Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JADWAL pertunjukan masih satu jam lagi. Tapi Gedung Kesenian Jakarta, Ahad dua pekan lalu, sudah riuh oleh penonton. Kondisi serupa terjadi sehari sebelumnya. ”Semua kursi penonton terisi penuh,” tutur seorang penjaga loket. Pertunjukan tari Savitri, yang digelar dua hari berturut-turut, tepat pukul 20.00 WIB itu memang terbilang istimewa. Inilah kado istimewa hari jadi ke-35 Padnecwara, sanggar tari yang didirikan Theodora Retno Maruti dan sang suami, Arcadilus Sentot Sudiharto, pada 1976.
Padnecwara, yang diambil dari bahasa Sanskerta ”padni” dan ”iswara” yang artinya ”permaisuri raja”, memang tidak bisa dilepaskan dari sosok Retno Maruti. Bertahun-tahun perempuan kelahiran Solo, 8 Maret 1947, ini mengembangkan tradisi Jawa klasik yang terkesan kuno dengan kedalaman rasa yang pas dengan selera penonton modern. Patas sastra, karawitan, dan elemen-elemen kreatif lainnya memberi sentuhan khas pada setiap pementasan Padnecwara, yang menggunakan tembang sebagai pengganti dialog.
Tak mengherankan bila Padnecwara memiliki komunitas penonton fanatik. Hampir semua pergelarannya dijubeli penonton. Damarwulan, Roro Mendut, Abimanyu Gugur, Alap-alapan Sukesi,dan Calonarang. Savitri bukan karya baru. Komposisi tari ini pernah dipentaskan di Teater Arena (sekarang Teater Jakarta) pada 1978. Bedanya, sementara pada 1978 Retno Maruti menggandeng sembilan penari perempuan atau disebut bedayan dengan gaya Surakarta, kini ia mengajak serta 18 penari dengan komposisi sembilan penari perempuan dengan gaya Surakarta dan sembilan penari laki-laki dengan gaya Yogyakarta.
Retno Maruti mengatakan selalu mencoba menawarkan sebuah perenungan dalam setiap pertunjukannya, tak sekadar menitikberatkan pada sisi artistik, yang bersifat menghibur. ”Tapi juga mampu menjadi bahan refleksi dalam menjalani kehidupan saat ini, agar tidak terjebak pada hal-hal yang kasatmata,” katanya.
Kini Padnecwara telah sampai pada generasi ketiga. Menul Sularto, Yuni Trisapto, Wati Gularso, dan Nungki Kusumastuti adalah beberapa penari yang terkenal pada masa awal berdirinya sanggar ini. Kini tak kurang dari 70 penari anggota Padnecwara dari generasi ketiga. Kita pun mengenal Melani Anastasia, Hayuningsih Condro Dewanti, serta putri tunggal Retno Maruti, yakni Rury Nostalgia, yang kini penata tari andal.
Nunuy Nurhayati
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo