Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Presiden B.J. Habibie menaruh minat besar pada seni dan budaya.
Menurut anak dan kawan lamanya, Habibie menggandrungi Mozart, Beethoven, serta Sepasang Mata Bola dan Widuri.
Habibie juga mengoleksi lukisan karya Bagong Kussudiardja, Djoko Pekik, dan lainnya.
NAMA Bacharuddin Jusuf Habibie memang berkonotasi dengan teknologi. Namun presiden ketiga Indonesia itu juga menaruh perhatian besar pada seni dan budaya. Aroma kedua bidang ini tercium kuat saat pengunjung memasuki Wisma Habibie Ainun di Jalan Patra Kuningan XIII, Setiabudi, Jakarta Selatan, yang dibuka untuk umum mulai awal Februari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ilham Habibie, anak sulung B.J. Habibie, mengatakan ayahnya menganggap teknologi sebagai bagian dari kebudayaan. Sebab, Ilham melanjutkan, budaya adalah cara atau filosofi hidup, dan teknologi sebagai alat untuk meningkatkan kualitas hidup. "Maka di sini ada miniatur pesawat," kata Ilham kepada Tempo di Perpustakaan Peradaban di Wisma Habibie Ainun, Senin, 17 Februari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ilham menyatakan hobi ayahnya adalah menikmati musik, membaca karya sastra, dan fotografi. Habibie sangat menggandrungi musik klasik karya Pyotr Ilyich Tchaikovsky, Wolfgang Amadeus Mozart, Ludwig van Beethoven, serta musik jazz besutan George Gershwin.
Untuk lagu Indonesia, Habibie menyukai Sepasang Mata Bola dan Widuri. Lagu pertama diciptakan Ismail Marzuki pada 1946, sementara Widuri dibuat oleh Slamet Adriyadie dan dipopulerkan Bob Tutupoly pada 1970-an. "Kalau diminta menyanyi di depan tamu, biasanya Bapak menyanyikan satu dari dua lagu itu," ujar Ilham, 61 tahun.
Makmur Makka, penulis buku biografi Habibie berjudul Mr. Crack dari Parepare, mengatakan Habibie suka mendengarkan Sepasang Mata Bola sejak kecil. "Katanya, lagu itu membuat dia selalu teringat situasi revolusi sampai merasa bulu romanya berdiri," ucap Makmur kepada Tempo, Jumat, 21 Februari 2025.
Putra sulung presiden ketiga Bacharuddin Jusuf Habibie, Ilham Akbar Habibie seusai bercerita tentang Perpustakaan Peradaban di Wisma Habibie Ainun, Jalan Patra Kuningan XIII, Setiabudi, Jakarta Selatan, 17 Februari 2025. Tempo/Ihsan Reliubun
Rasa seni dalam diri Habibie juga terlihat dari berbagai koleksi lukisan di Wisma Habibie Ainun. Di ruang tamu, terdapat meja berukiran khas Jepara. Ruang ini menghadap pintu masuk Perpustakaan Peradaban. Di dinding ruangan berbaris berbagai lukisan karya Bagong Kussudiardja.
Makmur menyebutkan Habibie pernah mengunjungi pameran lukisan yang diadakan The Habibie Center bertema “Padamu Pejuang”. Acara ini diikuti pelukis Sanggar Bambu dan eks Bumi Tarung, termasuk Djoko Pekik, Amrus Natalsya, Misbach Tamrin, serta Soenarto Prawirohardjono.
Makmur mengatakan Habibie memborong banyak lukisan dalam ekshibisi itu. "Dia tidak bisa dibendung untuk membeli lukisan," ujar Makmur. Padahal sang istri, Ainun, sering mengingatkan bahwa di rumah mereka tak ada lagi tempat memajang lukisan.
Makmur, 80 tahun, mengatakan kecintaan pada seni lukis membuat Habibie pernah meminta Basuki Abdullah mengabadikan dia dan keluarganya. "Lukisan itu dipajang di kediaman Habibie," ucap mantan pemimpin redaksi harian Republika ini.
Makmur dekat dengan Habibie bukan karena keduanya datang dari Parepare. Dia pernah menjadi staf di Kementerian Riset dan Teknologi saat Presiden Soeharto menunjuk Habibie sebagai Menteri Riset dan Teknologi pada 1978. Terakhir, Makmur menjadi staf ahli menteri Habibie bidang informasi pada 1994.
Membicarakan Habibie, kata Makmur, memang tidak bisa dipisahkan dari kesenian. Saat lulus jurusan konstruksi pesawat terbang lulusan Rheinisch-Westfälische Technische Hochschule, Aachen, Jerman Barat, pada 1960-an, Habibie menggelar acara perpisahan. Di tengah kerumunan mahasiswa, Habibie menyanyikan lagu Jambalaya (On the Bayou) besutan Hank Williams. Di panggung, Makmur melanjutkan, Habibie tampil dengan jenaka.
Suasana ruang tamu di Wisma Habibie dan Ainun, Jalan Patra Kuningan XIII, Jakarta, 16 Januari 2025. Antara/Dhemas Reviyanto
Makmur mengatakan Habibie sangat menikmati pertunjukan opera dan konser. Bahkan pengalaman itu ia tuangkan dalam novel Habibie & Ainun pada 2010. Novel ini diangkat menjadi film yang diperankan Reza Rahadian dan Bunga Citra Lestari dua tahun kemudian.
Dalam novel itu, Habibie menuliskan bagaimana ia menikmati pertunjukan opera klasik “Madame Butterfly” hingga “La Boheme” arahan Giacomo Puccini, komponis asal Italia. "Kesannya sangat dalam sekali,” kata Makmur, anggota Dewan Pembina The Habibie Center.
Sejak menjadi menteri, Habibie sangat sibuk. Dia baru meninggalkan kantor selepas pukul 21.00 dan tidak lagi bisa intensif membaca buku. Namun dia selalu menyempatkan memutar karya Beethoven, Mozart, dan lainnya setiap hari sebelum menerima tamu. "Musik klasik menjadi kompensasinya," tutur Makmur. ●
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo