Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEKS berita di televisi itu menarik perhatian Kolonel Laut A. Taufiqoerrochman. Kapal MV Sinar Kudus dikabarkan dibajak di perairan Somalia. Sang Kolonel membatin, ”Kelihatannya saya akan berangkat ke sana.” Sebelum menonton televisi, Taufiq—nama singkat yang tertera di baju dinasnya—baru saja menyerahkan jabatan Komandan Latihan Komando Armada Timur di Surabaya. Dia didapuk menjadi Komandan Komando Pelaksana Operasi Gugus Tempur Laut Komando Armada Barat. Pangkatnya mestinya sudah naik menjadi laksamana pertama, tapi belum ada upacara penyematan pangkat secara resmi.
Benar saja, Wakil Kepala Staf TNI Angkatan Laut Laksamana Madya Marsetio memanggil Taufiq dan menunjuknya sebagai komandan operasi pembebasan awak MV Sinar Kudus yang disandera lanun Somalia. Kemudian Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono mengajak Taufiq menghadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di kediamannya di Puri Cikeas. ”Presiden menyampaikan arahan, yang penting keselamatan sandera harus diutamakan,” ujarnya.
Resmilah Taufiq menjadi Komandan Satuan Tugas Merah Putih untuk membebaskan awak kapal Sinar Kudus. Kapal yang mengangkut bijih nikel senilai Rp 1,5 triliun itu berangkat dari Pomalaa, Sulawesi Tenggara, menuju Rotterdam, Belanda. Namun kapal dengan 20 awak itu dibajak sejak 29 Februari. Para awak disekap perompak selama 46 hari.
Operasi melibatkan pasukan khusus dari berbagai angkatan. Ada Detasemen Jala Mengkara alias Denjaka dari Marinir, Satuan Penanggulangan Teror alias Gultor dari Kopassus TNI Angkatan Darat, Komando Pasukan Katak alias Kopaska dari TNI Angkatan Laut, dan Pasukan Intai Amfibi alias Taifib dari Marinir. Taufiq berangkat memimpin operasi dengan tiga melati masih tersemat di pundaknya. Dia memimpin dua kapal perang: KRI Abdul Halim Perdanakusuma, yang dilengkapi satu helikopter jenis Bolkow, dan KRI Yos Sudarso.
Tim Merah Putih akhirnya berhasil membawa pulang kapal dan awaknya dengan selamat, meski uang tebusan US$ 4,5 juta digondol perompak, Ahad dua pekan lalu. Keberhasilan pasukan Indonesia ini diapresiasi sejumlah pihak, termasuk komandan pasukan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) di kawasan perairan sekitar Somalia. ”Belum pernah ada kapal yang masuk ke perairan Somalia, kecuali Indonesia,” kata Taufiq. ”Sudah begitu, menembak mati perompak pula.”
Rabu pekan lalu, Taufiq, yang sudah resmi menyandang satu bintang di pundaknya, menerima Nugroho Dewanto, Yandi M. Rofiyandi, dan Fanny Febiana dari Tempo di Markas Komando Armada Barat, Jakarta. Pria berpembawaan humoris ini menuturkan lika-liku operasi secara lugas diselingi canda, termasuk tentang sandi ”Gudang Garam-Dji Sam Soe” yang biasa digunakan sesama pelaut Indonesia.
Bagaimana ceritanya Anda ditugasi memimpin operasi pembebasan awak kapal MV Sinar Kudus yang disandera perompak Somalia?
Saya baru ditugasi menjadi Komandan Komando Pelaksana Operasi Gugus Tempur Laut Komando Armada Barat. Setelah serah-terima 17 Maret di Surabaya, saya membaca running text televisi sore: kapal Sinar Kudus dibajak. Saya membatin, kelihatannya akan berangkat. Saya berinisiatif mengambil buku dan mencorat-coret strategi operasi. Jadi, kalau diperintahkan, saya sudah punya konsep. Saya ke Jakarta dan mau menghadap Panglima Armada Barat. Tiba-tiba ditelepon Kepala Staf Armada Barat dan disuruh langsung ke Markas Besar TNI Angkatan Laut di Cilangkap.
Jadi Anda langsung ke Cilangkap sebelum sampai ke kantor baru?
Enggak sempat ke sini. Di Cilangkap, Wakil Kepala Staf Angkatan Laut sudah rapat. Beliau mengatakan, ”Kamu yang bawa, ya. Kamu kan jadi Komandan Gugus Tempur Laut besok. Kalau perlu, serah-terima malam ini.” Pasukan sudah ada di Cilandak, yakni Denjaka, Gultor, Taifib, dan Kopaska. Saya ke Cilandak, lalu kembali ke Cilangkap dan ke rumah Panglima. Saya baru pulang dan sampai di rumah di Salemba jam tiga pagi. Jam tujuh seharusnya acara serah-terima, tapi kapal sudah datang, sehingga harus segera mengecek.
Siapa yang memberikan arahan operasi kepada Anda?
Setelah mengecek dan pasukan masuk ke kapal, jam setengah delapan pagi saya mendampingi Panglima TNI menghadap Presiden di Cikeas. Presiden menerima paparan dari Panglima TNI dan Komandan Korps Marinir. Pertemuan itu dihadiri Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Panglima Kostrad, dan Komandan Kopassus. Presiden menyetujui rencana garis besar yang disampaikan Panglima TNI. Operasi militer harus meminta persetujuan dari yang memberi perintah, yaitu Presiden.
Apa arahan Presiden waktu itu?
Arahan beliau sangat runtut dan beliau menguasai sekali operasi militer. Saya catat semua dan menjadi dasar membuat rencana operasi. Yang paling utama adalah keselamatan sandera. Presiden juga meminta kami membuat rencana cadangan kalau ada perubahan situasi.
Dalam pemaparan rencana operasi, apakah termasuk skenario penyergapan di Laut Arab?
Kami memang berencana mengambil kapal di Laut Arab. Kami sudah menghitung posisi ketika kapal ditangkap. Bahan bakar kapal akan cukup sampai di Laut Arab kira-kira sampai 10 April. Saya rencanakan paling lambat 3 April sudah berada di posisi menyergap. Begitu disetujui, besoknya saya berangkat.
Ketika Anda berangkat, bagaimana tanggapan keluarga?
Ha-ha-ha…. Sudah biasa. Saya berangkat besok, subuhnya istri malah sudah berangkat ke Manado. Ketika saya antar dia ke bandar udara, belum dikasih tahu mau berangkat. Baru jam tiga sore, Panglima TNI mengatakan berangkat jam 18.00. Saya selalu menyampaikan bahwa pada saat roh ditiupkan, file-nya sudah ada, kapan meninggal, juga nasib buruk dan baik.
Ada perubahan rencana operasi di tengah jalan?
Ya. Kami berangkat dan baru melintang di Padang pada 25 Maret. Ternyata kapal sudah lego jangkar di perairan Somalia. Karenanya, target menjadi lebih sulit karena terlalu dekat daratan. Selain itu, ada kapal lain sehingga kemungkinan sandera dipisah. Jadi, ketika dalam perjalanan ke Laut Arab, kami ubah ke El-Dhanan.
Bagaimana berkoordinasi dengan pasukan multinasional di perairan Somalia?
Ketika pertama masuk, kami belum menjalin komunikasi dengan mereka. Tapi kami terus berhubungan dengan Markas Angkatan Laut. Pasukan multinasional tergelar di Gulf of Aden, Thorn of Africa, Arabian Sea, dan Somalian Basin.
Selama pengintaian, seberapa dekat kapal dengan target?
Pada 4 April, unsur terdepan kami sudah berada satu mil dari sasaran. Perompak tidak tahu bahwa kami sudah datang. Lalu kami analisis. Jadi, begitu masuk, jangan dibayangkan hanya ada kapal Sinar Kudus. Di sekitar situ saja ada delapan kapal. Kalau sudah begini, sulit menentukan yang mana Sinar Kudus. (Taufiq memperlihatkan foto citra radar dari kapal Abdul Halim Perdanakusuma.) Kami lalu mengintai dengan helikopter dan permukaan. Kami kaburkan identitas helikopter.
Semua itu dilaporkan ke Panglima TNI?
Kami melaporkan posisi dan rencana aksi pada malam harinya dengan metode raid. Serbu, lalu mundur. Pasukan dibekali senjata berperedam suara. Masuk dengan senyap, naik, sikat, turun, dan mundur. Kalau mesin kapal bisa dihidupkan, langsung dikawal.
Bagaimana tanggapan Panglima TNI?
Panglima menanyakan tingkat keberhasilannya. Saya menjawab 50-50, karena posisi sandera tidak diketahui selama pengintaian. Atas arahan Presiden, operasi baru dilaksanakan kalau tingkat keberhasilan di atas 70 persen. Ini operasi istimewa dan keputusannya akan berdampak internasional, sehingga komando penuh ada di Presiden, dan Panglima sebagai komando operasinya. Makanya saya butuh posisi sandera. Operasi kami tunda sambil menganalisis dan mencari data. Kesempatan itu digunakan untuk berkoordinasi dengan satuan multinasional. Kami berbagi informasi intelligence, surveillance, and reconnaissance.
Apa langkah selanjutnya?
Kami diperintahkan segera membebaskan sandera pada 28 April karena ada negosiasi. Presiden mengatakan negara tak melakukan negosiasi tapi tak bisa melarang perusahaan memilih berunding. Ternyata perundingan mundur sampai 30 April.
Apakah Anda mengetahui opsi perundingan oleh pemilik kapal itu?
Saya tahu, tapi di luar konteks. Saya hanya bertugas mengamankan. Pada 30 April, tebusan didrop dan sandera dijanjikan akan bebas jam dua siang. Setelah ditunggu dua sampai empat jam, ternyata tak dibebaskan juga.
Bagaimana ekspresi pasukan Anda ketika mengetahui ada opsi negosiasi?
Saya merasakan anak-anak gemas. Sudah jauh-jauh datang, tak jadi perang, ha-ha-ha…. Kami hanya pelaksana operasi dan harus siap mengubah postur dengan cepat. Awalnya postur menyerang, jadi postur diplomasi.
Bagaimana Anda berkomunikasi dengan awak kapal MV Sinar Kudus selama pengintaian?
Saya punya pengalaman ketika masih menjadi kapten. Waktu melintas di perairan Italia, ada panggilan ”Gudang Garam-Dji Sam Soe” melalui handy talkie. Waktu itu saya enggak paham. Rupanya, itu sebagai tanda, ada orang Indonesia di kapal lain. Saya gunakan pengalaman itu ketika di Somalia. Meski lambat dijawab, akhirnya tersambung juga.
Apakah perompak tak curiga dengan percakapan awak kapal di handy talkie?
Kami hanya berkomunikasi sebentar-sebentar. Kami dianggap awak kapal karena memang komunikasi mereka di anjungan dan buritan menggunakan handy talkie. Kami lalu merangkai semua informasi dan data. Perompak rupanya bergerak menuju Eyl. Jarak dari El-Dhanan ke Eyl itu 90 mil, hampir 170 kilometer. Mereka bergerak jam empat pagi pada 1 Mei. Kami mengintai dan menjaga supaya tetap di perairan internasional. Jangan sampai kehadiran kami jadi kontraproduktif.
Semua pasukan mengikuti sampai Eyl?
Saya menyiapkan sea rider dan helikopter. Bayangkan, sea rider yang biasanya beroperasi di arus tenang berada di laut dengan kedalaman 8.000 meter dan berombak besar. Mereka seperti naik kuda tanpa pelana. Jam dua siang, kapal berhenti. Saya dekatkan sea rider ke kapal. Helikopter dalam posisi siap. Tiba-tiba awak kapal Sinar Kudus berteriak melalui handy talkie. Perompak kembali beraksi.
Bagaimana sampai ada kontak senjata hingga empat perompak tewas?
Perompak ini memiliki beberapa kelompok. Ada yang setuju dan tidak dengan perundingan. Kelompok yang tak setuju itu bermaksud membajak kapal lagi. Teriakan permintaan tolong itu menjadi dasar kami masuk ke perairan Somalia. Kami masuk sampai jarak lima mil. Helikopter menembaki perompak yang hendak membajak kapal lagi. Empat orang tewas dan tak ada yang menggunakan baju awak kapal. Jadi mungkin memang perompak.
Berapa lama kontak senjata itu?
Tidak lama. Kami hanya menyapu supaya perompak tak naik. Setelah selesai, saya kirim tim untuk sterilisasi, khawatir ada bom atau penyusup.
Bagaimana kondisi awak kapal?
Ketika saya naik, tampak awak kapal mengalami tekanan psikis. Wajar saja karena setiap hari ditodong senjata. Setelah aman, kami mengawal mereka ke Oman. Belum sehari berangkat menuju Oman, kapal mogok. Ternyata kehabisan air tawar untuk mendinginkan mesin. Kapal sampai di Oman pada 4 Mei dan awak kapal pulang, diganti awak baru. Kapal kemudian melanjutkan perjalanan ke Rotterdam dan ada petugas kami di atas kapal untuk mengawal.
Tanggapan pasukan multinasional?
Kebetulan saya kenal komandan pasukan NATO di sana. Dia mengirim surat elektronik dan menulis: ”You do make different.” Tadinya saya tidak paham apa maksudnya. Ternyata tak pernah ada kapal yang masuk ke perairan Somalia, kecuali Indonesia. Apalagi sampai menembak mati perompak.
Kabarnya pernah melakukan operasi menghadapi perompak di Selat Malaka?
Ya, pada 2004. Ada tanker dibajak dan 36 awaknya disandera. Jam sepuluh malam, kami menyerbu. Perompak memiliki senjata lebih bagus, tapi kami lebih terlatih. Terjadi pertempuran jarak sangat dekat, paling jauh lima meter. Padahal senjata mereka bisa dipakai sampai 600 meter. Keberhasilan sempurna: 36 orang dibebaskan tanpa cedera dan lima perompak tewas. Jadi, kalau dikatakan TNI tidak mampu, kami sudah melaksanakan sebelumnya. Namun sedikit diberitakan.
Waktu melakukan operasi pembebasan sandera di Selat Malaka, apakah dengan pasukan khusus seperti di Somalia?
Hanya dengan anak buah saya yang ada di kapal. Mereka semua memang sudah terlatih. Organisasi kapal itu ada empat, yaitu tempur, administratif, pemeliharaan, dan penjagaan. Semua bisa berubah setiap saat. Dasar organisasi kapal itu tempur. Mungkin sehari-harinya juru masak, tapi dia bisa menjadi penembak meriam atau senapan mesin dalam pertempuran.
Dengan operasi itu, Angkatan Laut membuktikan bisa mengamankan perairan Selat Malaka?
Panglima Armada Pasifik Amerika pernah mengatakan Selat Malaka masuk daerah hitam, banyak perompak. Muncul stigma negara pantai tak bisa mengamankan wilayahnya. Tapi kita buktikan mampu mengamankan perairan itu.
LAKSAMANA PERTAMA AHMAD TAUFIQOERROCHMAN
Tempat dan Tanggal Lahir: Sukabumi, Jawa Barat, 18 Oktober 1961
Pendidikan:
Karier:
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo