Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Tambang-tambang Androgini

Sebuah tari dari Prancis di Gedung Kesenian Jakarta menggunakan tambang bergantungan. Dengannya para penari menampilkan imaji campuran tubuh maskulin dan feminin.

17 November 2008 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PANGGUNG gelap. Namun suara percakapan dalam bahasa Prancis riuh-rendah membahana. Setelah hening sejenak, panggung pun mulai terang. Seutas tambang menjuntai dari atas. Seorang pemuda berkulit gelap masuk ke panggung. Ia meraih tambang itu dan berayun.

Sejurus kemudian dua utas tambang lain terjatuh di panggung. Dua pria lain pun masuk. Dan mereka bertiga menari bersama tali. Mereka bukan penari trapis tentu. Tapi Anda bisa melihat mereka menguasai teknik akrobat. Musik disko berdentam-dentam. Seorang pemuda lain ikut bergabung di atas panggung. Keempat pemuda ini berbagi tali seperti berbagi kehidupan.

Kamis dua pekan lalu, Gedung Kesenian Jakarta dipadati penonton. Pertunjukan yang menjadi magnet kali ini bertajuk Fiuk. Ini adalah karya Frenak, koreografer kelahiran Hungaria yang bermukim di Paris. Fiuk berasal dari bahasa Hungaria yang berarti: pemuda.

Keempat pemuda itu tampil dalam kostum minimalis. Tiga di antaranya bertelanjang dada. Sikap-sikap tubuh penuh ekspresi maskulin mendominasi awal adegan. Namun Frenak bukan menyajikan sebuah ekshibisi binaragawan. Koreografinya justru ingin menampilkan paradoks-paradoks tubuh laki-laki. Tali pun dapat berubah fungsi menjadi tiang di panggung striptease. Pada saat itu para pemuda tersebut tampil bak full monty alias penari striptease laki-laki.

Frenak pintar mempermainkan imaji kelelakian. Tiba-tiba seorang penari kemudian memperagakan lenggak-lenggok ala catwalk dalam balutan gaun putih. Sementara itu, penari lain memperagakan boneka balerina di atas kotak musik. Apa yang ingin disampaikan Frenak? ”Tari ini berusaha bertutur mengenai perjuangan seorang pemuda yang akan tumbuh dewasa,” ungkap Balasz Baranyai, salah satu penari, kepada Tempo. Dalam koreografi ini, Frenak berusaha merekonstruksi kembali konstruk sosial yang dibebankan kepada pemuda. Ia seolah ingin mengatakan bahwa di balik tubuh-tubuh berotot juga tersimpan gen-gen feminin. Ia seolah ingin menyatakan dalam diri setiap orang selalu ada momen-momen tubuh mengalami fase androgini—fase percampuran maskulin dan feminin.

Frenak merupakan sosok unik. Lahir dari orang tua tunarungu di Hungaria, ia pun akrab dengan gerakan tubuh sebagai bahasa. Balet klasik sebagai dasar penciptaan tari ia pelajari dari Endre Jeszenszky. Ia pun belajar tarian folklorik Magyar serta tari kontemporer. Pada 1980 Frenak pindah ke Paris, Prancis. Setelah sembilan tahun malang-melintang dalam dunia tari Prancis, ia mendirikan kelompok tari.

Ketelanjangan memang tampak menjadi obsesi Frenak. Ini mungkin karena pria berumur setengah abad itu sangat dipengaruhi butoh. Ia tampak ingin menampilkan anasir-anasir erotisme secara puitik. Maka, dalam sebuah adegan, penonton pun sempat terenyak. ”Adegan ini bisa kena Undang-Undang Antipornografi,” bisiknya, seraya tertawa kecil.

Adegan itu adalah ketika di sudut panggung tampak kursi-kursi tertata rapi. Kemudian dalam temaram, muncul tiga penari laki-laki membelakangi penonton. Tubuh mereka telanjang bulat. Sorot lampu membuat tubuh mereka berbalur cahaya warna-warni yang syahdu. Dengan iringan musik lembut, tangan-tangan mereka membelai punggung dan bahu. Sebuah keintiman yang romantis.

Namun, tatkala sensasi seksual itu lenyap, panggung seolah ingin berkata bahwa pencarian diri para pemuda itu telah berjalan ke fase lain. Tubuh-tubuh maskulin yang tegas muncul kembali. Begitulah pesan Frenak. Penari-penari itu memetaforakan transisi pubertas di masa remaja. Sayang, Frenak tak turut hadir di Jakarta menikmati antusiasme penonton yang tak mau beranjak dari bangku gedung.

Sita Planasari Aquadini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus