Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsitektur

Taman-taman Bertema dan Kesadaran Bersama

Ridwan Kamil tidak hanya membangun taman-taman bertema. Ia juga menggugah kesadaran warga Bandung untuk memperbaiki kota mereka.

5 Januari 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ratusan orang berkumpul di lapangan rumput sintetis Alun-alun Bandung. Rabu pagi, 31 Desember 2014, lahan seluas 22 ribu meter persegi yang bersebelahan dengan Masjid Raya Bandung tersebut diresmikan Wali Kota Bandung Ridwan Kamil, 43 tahun. Dengan tampilan baru, alun-alun didominasi hamparan lapangan hijau seluas 4.000 meter persegi yang dikelilingi taman bunga empat warna, bangku-bangku semen, tempat bermain anak-anak, serta pucuk-pucuk pohon kurma dan palem. "Alun-alun Bandung ini jadi kebanggaan kedua setelah Persib juara (Liga Super Indonesia)," kata Emil—sapaan Ridwan Kamil—saat berpidato.

Alun-alun hanyalah salah satu ruang publik yang ditata atau dibangun baru. Sejak dilantik menjadi Wali Kota Bandung pada September 2013, wali kota yang juga arsitek lulusan Institut Teknologi Bandung itu gencar memoles taman-taman kota. Beberapa taman dibangun atau ditata ulang dengan tema tertentu, seperti Taman Musik Centrum di Jalan Belitung serta Taman Pasupati, skatepark, dan Taman Film, yang semuanya berlokasi di lembah Balubur, kolong jalan layang Pasteur-Surapati (Pasupati).

Taman Pasupati atau Taman Jomblo berada di samping pusat belanja Balubur Town Square. Di tempat ini, taman tak identik dengan aneka tanaman. Taman yang berlantai paving block ini tandus. Hal ini dipilih karena tanaman tak mudah tumbuh di kolong jalan layang, yang tak tersiram sinar matahari.

Area seluas sekitar 400 meter persegi itu diisi 42 kubus semen setinggi paha dan pinggang berwarna putih, hijau, dan biru. Kubus semen itu bisa dipakai untuk duduk, tempat memajang karya, atau buat kegiatan seni pertunjukan. Karena setiap kubus hanya muat diduduki satu orang, taman ini lebih dikenal sebagai Taman Jomblo. Tapi tentu bukan hanya jomblo yang datang. Tiap Sabtu malam, lokasi ini ramai oleh orang berusia remaja hingga dewasa yang datang berkelompok atau berpasangan.

Turun ke bawah sekitar 20 langkah, sekelompok lelaki muda asyik bermain skateboard. Skatepark seluas 400 meter persegi itu pembuatannya sepaket dengan Taman Jomblo dari anggaran Kota Bandung sebesar Rp 400 juta. Peresmiannya 4 Januari tahun lalu. Di dekat skatepark itu ada toilet umum berbayar yang baru dibangun. "Toiletnya perlu ditambah di setiap taman," ucap Nani Darlina, warga setempat.

Kolong jalan layang di wilayah Balubur ini merupakan lembah dengan pilar-pilar beton yang dihiasi mural karya Iwenk, lulusan Seni Rupa ITB. Dari skatepark turun lagi ke bawah, terdapat Taman Film. Ketika malam, lokasi ini lebih terang daripada dua lokasi bermain di atasnya. Selain dari sorot lampu dari bagian atas pilar beton jalan layang, pengunjung diterpa cahaya layar videotron berukuran 4 x 8 meter.

Tempat menonton bareng yang diresmikan 19 September tahun lalu itu dibangun dengan dana Rp 1 miliar dari bantuan sosial perusahaan swasta. Untuk sementara ini pemerintah kota dan perusahaan pemberi hibah sepakat hanya memutar tayangan program televisi berbayar. Itu pun bukan film cerita, melainkan tayangan mendidik dan aman untuk semua kalangan. Misalnya tayangan National Geographic, BBC Knowledge, dan Animal Planet serta film kartun. Menurut Kepala Dinas Pemakaman dan Pertamanan Kota Bandung Arif Prasetya, Taman Film gagasan Ridwan Kamil seluas 700 meter persegi dirancang seperti amphitheatre.

Kompleks area berkumpul dan bermain itu di ujungnya terisi oleh lapangan futsal. Tempat itu dikelola penduduk setempat dengan tarif sewa lapangan per jam sebesar Rp 100 ribu saat siang dan Rp 150 ribu ketika malam. Menurut Arif, masih panjang kolong jalan layang Pasupati yang bisa dijadikan lokasi serupa. Namun sementara ini cukup empat arena itu dulu.

Apa yang dilakukan Emil ini mendapat pujian dari sejumlah arsitek. "Di Bandung kini banyak kebiasaan baru yang positif tentang taman tematik, pengolahan sampah, juga perparkiran," ujar arsitek Andra Matin. "Emil membuat kesadaran kolektif tentang Kota Bandung melalui media sosial sehingga warga turut berpartisipasi membangun kotanya."

Arsitek lain, Budi Pradono, menganggap Emil punya potensi untuk lebih baik. "Emil memang memiliki latar belakang urban design, jadi seharusnya memang malu kalau kotanya enggak keren," kata Budi. "Yang dia lakukan di antaranya menetapkan aturan rooftop harus hijau dan pembuatan taman tematik. Tapi, untuk orang sekaliber Emil, apa yang dia lakukan tidak sebanding dengan potensinya. Seharusnya lebih heboh dan gila."

Emil menyadari kekurangan itu dan dia memang punya banyak rencana di masa mendatang. "Tahun depan masih terus berlanjut karena di Bandung ada lebih dari 400 ruang terbuka dari skala kecil sampai besar," ujarnya. Menurut Emil, dalam lima tahun sebagai wali kota, ia ingin menyeimbangkan pelayanan dasar, seperti pendidikan dan kesehatan; mewujudkan kota pintar (smart city); menata pasar; serta membuat nyaman warga Bandung. "Pada 2015 ini kami akan lebih sibuk dengan tahun prima layanan publik," katanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus