Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bagi Sergio Lopez Orozco, 59 tahun, Covarrubias adalah sebuah obsesi. Ia dan Covarrubias memang sama-sama berasal dari satu keluarga besar. Satu marga dari Guadalajara. Tapi, bukan itu yang membuat ia tak hendak berpaling dari Covarrubias.
Orozco sudah membaca buku Island of Bali sejak duduk di bangku SMA dulu. Buku itu memang menjadi bacaan wajib di Meksiko dalam studi antropologi. Ia sendiri sedari muda membayangkan persamaan antara Bali dan Meksiko kuno, khususnya kebudayaan suku Indian Maya. Ada kemiripan pada bentuk candi-candi mereka, bentuk undakan, patung-patung, atau prosesi perlakuan kepada orang mati.
”Saya selalu berpikir kapan saya ada waktu dan rezeki agar bisa ke Bali,” tuturnya. Mimpi menjadi kenyataan pada 2004. Ia datang, dan langsung berpameran.
Covarrubias memang berjasa memperkenalkan Bali, tapi Orozco terpikat lebih jauh pada dasar seni rupa: kertas. Ia mendengar di Bali ada tradisi seni rupa tradisional yang membuat ilustrasi di atas kertas buatan tangan—kertas ulan taga yang terbuat dari kulit kayu.
Lelaki ini memang bisa disebut seniman kertas. Yang dipamerkan di ARMA juga adalah kertas-kertas. Orozco bisa disebut seniman yang membangkitkan penggunaan kertas tradisi orang Meksiko kuno untuk keperluan seni kontemporer. Tradisi Meksiko kuno mengenal penggunaan kulit kayu dari Ficus petolaris untuk membuat kertas, dasar yang kemudian digunakan untuk melukiskan peristiwa-peristiwa bersejarah. Dalam bahasa lokalnya, kertas itu disebut kertas amatl. Sergio menguasai teknik pembuatan kertas tersebut.
Ketertarikan seniman ini pada dunia kertas juga muncul semenjak ia di SMA. Di Meksiko, ia melihat begitu banyak orang berjualan kertas berwarna-warni, dan itu membuat dirinya bertanya-tanya: bagaimana orang membuat kertas begitu indahnya? Ia terus terpesona. Lalu, saat ia kuliah, ia bertemu dengan Carmello Santos, seorang warga suku Otomi, salah satu suku Indian di Meksiko. Santos mengundangnya ke San Pablito, tempat tinggalnya.
Di sana ia dikenalkan dengan ibu Santos, seorang janda dari kepala suku setempat. ”Dari ibunya itulah saya mengetahui cara pembuatan kertas amatl. Amatl adalah kertas khas buatan suku itu,” Orozco menguraikan. Ia mendapat kesulitan memahami bahasa Otomi, tapi proses belajarnya tak berhenti. ”Awal-awal kami seperti Tarzan, hanya menggunakan bahasa isyarat,” tuturnya mengenang.
Kini ia menguasai segalanya menyangkut pembuatan kertas itu. Ia membutuhkan kambium pohon ficus, sejenis tumbuhan khas Meksiko. Kambium ficus ini direndam, difermentasi di dalam air yang sangat banyak selama tiga bulan sampai menjadi lunak sekali dan berbau tidak enak, agak asam.
Setelah itu, dibeber di atas meja dan dikeringkan selama 2-3 hari, tergantung panas matahari. Bahan yang sudah kering itu akan menjadi butiran kecil yang lalu ditumbuk dengan alu batu berbentuk gepeng—mohindo, menurut istilah Otomi. Butiran yang sudah halus itu diberi air, dijadikan bubur, dibeber dan dikeringkan lagi sampai membentuk lempeng dengan ukuran yang diinginkan.
Dibandingkan dengan kanvas, menurut Orezco, kertas amatl sangat awet. ”Jika kita melukis menggunakan cat minyak di kanvas, lama-lama akan mengerut dan mudah pecah. Dalam waktu 20 tahun saja akan pecah dan rusak. Kalau menggunakan kertas amatl lebih awet.” Cat, menurut dia, mudah meresap sampai ke dalam, jadi tidak cuma di permukaan. Juga warnanya sangat natural. Lagi pula, sementara kanvas selalu berwarna dasar putih, kertas amatl bisa berwarna dasar natural seperti hitam atau cokelat. Satu lagi, permukaan kertas sangat mudah dibentuk-bentuk dengan tangan. ”Kita bisa mengaturnya bagaimana perbandingan tekstur kasar atau halusnya.”
Dengan berbagai kelebihan amatl seperti itulah lalu Orozco mengeksplorasi untuk menemukan bentukan-bentukan abstrak di atas kertas. Ia cenderung memilih wujud-wujud visual seperti lelehan, noktah, atau berbagai simbol dasar—lingkaran, garis, kotak—agar terlihat lebih alami. Itu juga karena watak kertas yang cepat membeku dalam proses sehingga harus cepat diolah ketika masih dalam keadaan basah. Karena itu, ia selalu bekerja dengan cepat dan tanpa rencana tertentu, tanpa membuat skets.
Melihat judul-judul yang dipersembahkan kepada Covarrubias, seperti Nacimiento de Miguel Covarrubias, Vida y muerte de Miguel Covarrubias, kita sama sekali tak bisa membayangkan sosok Covarrubias. Juga, bila ia memberi judul seperti mengisyaratkan persoalan sosial, misalnya: Escatologia de la Liberacion atau To Seam Reap (Poliptico).
Pilihan Orozco bukan pada isi semata. Bentuk kerutan tekstur kertas yang berbeda-beda, dipadu dengan permainan gradasi warna dan permainan komposisi pola-pola sederhana yang tampil di setiap judul, itulah yang ditawarkan bila melihat karyanya.
Seno Joko Suyono, Rofiqi Hasan, Rilla Nugraheini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo