Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Tadashi Suzuki, Dionysus, dan Prambanan

Tadashi Suzuki, sutradara teater legendaris dunia, menggembleng para aktor Indonesia di Prambanan. Persiapan pentas Dionysus pada Oktober 2018.

29 Oktober 2017 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Tadashi Suzuki, Dionysus, dan Prambanan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PARA pendeta itu membentuk lingkaran mengepung Pentheus. Mereka berjalan mengelilingi Pentheus sembari menggenggam tongkat. Mata Pentheus menatap satu per satu wajah mereka. Langkah pendeta berputar makin cepat. Sampai setengah berlari bagai gasing. Kemudian tiba-tiba berhenti dan satu per satu mendekati Pentheus. Dengan gerak "slow motion", mereka mengayunkan tongkat masing-masing. Ada yang "menusuk", "menebas", "memotong".

Tadashi Suzuki, 78 tahun, tampak cermat mengamati latihan para aktor Indonesia yang berlangsung di panggung indoor Trimurti Prambanan, Yogyakarta, 25 Oktober lalu. Adegan pembunuhan penguasa Thebes, Pentheus, oleh para pengikut agama baru Dionysus itu merupakan adegan penting pertunjukan Dionysus yang bakal dipentaskannya. Meskipun latihan itu masih latihan kasar dan belum memakai kostum, Suzuki sudah sangat memperhatikan timing berputar para pendeta. Jarak antara satu aktor dan aktor lain harus pas sehingga adegan pembunuhan berlangsung kuat.

Ia tiba-tiba kemudian berdiri dan memeragakan bagaimana mengayunkan pedang samurai. Suzuki membawa sarung pedang samurai. Dan, sssrahhh..., ia mencontohkan bagaimana menebas leher. Di usianya yang sepuh, ia tampak masih ekspresif dan bertenaga. "Ingat, tongkat itu senjata untuk membunuh. Kalian memerankan para pengikut agama yang siap berperang."

Tadashi Suzuki adalah nama raksasa dalam jagat teater dunia. Richard Schechner, dramawan eksperimen Amerika, dalam editorialnya pada 2000 di jurnal teater terkemuka, Drama Review, memasukkan Suzuki bersama Grotowski, Robert Wilson, Peter Brook, Laurie Anderson, dan Eugenio Barba sebagai orang-orang yang melakukan pergulatan mencari masa depan teater kontemporer. Suzuki dikenal memiliki pendekatan sistem keaktoran yang bertumpu pada kekuatan kaki. Kaki adalah soko guru teater. Ia mengembangkan berbagai teknik cara berjalan yang mampu memperkokoh kaki. Ia mengembangkan sebuah sistem pelatihan keras the grammar of the feet. Pikiran-pikirannya tentang teater terhimpun dalam dua buku, The Way of Acting dan Culture is The Body.

Mulanya Suzuki memperkenalkan sistem tersebut di kelompok teaternya, Waseda Shogekijo, di Waseda University, Tokyo. Pada 1976, ia membawa semua anggota teaternya bermukim di sebuah desa terpencil di Pegunungan Toga di daerah Toyama. Jauh dari perkotaan, di situ ia menggembleng aktor-aktornya. Ia mendirikan Suzuki Company of Toga (SCOT). Ia membangun tempat pertunjukan indoor dan outdoor. Sampai sekarang, ia bersama murid-muridnya tinggal di situ. Hampir tiap tahun aktor-aktor dari seluruh dunia datang ke Toga berusaha mempelajari sistemnya. Siapa pun yang disutradarai Suzuki harus lebih dulu menjalani karantina yang bisa berbulan-bulan di situ.

Baru pertama kali ini Tadashi Suzuki berkolaborasi dengan aktor-aktor Indonesia. Kedatangannya ke Yogyakarta merupakan bagian dari proses panjang bersama produser Restu Imansari Kusumaningrum dari Bali Purnati untuk memproduksi karya lamanya, Dionysus. Dionysus adalah naskah Euripides, dramawan Yunani kuno. Suzuki dan Restu berniat mementaskan Dionysus "versi Indonesia" ini pada Agustus 2018 di Toga dan Oktober 2018 di Prambanan. Aktor SCOT yang terlibat hanya dua orang, yaitu Tian Chong dari Cina dan Chieko Naito.

"Saya memilih Dionysus karena aktual temanya," ujar Restu. Pada 2004, Restu berkolaborasi dengan Robert Wilson, dramawan Amerika, mementaskan I La Galigo, yang semua aktornya dari Indonesia. Tapi proses kolaborasi Dionysus agaknya lebih rumit dibanding I La Galigo. Sebab, latihan I La Galigo hanya dilakukan di Bali, sedangkan proses Dionysus mengharuskan para aktor Indonesia ditempa di Toga.

Proses Dionysus diawali audisi pada Juni 2016 di sanggar Teater Populer Jakarta. Yang mendaftar ada puluhan aktor dari Jakarta, Bandung, Makassar, dan Yogyakarta. Suzuki mengirim manajer dan aktor-instruktur senior SCOT, Yoshie Shigemasa dan Yoichi Takemori, untuk menyeleksi. Mereka pun memilih 16 aktor, di antaranya Jamaludin Latif dan Ari Dwianto, jebolan Teater Garasi; Anwari, aktor dari Madura; Sugiyanti Arini dari Teater Payung Hitam; serta Siti Dexara Hachika, lulusan jurusan teater Institut Seni Indonesia Yogyakarta.

Pada Agustus-September 2017, mereka digembleng aktor SCOT, Yoichi Takemori, Haruka Kiyama, dan Michitomo Shiohara, di Toga selama sebulan. Mereka belajar sistem latihan dasar Suzuki. Lebih dari 12 teknik berjalan dan keseimbangan diajarkan. Stamina fisik mereka betul-betul digodok. Mereka diberi kesempatan untuk menonton Dionysus versi lama Suzuki, yang dialognya berbahasa Cina dan Jepang. Juga latihan Electra dan Trojan Woman karya Euripides yang akan dimainkan Suzuki di Cina. Pada Desember 2017, bertempat di Bali Purnati, Ubud, mereka disaring sekali lagi oleh Takemori.

Dari Bali, jumlah aktor menyusut menjadi 13 orang. Pada 19 April-7 Mei, mereka yang lolos ini menjalani karantina babak kedua di Toga. Sebelum berangkat ke Toga, mereka mempersiapkan diri berlatih di Parung, Indonesia. Selama April di Toga itu, tim SCOT juga menyeleksi desainer yang diajukan Restu Imansari. Terpilihlah desainer muda, Auguste Soesastro. Pada Juni, Auguste menonton pertunjukan Dionysus di Beijing. "Saya menginginkan kostum dari desainer Indonesia," ucap Restu.

Yang berani, Restu menginginkan semua aktor Indonesia dalam Dionysus berbicara dalam bahasa daerah masing-masing. "Pementasan Suzuki sering multibahasa. Merupakan hal yang menarik kalau kita menampilkan kekayaan bahasa daerah kita," ujar Restu. Dalam penggemblengan kedua, para aktor sudah siap dengan hafalan bahasa daerah. Ada delapan bahasa: bahasa Jawa Krama, Jawa Brebes, Jawa Tegal, Sunda, Bengkulu Rejang, Batak Toba, Madura, dan Manado. Jamaludin Latif, pemeran Cadmus, misalnya, menggunakan bahasa Jawa Krama.

Proses penerjemahan bahasa ini juga menarik. Naskah Dionysus belum pernah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia. Sejak Rendra memanggungkan Oedipus Rex karya Sophocles, tragedi Yunani dikenal di sini. Tapi Dionysus belum pernah dilirik. Padahal ini naskah penting. Rene Girad, filsuf Prancis, dalam buku Violence and Sacred menganggap naskah ini penting karena satu-satunya naskah drama Yunani lama yang membicarakan Dionysus, dewa yang namanya resmi menjadi nama festival di Athena kuno, dan ritual-ritualnya.

Inti kisah Dionysus adalah Dionysus yang kembali ke Thebes membawa agama baru dengan ia sebagai Tuhannya. Para perempuan di Kota Thebes terhipnotis olehnya. Pentheus, sang raja, menolak agama itu. Ia pun dibunuh para pendeta Dionysus. Mayatnya dicabik-cabik dan penggalan kepalanya dibawa ibunya sendiri, Agave, yang menganggap itu kepala singa. Mula-mula tim Restu menerjemahkan Dionysus dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia. Lalu para aktor mentransliterasikan ke bahasa daerah masing-masing. Selanjutnya, tim Restu menyerahkan terjemahan ke balai bahasa. Balai bahasa memperbaiki terjemahan para aktor.

"Waspadakna. Sawangen. Apa isih kaya singa?" ujar Jamal, yang memerankan Cadmus, dalam bahasa Jawa Krama menghardik Agave. Bagian yang paling problematik adalah kor para pendeta. Kor ditentukan menggunakan bahasa Batak Toba-karena terasa magis-sementara para aktor yang memerankan pendeta sama sekali tak ada yang dari Batak. "Saya mulanya susah menghafal bahasa Batak. Tapi akhirnya bisa," ucap Anwari. Tim sampai mengirim penutur asli Batak Toba untuk melatih intonasi, pemotongan suku kata, serta tinggi-rendah tekanan ucapan agar bisa tepat makna.

l l l

Selama empat hari di Yogyakarta menangani langsung para aktor Indonesia, Tadashi Suzuki terlihat sama sekali tidak memperlunak tensi latihan. Ia sama kerasnya dengan saat menangani murid-muridnya di Toga. "Sesuaikan nada kalimat dengan nada kata-kata akhir Tian Chong. Ini akan jadi musik kata-kata. Musik kata yang enak didengar. Jangan fokus ke kata sendiri," ujarnya kepada Jamal agar bahasa Jawa yang diucapkan selalu bisa selaras dengan bahasa Cina pemeran Pentheus, Tian Chong.

Ia tak segan membetulkan langsung posisi tubuh aktor. Tatkala adegan suara dari para pemeran Bacchae-wanita pengikut Dionysus-dianggapnya lemah, ia menyuruh para aktor perempuan "menungging" seperti anjing. Melalui penerjemah, ia meminta meneriakkan "hah". "Keluarin semua udaranya. Seperti anjing," teriaknya. Menurut Bambang Prihadi, koordinator latihan yang juga pernah ditempa di SCOT, teknik bernapas Suzuki dari lubang anus sampai bawah pusar. "Napas ditarik, keluar langsung di mulut. Tidak boleh ada halangan di dada atau di leher." Suzuki juga berulang kali menekankan kepada para pemain Bacchae harus terlihat keagresifannya. "Ini bukan ekspresi tari. Harus ada energi yang seolah-olah disampaikan ke lawan saat berjalan. Ini peperangan. Tuhan ada di depan. Kalian mengikuti."

Jamal betul-betul "dihajar" habis oleh Suzuki. Ia meminta Jamal melakukan gerakan menebaskan pedang samurai sembari mengucapkan dialog dengan cara berubah-ubah posisi. Dari posisi jongkok jinjit, berdiri separuh, sampai berdiri satu kaki. Semua posisi sulit ini harus dilakukan dengan ketukan cepat. Suzuki tak segan-segan menjejakkan kakinya ke bokong Jamal untuk mengetes kuda-kuda. Ia juga berkali-kali menusukkan tongkat ke bawah pusar Jamal agar napas dan suara Jamal keluar matang.

Harus diakui fisik Jamal luar biasa. Suara Jamal sama sekali tidak putus atau napasnya terengah-engah. Betapapun demikian, Suzuki menganggap hal itu masih harus ditingkatkan. "Masa lalu Cadmus itu pembunuh. Kalau cara menebas Anda masih lemah, itu belum bisa dikatakan Anda bisa membunuh," teriaknya. Kepada Jamal, ia juga mengatakan, "Tubuh Anda sudah membaik, tapi Anda harus terus bertarung dengan diri sendiri. Selama ini Anda belum bertarung dengan diri sendiri."

Tadashi Suzuki tampak merasa cocok Dionysus bakal disajikan di panggung terbuka Prambanan. "Dionysus adalah pertunjukan teater tentang keagamaan," ucapnya. Pekan lalu itu juga Midori Takada, komponis SCOT, menjajal rekaman musik barunya untuk pementasan Dionysus. Musik barunya akan diwarnai bunyi rebana Aceh dan gamelan Bali. Takada, yang belajar musik di Prancis dan kemudian sempat berlatih gamelan di Peliatan, Bali, mengatakan, "Ini menjadi New Dionysus."

Pada Maret dan Juli-Agustus tahun depan, para aktor kembali menjalani karantina di Toga. Di desa itu, saat salju turun, atap-atap seluruh "padepokan" SCOT akan tertutup salju. Sungai membeku. Sunyi. Pada tahap terakhir, Suzuki pasti akan makin turun tangan. World Premiere akan berlangsung pada September di Toga, kemudian Oktober di Prambanan.

Seno Joko Suyono

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus