Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Bukan Menggantungkan Semua Hal ke Politik Praktis

Sutradara Terpejam untuk Melihat berbicara soal perbedaan tema film dokumenter terbarunya. Politik, bukan lingkungan.

15 Februari 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Sutradara film 'Terpejam untuk Melihat', Mahatma Putra. TEMPO/Jihan Ristiyanti

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Mahatma Putra, 37 tahun, menjadi orang tersibuk di kolong flyover ARH Depok, Jawa Barat, pada Senin petang, 12 Februari lalu. Di lokasi itu, dia menggelar nonton bareng film karyanya, Terpejam untuk Melihat, yang dirilis secara gratis di YouTube pada pekan lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Salah seorang pendiri Anatman Pictures, rumah produksi yang banyak membuat iklan, itu awalnya ogah membuat film dokumenter bertema politik. Dia lebih suka memilih tema lingkungan dan sosial, seperti dua film dokumenternya terdahulu. Apalagi dia menganggap tema politik telah habis dikupas media lain. Baru belakangan Putra menyadari bahwa semua hal tidak bisa lepas dari politik. Maka, lahirlah Terpejam untuk Melihat. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sebelum acara nonton bareng dengan anak-anak pencinta film di sekitar Terminal Depok itu, Putra menerima wawancara jurnalis Tempo, Jihan Ristiyanti. Berikut ini kutipannya.

Kreator film 'Terpejam untuk Melihat', Mahatma Putra. Dok. Anatman Pictures

Apa alasan membuat Terpejam untuk Melihat? 

Orang sudah mulai membicarakan soal kampanye. Awalnya, aku enggak mau. Tapi, apa pun yang kita lakukan, pasti berdampak politik, termasuk soal lingkungan. Bukan politik praktis, melainkan lebih ke apa yang bisa kita lakukan dibanding menggantungkan semua hal ke politik praktis.

Mengapa judulnya Terpejam untuk Melihat?

Terpejam karena kita selalu sibuk mencari sesuatu, tidak ada waktu untuk beristirahat. Kalau kita mau ambil jeda, sesuatu itu baru bisa dilihat. Apa pun yang kita lakukan pasti berdampak.

Tema politik ini berbeda dengan dua film dokumenter Anda terdahulu yang membahas lingkungan?

Benang merahnya tentang kesadaran lingkungan.

Kapan mulai tertarik pada film dokumenter?

Awalnya karena ikut workshop yang diadakan Antara pada 2006 dan basic aku memang sebagai jurnalis. Dulu, aku ikut pers kampus di Universitas Indonesia. Setelah lulus, aku sempat bekerja di Voice of America sebagai jurnalis video. 

Itu sebelum mendirikan Anatman Pictures?

Awalnya bikin film dokumenter, lama-lama banyak yang nawarin bikin video komersial. Akhirnya butuh perusahaan, jadi mendirikan production house. Tapi, karena dulu jurnalis video, jadi memang kembali lagi ke film dokumenter.

Ketiga film dokumenter Anda ditayangkan secara gratis. Biayanya dari mana? 

Anatman Pictures sudah memiliki sertifikasi B Corp (bisnis yang memenuhi standar tertinggi kinerja sosial dan lingkungan yang terverifikasi, transparansi publik, serta akuntabilitas hukum untuk menyeimbangkan keuntungan dan tujuan). Komitmen dari sertifikasi B Corp adalah satu persen dari pendapatan per tahun harus disumbangkan ke kegiatan yang punya misi sosial dan lingkungan. Salah satunya, film ini. Perusahaan kami hidup dari iklan dan video komersial. Kalau enggak ada iklan, enggak bisa bikin film dokumenter. Kami lagi senang-senangnya karena kami satu-satunya production house di Asia Tenggara yang punya sertifikasi B Corp itu. Ini sesuatu yang kami banggakan. 

Berapa anggaran untuk satu film dokumenter?

Untuk akomodasi dan transportasi yang terukur Rp 50-80 juta. Itu tidak dihitung tenaganya. 

Film apa yang paling berkesan?

Selalu film yang paling baru.

Apa saja kendala selama pengerjaan film dokumenter? 

Waktu. Begadang tidak berhenti. Terpejam untuk Melihat dikerjakan dari September 2023 sampai Februari 2024. Ini termasuk cepat karena kami kejar tayang saat Pemilu 2024. Sebelumnya, Atas Nama Daun (2022), dibikin dua tahun. Itu tidak full dikerjakan terus. Ada beberapa hari dalam sebulan syuting, lalu break. Karena utamanya kami kerjakan proyek komersial. Atas Nama Daun terinspirasi oleh jurnal ilmiah soal ganja yang dibuat temanku yang S-3 di Amerika Serikat. Kalau dokumen ilmiah, yang baca cuma akademikus. Dengan film, "pembacanya" makin banyak.

***

MAHATMA PUTRA

Lahir: Jakarta, 27 Juni 1986

Pendidikan
Diploma Jurusan Periklanan, FISIP, Universitas Indonesia
Buddhist Philosophy, Sri Lanka International Buddhist Academy

Pekerjaan
Fotografer lepas, 2006-2011
Jurnalis video VoA, 2011-2012
Co-Founder Anatman Pictures, 2014-sekarang

Film Dokumenter
Diam & Dengarkan, 2020
Atas Nama Daun, 2022
Terpejam untuk Melihat, 2024

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus