cukup menggelisahkan masyarakat di Jawa Barat.
Namun belum juga terlihat tanda-tanda hendak mereda. Kegelisahan
itu begitu membuat getir hati Haji Mohamad Jufri Pirngadi
Sekwilda Kotamadya Cirebon. Sehingga, tutur haji ini kepada Aris
Amiris dari TEMPO, malam Minggu awal bulan ini ia sempat
berkunjung ke Makam Sunall Gunung Jati untuk berdoa sambil
menangis minta agar judi itu hilang. Saya ingin Cirebon
diselamatkan," kata Haji Jufri, "sebab judi ternyata sudah
meluas di kalangan anak-anak muda kota ini."
Dan pada hari Minggu berikutnya, pihak Pemda Kotamadya Cirebon
melakukan razia terhadap tempat bandar-bandar judi itu. Lima
orang ditangkap dan ditahan, semuanya berasal ddri Jakarta.
Barangkali ini pertanda, doa Haji Jufri akan terkabul.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini