Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Tak Hanya Yuni, 5 Film Ini Pernah Mewakili Indonesia di Piala Oscar

Film Yuni terpilih mewakili Indonesia di ajang Piala Oscar 2022. Berikut ini lima film yang pernah mewakili Indonesia di Piala Oscar.

16 Oktober 2021 | 19.19 WIB

Film Yuni tayang perdana dan berkompetisi di Festival Film Toronto. Foto: Fourcolours Films.
Perbesar
Film Yuni tayang perdana dan berkompetisi di Festival Film Toronto. Foto: Fourcolours Films.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Film Yuni besutan sutradara Kamila Andini terpilih mewakili Indonesia di ajang Piala Oscar 2022. Film dengan pemeran utama Arawinda Kirana itu bertarung untuk kategori The International Feature Film Award. Kabar baik ini diumumkan oleh Komite Seleksi Oscar Indonesia atau The Indonesian Oscar Selection Committe pada Jumat, 15 Oktober 2021.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film ini mengangkat isu kolot patriarki, religi, perempuan, dunia kerja, serta isu pendidikan. Yuni, seorang gadis remaja cerdas yang punya impian besar untuk berkuliah. Ia menolak lamaran 2 pria. Penolakan Yuni mendatangkan gosip soal mitos yang mana bila perempuan menolak 3 lamaran, maka ia tak akan pernah menikah. Lamaran ketiga datang, di situlah Yuni merasakan tekanan luar biasa. Ia bimbang, harus memercayai mitos atau tetap mengejar impiannya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Melajunya film Indonesia ke ajang Piala Oscar bukan pertama kali. Ada sejumlah film lain yang juga bertanding di Piala Oscar. Apa saja 5 film Indonesia yang pernah mewakili Indonesia dalam Piala Oscar?

1. Perempuan Tanah Jahanam (2019)

Film yang disutradarai oleh Joko Anwar ini juga pernah mewakili Indonesia di Piala Oscar. Perempuan Tanah Jahanam bercerita tentang seorang wanita bernama Maya yang diperankan oleh Tara Basro. Orang tuanya meninggalkan warisan berupa sebuah rumah di desa.

Perjalanannya dimulai bersama sahabatnya Marissa Anita yang berperan sebagai Dini. Desa tersebut sudah lama terkena kutukan dan keduanya tak menyadari bahwa penduduk desa itu ingin menemukan dan membunuh Maya untuk menghilangkan kutukan yang mengahantui selama bertahun-tahun lamanya.

2. Kucumbu Tubuh Indahku (2019)

Film Kucumbu Tubuh Indahku ini sempat menuai kontroversi di tanah air. Film besutan sutradara Garin Nugroho ini dikirim mewakili Indonesia dalam ajang Oscar ke-92. Delapan penghargaan disabet oleh film ini.

Film ini bercerita kisah penari Lengger Lanang yang menjadi gemblak seorang warok dalam tradisi penari Reog.

Garin Nuhroho terinspirasi dari pengalaman hidup Rianto. Ia seorang penari Lengger yang berasal dari Banyumas. Rianto mendirikan perusahaan tari Jawa klasik Bernama Dewandaru Dance Company di negeri Sakura Jepang.

5. Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak (2017)

Film karya sutradara perempuan Mouly Surya ini berhasil dikirim ke ajang Academy Award atau Piala Oscar ke-91.

Film ini bercerita seorang janda bernama Marlina yang diperankan oleh Marsha Timothy. Ia tinggal di perbukitan Sumba hanya seorang diri.

Suatu kali, sekelompok perampok datang dan berniat merampas harta Marlina. Namun, mereka memerkosa Marlina. Marlina perempuan tangguh, ia menyusun rencana. Marlina berhasil mencari keadilan bagi dirinya dan membuh penjahat yang mendatanginya.

4. Turah (2016)

Film Turah juga pernah mewakili Indonesia dalam ajang Piala Oscar. Disutradarai oleh Wicaksono Wisnu Legowo, film ini mengangkat permasalahan sosial masyarakat di Kampung Tirang, Tegal yang terpencil dan miskin. Mereka hidup terisolasi.

Kerasnya perjuangan hidup membuat masyarakat kampung itu merasa pesimis dan penuh rasa takut. Diperparah pula dengan hadirnya juragan kaya bernama Darso beserta antek-anteknya yang kian membuat masyarakat kampung tersebut bermental kerdil.

5. Surat dari Praha (2016)

Surat dari Praha merupakan karya dari sutradara Angga Dwimas Sasongko. Film ini dibintangi oleh aktor kenamaan seperti Julie Estelle, Tio Pakusadewo, Widyawati, juga Rio Dewanto. Film ini terinspirasi dari kehidupan pelajar Indonesia di Praha yang tak bisa pulang ke tanah air akibat perubahan situasi politik Indonesia pasca Gerakan 30 September. Tepatnya pada tahun 1966.

ANNISA FEBIOLA


Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus