Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Suprabawati tanpa punakawan

Sutradara: s. karjono produksi: krida beksa wirama (jakarta) & workshop tari yogja ikj.

18 Juli 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUPRABAWATI Sutradara: S. Kardjono Produksi: Krida Beksa Wirama (Jakarta) & Workshop Tari Yogya IKJ KERAJAAN Dwarawati geger. Rencana pernikahan Siti Sendari, anak Prabu Kresna, dengan Angkawijaya, anak Arjuna, terganggu. Pengganggunya tak lain Suprabawati -- raja putri Kerajaan Simbarna yang cantik dan sakti. Itulah awal cerita wayang orang ciptaan Sri Sultan Hamengku Buwono VIII. Pekan lalu, 10 & 11 Juli, lakon itu dipentaskan oleh gabungan Krida Beksa Wirama (BKW) Jakarta dan workshop Tari Yogya dari Institut Keseniar Jakaru (IKJ). Suprabawati memang bukan lakon yang berat. Sekedar kisah jatuh cinunva itu ratu kepada Angkawijaya. Juga jatuh cintanya Raja Dasalengkara, adik Supraba, kepada calon istri Angkawijaya. Lewat penanganan S.Kardjono, 40 tahun, sutradaranya, lakon ini menjadi lebih mengalir tanpa dramatik, karena model pementasannya. Kardjono, ialah seorang penari gaya Yogya yang baik itu, rupanya ingin melihat satu percampuran gaya wayang orang tradisi Yogya, wayang kulit, wayang topeng dan ketoprak. Yang tradisi Yogya, yang telah punya model dialog yang khas, juga bloking yang tertentu, tak lagi dipakai seluruhnya. Beberapa tokoh, antara lain Gatutkaca dan Bima, berdialog dengan cara dialog wayang kulit atau wayang orang gaya Surakarta. Juga ada beberapa tokoh yang menembang -- hal yang tak ada pada wayang orang Yogya. Kemudian adegan perang tanding, memang lebih terasa bagaikan adegan perang ketoprak: lebih menekankan serunya perkelahian sebagai ganti indahnya gerak. Toh, perpaduan beragam gaya itu tak menghasilkan satu pementasan dengan gaya utuh, yang bisa terasa baru. Dengan jelas bisa dibedakan mana adegan yang masih menggunakan dialog wayang gaya Yogya, mana yang bergaya wayang kulit. Terkesan kemudian bagai menonton fragmen beberapa gaya wayang. Bahkan cara itu menghilangkan suspens. Memang ada sebab yang lain. Kardjono, sebagaimana ketika mementaskan Ranggalawe dua tahun lalu memang tak mendekati wayang orang dengan referensi teater modern. Ia tak mencoba mencari esensi wayang orang gaya. Yogya. Dan menggabung esensi berbagai gaya. Yang dilakukannya sekedar mencopot satu unsur dari Yogya dari wayang kulit, dari ketoprak, lantas menggabungkannya. Dan cerita pun tersampaikan. Jadinya bukan sesuatu yang perlu direnungkan, bahwa Suprabawati (Trusti Muljono) dan Gatutkaca (Kardjono) sampai bertanding. Dan bahwa Gatutkaca, benteng Pandawa itu, akhirnya mundur dari laga bukan karena kalah tapi karena sayang pada putri jelita. Pementasan yang melibatkan sekitar 45 penari ini, sebagian besar didukung perempuan. Lakon Suprabawati memang membutuhkan banyak perempuan -- dan kebetulan anggota KBW dan workshop IKJ pun sebagian besar mereka. Itulah pula mengapa dipilih lakon tersebut. Dan kelemahan utama pementasan justru di situ. Sebagian besar mereka belum benar-benar menguasai seni gerak. Belum ada greget. Kecuali Gatutkaca yang diperankan Kardjono sendiri, tentu. Atau Bima, yang dibawakan penari kawakan dari Yogya, Wishnu Wardhana. Walhasil, adegan-adegan yang sesungguhnya untuk memamerkan kebolehan tari terasa menjalar dengan lambat amat membosankan. Bagian-bagian itu, sepertinya diambil-alih dari wayang topeng, menjadi buyar. Inilah tontonan yang jadinya memerlukan kesabaran. Apalagi Kardjono tak memasukkan punakawan -- yang dalam wayang kulit berfungsi sebagai penyegar. Bambang Bujono

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus