Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Surat yang Tak Pernah Terkirim

Film suram dengan dialog berbahasa Jepang. Mengungkap sisi paling manusiawi para serdadu Jepang di pengujung Perang Dunia II.

5 Maret 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Letters from Iwo Jima Sutradara: Clint Eastwood Penulis skenario: Iris Yamashita Pemain: Ken Watanabe, Kazunari Ninomiya, Tsuyoshi Ihara Produksi: Warner Bros

Sang komandan mengepulkan asap rokoknya. Matanya tajam menatap ke dinding gua yang berkerut-kerut. Ia baru saja memberi perintah kepada unit kecil di bawahnya untuk bunuh diri.

Mereka berlima berdiri dalam lingkaran kecil. Satu per satu menjalani ritual itu: menggigit, melepaskan picu granat, seraya menempelkan benda itu di atas kepala yang bertopi waja. Ledakan mengguncang, tapi itu lantas menjadi tidak penting. Yang meledak di benak para serdadu itu lebih mengoyak. Giliran kelima jatuh pada seorang serdadu; tubuhnya agak gemuk, tangan kirinya memegang potret keluarganya. Napasnya memburu, air matanya bercucuran. Ia mengucapkan sesuatu yang parau dan mungkin juga bukan kata-kata sebelum akhirnya ia mencabut picu de_ngan tangan kanannya.

Jiwa lebih mulia daripada tubuh, dan segalanya mesti berakhir pada satu titik: ibu pertiwi. Sekalipun tanpa bayangan tentang nirwana yang menunggu di balik kematian itu.

Letters from Iwo Jima adalah film yang menyidik—lebih tepatnya menggali—yang bersembunyi dalam pikiran para serdadu itu. Para serdadu Jepang yang mustahil melepaskan diri dari dua hal yang menjepit mereka di medan terakhir Perang Dunia II, Iwo Jima: kalah dan mati. Sebuah film yang mencoba menangkap apa yang selama ini luput dari eksplorasi film-film perang lainnya, termasuk Saving Private Ryan-nya Steven Spielberg. Clint Eastwood, sutradara Letters from Iwo Jima, mengawali semua ini dengan penemuan bongkahan surat-surat para serdadu Jepang yang tidak pernah terkirim di kedalaman gua terowongan Iwo Jima.

Rekonstruksi terjadi dan Eastwood bukan hanya menemukan sejarah abad ke-20. Satu per satu muncullah karakter manusia. Aneka karakter yang pada akhirnya menunjukkan bahwa serdadu Jepang bukanlah spesies homogen yang akan berteriak Tenno Heika Banzai! sebelum kematiannnya. Ada Jenderal Tadamichi Kuribayashi, pucuk komando tertinggi—dimainkan Ken Wa-tanabe yang tetap mengesankan. Kemudian, Baron Nishi, atlet berkuda kebanggaan Jepang—diperankan dengan baik oleh aktor Tsuyoshi Ihara. Satu lagi, Saigo yang luar biasa, juru masak tentara Jepang yang diperankan Kazunari Ninomiya.

Letters from Iwo Jima memperlihatkan Saigo, sosok yang seolah dijentikkan oleh tangan Negara ke dalam lubang tanpa masa depan, Iwo Jima. Saigo skeptis terhadap segalanya. Ia beranggapan sebaiknya Iwo Jima diberikan saja kepada Amerika. Gratis. Toh, pulau itu tak punya sesuatu yang pantas dipertahankan. Saigo, dalam malam-malam yang panas di gua persembunyian pasukan Jepang, menulis surat untuk putranya yang telah lahir tapi belum pernah dilihatnya. Obsesinya tunggal: pulang ke rumah, hidup tenteram bersama istri dan anaknya.

Namun, sejarah yang sedang pasang itu tentu saja tidak terlalu hirau dengan individu-individu seperti Saigo, Kuribayashi, Nishi, dan ribuan serdadu Jepang lainnya di satu pihak, dan serdadu Amerika yang jumlahnya lima kali lipat di pihak lain. Eastwood tidak langsung menunjukkan betapa absurdnya perang itu. Ia menghindari cara-cara pengungkapan verbal. Kameranya tak menyorot pemandangan horor setelah adegan bunuh diri di atas. Ia berbicara melalui bahasanya: musik yang hampir selalu lirih, warna yang mendekati monokrom, nyaris hitam-putih. Tak ada yang cerah dalam perang itu.

Clint Eastwood kini 76 tahun. Rambutnya telah putih, ia telah berjalan jauh. Dalam Flags of Our Fathers, ”kembaran” film ini, ia memperlihatkan betapa epos berpijak di atas suatu manipulasi sejarah Amerika. Dalam Letters from Iwo Jima, ia membuat pernyataan moral tanpa menyatakannya jelas-jelas.

Idrus F. Shahab

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus