Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Yang tidak lazim

Pembacaan puisi gunawan mohamad di jakarta diiringi dengan musik. puisi karyanya sulit dibacakan untuk umum karena mempunyai makna berlapis-lapis. untuk itu perlu teknik pembacaan yg lain.

16 Januari 1993 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEBUAH pembacaan puisi yang ''tak lazim'' berlangsung di C-Line Gallery, Jakarta, parsis di malam Natal lalu. Puisi karya Goenawan Mohamad yang terkumpul dalam bukunya yang terbaru, Asmaradana, dibaca oleh beberapa orang dengan iringan musik yang dirancang khusus berdasarkan puisi tersebut. Yang hadir, dengan duduk lesehan di lantai, memang hanya 50 orang. Tapi suasananya justru lebih akrab dan ''puitis''. Para peminat sastra tahu, puisi Goenawan teramat jarang (dan sulit) dibacakan untuk umum. Berbeda dengan puisi Rendra misalnya. Goenawan adalah seorang lirikus: makna puisinya berlapis-lapis. Meski tema dalam sajak-sajaknya penting, dia tak mengutamakannya. Menulis puisi baginya ialah mengeksplorasi bahasa. Karena itu puisi-puisinya memerlukan teknik pembacaan yang lain. Acara ini diselenggarakan oleh teman-teman Goenawan sendiri. Inisiatif dimulai oleh Teguh Ostenrik. ''Puisi-puisi Goenawan itu kan termasuk jarang dibacakan. Jadi mestinya bisa unik sekali,'' kata pelukis yang juga pengelola C-Line Gallery ini. Lalu setelah kawan-kawan lain ikut nimbrung, antara lain Tony Prabowo -- komponis yang barusan sukses dengan konser musik Suita 92 -- inisiatif Teguh itu diberi bobot lain. Pada dasarnya mereka setuju bahwa sekian banyak pembacaan puisi yang telah terjadi selama ini sudah ''sekedar'' menjadi teater: yang penting adalah pembacanya, bukan puisinya. Karena itu mereka sepakat pula bahwa pembacaan puisi Goenawan itu mesti menjadi semacam eksperimen, yakni mencoba memberi alternatif terhadap pembacaan puisi publik yang kurang mengutamakan segi sastra itu. Bagi Goenawan sendiri, yang malam itu ikut membaca sebuah puisi, pembacaan itu merupakan refleksi untuk melihat kembali perjalanan kepenyairannya yang sudah berlangsung selama 30 tahun. Pembacaan yang berlangsung di ruang yang biasanya digunakan untuk pameran lukisan itu berlangsung dalam dua bagian. Bagian pertama dimulai dengan permainan playback yang mengandung unsur pentatonik Tony Prabowo, yang dibikin berdasarkan sajak Penangkapan Sukra. Lalu Laksmi Simanjuntak, koreografer dan penari, pelan-pelan menembangkan puisi Asmaradana yang ditulis Goenawan dalam bahasa Jawa. Kemudian dengan musik karya Tony, yang dibikin berdasarkan sajak tersebut sebagai latar belakang, sembilan buah sajak dibacakan dengan suara khusyuk bergantian, antara lain penyanyi Dewi Yull, Teguh Ostenrik, dan Goenawan sendiri. Lima di antara sajak-sajak itu juga dibacakan dalam terjemahan bahasa asingnya. Yaitu Tigris dalam versi Perancis, Perempuan Yang Dirajam dalam bahasa Italia, Buat HJ dan PG (Jerman), Do- ngeng Sebelum Tidur dan Asmaradana (Inggris). Ketika cahaya semakin gelap, para pembaca menyalakan lilin sesuai dengan giliran mereka masing-masing. Lalu mereka membaca ulang semua sajak-sajak itu secara serempak pada bagian menjelang akhir. Untuk menutup bagian pertama ini -- yang berhasil mencapai suasana intim dan dalam -- disajikan musik untuk 14 flute karya Tony Prabowo. Setelah rehat minum dan makan ringan, bagian kedua dibuka dengan mempersilakan para hadirin untuk membaca puisi secara spontan. Malam itu tampil antara lain sutradara teater dan film Arifin C. Noer, penyair Yudhistira A.N.M. Massardi, aktor Ray Sahetapy, Wakil Pemimpin Redaksi TEMPO Fikri Jufri, dan sutradara teater Ratna Sarumpaet. Juga wartawati Margot Cohen.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus