Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Tak ada hubungan diplomatik

Jumlah komposisi lagu populer pada festival lagu populer ke-vi/1978 merosot. masyarakat tidak diikutsertakan lagi dalam penilaian. para juri berhasil memilih 6 buah lagu finalis.(ms)

30 September 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ENTAH apa sebabnya jumlah komposisi lagu populer yang masuk ke meja panitia tahun ini merosot. Kalau tahun kemarin pengikut mencapai 200, dalam Festival Lagu Populer VI/78 ini hanya masuk 90 buah komposisi. "Mungkin para komposernya sedang sibuk," tukas Paul Hutabarat, ketua panitia. Setelah terombang-ambing mencari jalan penjurian yang paling adil, panitia kini menentukan kebijaksanaannya tidak mengikutkan lagi masyarakat dalam penilaian. Rupanya masyarakat yang dipercayai sebagai juri bukannya membawa kejernihan, malahan hanya bikin repot dan memancing isyu-isyu yang bikin pusing. Maka diam-diam bergeraklah sejumlah musisi yang ditunjuk sebagai juri mengadakan penyaringan. Mus Mualim Setelah main kocok, para juri berhasil memilih 6 buah lagu yang diangkat sebagai finalis. Lagu-lagu tersebut adalah Bahana Perdamaian (Baskoro), Waktu (sagio Mangkuwiduro), Harmoni Kehidupan (Ully Sigar), Akhir Balada (Ully Sigar), Hidup Manusia (Bagio Mangkuwiduro) dan Berkesan Namun Hampa (Mamad Rohan Amir). Dalam babak final pemilihan penyanyi pop, 5 finalis memilih lagu Bahana Perdamaian, 4 Waktu sedang hanya Zwesty yang memilih Harmoni. Sementara itu dengan bantuan beberapa orang penyanyi non-festival, lagu-lagu finalis ini masuk ke dalam kaset lewat PT Yukawi. Lalu apa kata Mus Mualim, salah seorang juri yang ikut menilai? "Yah, baik dalam kwalitas maupun kwantitas tahun ini memang menurun, katanya. "Hanya saja saya catat lirik rata-rata peserta agak puitis. Tapi sayang kebanyakan berirama hustle. Ini terang sepihak dong, masak hampir semuanya hustle." Mus tidak mau meramal, namun demikian dapat diperkirakan Bahana Perdamaian dan Waktu akan unggul. Penilaian Mus sebagai seorang ahli mungkin tidak banyak bedanya dengan penilaian para penonton. Dibanding lagu pemenang sebelumnya seperti lenjana (Guruh), terasa finalis tahun ini encer. Sedang dibanding lagu pemenang macam Cinta (Titiek Puspa) lagu-lagu finalis tersebut kurang atraktif. sahkan kalau tidak terlalu kurang ajar, dibanding lagu-lagu remaja tercantik pilihan Prambors tahun ini, para finalis terasa tidak segar. Tapi karena memang demikian adanya, mau apa? Berbeda dengan pemenang penyanyi terbaik, pemenang lagu masih akan melanjutkan tradisi Tokyo sebagai target. Seperti tahun lalu, sebuah lagu akan dikirim ke Tokyo dengan membawa penyanyi yang ditunjuk komponisnya. Paul Hutabarat menyatakan, kalau toh festival ini masih merupakan promosi untuk Yamaha Music yang mensponsori pemaketannya ke Tokyo, itu bukan urusannya. "Yang penting festival ini bisa menggalakkan kreativitas para pencipta lagu," ujarnya dengan tenang. Jadi kalau suka boleh ikut, tidak suka kenapa ikut. "Antara festival penyanyi pop Indonesia dengan festival lagu pop Indonesia tidak ada hubungan diplomatik. Yang tinggal hanya hubungan kebudayaan," kata Paul.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus