Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEPERTI janjinya ketika baru dilantik menjadi Kepala Kepolisian Republik Indonesia, lima bulan lalu, Jenderal (Pol) Bambang Hendarso Danuri terus berkutat dengan pembenahan personel. Pembalakan liar, perjudian, penjarahan ikan, perdagangan narkoba, dan aksi anarkis menjadi sasaran penindakan utama.
Tak cuma petugas rendahan yang dijatuhi sanksi, perwira menengah dan tinggi pun ikut kena sikat. ”Semua untuk membangun kepercayaan masyarakat,” ujarnya. Sesuai dengan rencana strategis kepolisian, peningkatan kepercayaan masyarakat memang harus dipercepat agar bisa dicapai pada 2010.
Mulai pekan lalu, kesibukan Bambang Hendarso bertambah lantaran dimulainya kampanye pemilu terbuka. Dia menerbitkan aturan agar polisi menjaga netralitas. Tiap petugas diminta memelihara pelaksanaan kampanye aman dan damai.
Dua pekan lalu, Bambang Hendarso menerima tim Tempo yang antara lain terdiri atas Toriq Hadad, Sri Malela Mahargasarie, dan Wahyu Muryadi di ruang rapat lantai dua Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia. Bambang Hendarso didampingi sejumlah anggota staf, antara lain Kepala Badan Reserse Kriminal Komisaris Jenderal (Pol) Susno Duadji, Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Inspektur Jenderal (Pol) Abubakar Nataprawira, dan dua konsultan: Profesor Bachtiar Aly dan Profesor Achmad Sofyan Ruki. Ini wawancara kedua yang kami lakukan sejak Bambang Hendarso menjabat Kepala Kepolisian Republik Indonesia.
Apa saja yang sudah Anda lakukan untuk meningkatkan profesionalisme polisi?
Sepertinya kami masih jalan di tempat pada aspek budaya, sehingga yang dimunculkan adalah berbagai anekdot yang aneh-aneh tentang polisi. Tapi kami tidak boleh marah, karena itu realitas. Kami perlu melakukan percepatan sesuai dengan indikator trust building yang harus dicapai pada 2010.
Apa sasaran pembenahan itu?
Ada tiga hal yang coba kami angkat: program berkelanjutan, pembinaan sumber daya manusia, dan pelayanan. Semuanya berangkat dari benang merahnya: sumber daya manusia. Jadi, yang dibenahi pada tahap awal adalah lembaga pendidikan. Kami menyusun sistem pendidikan polisi, dan itu sudah selesai. Terkait rekrutmen yang banyak disorot karena aneh-aneh, kami merevisi sistem pembinaan sumber daya manusia Polri. Kemudian prioritas mengubah budaya pelayanan. Kami mencoba melaksanakan amanat Rencana Pengembangan Jangka Menengah Nasional dalam Undang-Undang Nomor 17/2007 bahwa aparatur pemerintah harus menjalankan reformasi birokrasi.
Menurut evaluasi internal, apa yang menjadi kelemahan utama polisi?
Titik lemah yang selalu dimunculkan di pelayanan dan penyidikan. Jumlah pengaduan tertinggi oleh masyarakat ada di penyidikan, yaitu hampir 85 persen. Itu hasil evaluasi Inspektur Pengawasan Umum Polri. Kelemahan lain di bidang rekrutmen. Di mana-mana muncul kritik, seolah-olah kalau mau menjadi anggota polisi harus bayar Rp 100-200 juta.
Dalam lima tahun ke depan, perubahan apa yang dibayangkan dari reformasi birokrasi Polri?
Kalau kita bicara elementer dari konteks pelayanan dan perlindungan saja, kami ingin penjabaran tugas betul-betul dipahami insan Polri, dari pangkat terendah sampai tertinggi. Semua ada dalam dalam Tri Brata dan Catur Prasetya. Kami juga diembani tugas untuk menegakkan good and clean government.
Semasa menjadi Kepala Badan Reserse Kriminal, Anda mengungkap kasus pembunuhan Munir. Tapi pengadilan membebaskan tersangka Muchdi Pr. Apa strategi selanjutnya dari kepolisian?
Kami mengungkap kasus tersebut berdasarkan perintah Kapolri saat itu, Jenderal Sutanto. Kami usut perkara itu dari tingkat penyelidikan sampai penyidikan, dan bukti permulaan kami yakini cukup. Kejaksaan tentu tidak begitu saja menerima berkas kami kalau tidak bisa dipertanggungjawabkan. Proses di pengadilan sudah bukan otoritas kami. Silakan masyarakat yang menilai. Tapi, bukan berarti kami lepas tangan. Sekarang sedang diajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Mudah-mudahan seperti kasus Rohainil Aini, di pengadilan diputus bebas, tapi di Mahkamah Agung dinyatakan bersalah. Kami punya komitmen harus memberikan kepastian hukum atas kasus-kasus yang sedang disidik, mengemuka, dan menjadi perhatian masyarakat internasional.
Salah satu sebab dibebaskannya Muchdi karena banyak saksi, terutama dari Badan Intelijen Negara, mencabut kesaksiannya di pengadilan. Bukankah pemeriksaan terhadap mereka direkam dan tersangka juga didampingi penasihat hukum? Bisakah rekaman itu dijadikan ”peluru” untuk persidangan selanjutnya?
Ini sudah otoritas pengadilan. Tapi, yang jelas, semua sudah kami lengkapi, siapkan, dan serahkan. Tinggal kewenangan para hakim yang menilai.
Bagaimana dengan kasus Ketua Komisi Pemilihan Umum Jawa Timur? Setelah ada pergantian Kapolda, status tersangka dibatalkan. Kapolda lama Inspektur Jenderal Herman Surjadi Sumawiredja mengatakan ada intervensi dari Markas Besar Polri.…
Kami tidak mendudukkan tersangka semata-mata dari setiap laporan yang masuk. Harus melalui proses dari mulai laporan, didalami, sampai pada penyelidikan, pemeriksaan saksi, hingga terpenuhinya bukti permulaan cukup, minimal dua alat bukti. Jadi, apa yang dinyatakan oleh Kapolda Jawa Timur yang lama itu sangat prematur. Saya sudah menurunkan tim yang dipimpin Kepala Badan Reserse Kriminal. Kami minta barang bukti yang dinyatakan dipalsukan, dan lain-lain, sampai hari ini belum kami peroleh.
Benarkah pencopotan Herman lantaran tindakannya menjadikan Ketua Komisi Pemilihan Umum Jawa Timur sebagai tersangka?
Tolong dilihat perjalanan karier beliau, dengan usia pensiun beliau pada Mei mendatang. Kalau Mei baru saya tarik, ini sedang masa kampanye. Masyarakat tak tahu mekanisme ini. Padahal langkah yang sama kami lakukan di Sumatera Barat dan Bengkulu.
Sekarang sudah mulai masa kampanye terbuka. Apa persiapan yang dilakukan polisi agar tidak kecolongan lagi seperti kasus di Sumatera Utara?
Sejak rapat koordinasi terakhir, kami sudah memberikan tekanan kepada para Kapolda dan jajarannya. Sampai hari ini mereka sudah melakukan latihan pra-operasi. Kami tekankan, mulai 16 Maret, setiap hari dilakukan evaluasi mulai tingkat Polres hingga Mabes Polri. Saya sendiri setiap malam mulai hari Senin akan melakukan evaluasi harian. Kami membentuk crisis center. Minimal pulang pukul 9 malam selama 21 hari itu.
Apa kebijakan Anda soal netralitas polisi dalam pemilu?
Kembali ke undang-undang. Polri tidak masuk ranah politik. Polri sudah menyatakan kepada Presiden bahwa kami betul-betul netral. Mabes Polri juga sudah mengeluarkan tiga telegram rahasia ke wilayah untuk menegaskan netralitas itu. Semua fasilitas Polri tidak boleh digunakan dan dimanfaatkan oleh partai politik.
Banyak Kapolda kabarnya sekarang deg-degan. Sedikit-sedikit terancam dicopot….
Sepanjang yang mereka lakukan sudah sesuai dengan SOP, saya tidak bisa ditekan untuk mencopot mereka. Kalau tentang Kapolda Kepulauan Riau, masalahnya lain.
Apa sebetulnya yang menyebabkan Kapolda Kepulauan Riau Brigadir Jenderal (Pol) Indradi Thanos dicopot?
Pencopotan itu terkait penyidikan kasus gembong narkoba yang dihukum ringan. Kami copot dia, sekarang dalam pemeriksaan Inspektur Pengawasan Umum Komisaris Jenderal (Pol) Jusuf Manggabarani. Enam penyidik, ada yang berpangkat Komisaris Besar, kami tempatkan di Detasemen Markas. Artinya, mereka langsung diperiksa. Pak Indradi Thanos kami tempatkan sebagai perwira tinggi di Markas Besar. Tapi, semua tetap berpegang pada asas equality before the law dan praduga tak bersalah. Ini harus kita jaga karena mereka punya keluarga. Yang jelas, sudah terbukti ada penyalahgunaan wewenang.
Bagaimana dengan keputusan Kapolda Riau Brigadir Jenderal (Pol) Hadiatmoko menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan dalam kasus PT Riau Andalan Pulp and Paper? Padahal ada bukti-bukti kayu yang dicuri....
Itu sah-sah saja, dan surat perintah tersebut bukan harga mati. Bisa dibuka lagi, kalau diajukan praperadilan dan ada novum. Tapi, yang jelas alasan dari penyidik, Kapoldanya menghentikan penyidikan karena sudah melewati proses yang panjang. Perkaranya sudah hampir berjalan 22 bulan. Berkas perkara dikembalikan berulang kali hanya karena perbedaan pemahaman saksi ahli. Yang satu menyatakan ini bukan pidana, yang satu lagi menyatakan sudah terpenuhi tindak pidana yang diatur dalam Undang-Undang Lingkungan Hidup. Jaksa sendiri tidak yakin. Sekali lagi, harus ada kepastian hukum di republik ini. Ya sudah, kami harus berani ambil risiko. Kami tidak diintervensi oleh siapa pun, termasuk oleh perusahaan besar.
Jadi, tetap terbuka peluang kasus ini dibuka kembali?
Harus ada keberanian untuk menyatakan dihentikan. Soal nanti ada orang yang mengajukan praperadilan, ya kita fight di pengadilan. Bila pengadilan mengatakan harus dibuka lagi, ya kami proses lagi.
Dalam rapat dengan Dewan pada 9 Februari lalu, Anda mengatakan ada saksi ahli dari Departemen Kehutanan yang diajukan kejaksaan menyebutkan tidak ada kerusakan lingkungan. Mengapa polisi tidak mencari saksi ahli lain?
Saksi ahli yang digunakan polisi sudah mendapat rekomendasi dari Kementerian Lingkungan Hidup, yaitu Bambang Heru dan Basuki Wasis. Mereka juga yang saya gunakan untuk menyelidiki kasus Adelin Lis. Dalam KUHAP Pasal 35, tersangka memang diperbolehkan menunjuk saksi ahli lain. Saksi ahli lain itu dari Departemen Kehutanan. Kami tidak bisa mengintervensi. Realitasnya seperti itu. Tinggal pertimbangan dari kejaksaan yang menyatakan kesaksian dari Departemen Kehutanan sah.
Perbedaan pendapat polisi dengan jaksa terjadi juga dalam kasus Lapindo?
Kasus Lapindo sampai saat ini kan belum kami hentikan….
Bagaimana penyidikan kasus demonstrasi yang berakibat tewasnya Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara?
Sekarang sudah ada 67 tersangka, berkas sudah selesai semua, sudah diajukan ke kejaksaan hampir 35 kasus, tinggal menunggu P21. Ada tambahan lagi memerlukan izin dari Menteri Dalam Negeri untuk tersangka anggota Dewan, sudah diturunkan dalam proses penyidikan.
Tim pencari fakta dari DPRD Sumatera Utara menyebut polisi tidak siap melakukan pengamanan....
Saya sudah melakukan langkah-langkah konkret. Kami menilai ada SOP yang tidak dilaksanakan oleh jajaran saya, baik Kapolda maupun Kapoltabes, sehingga ada konsekuensi logis yang harus kami berikan berupa sanksi. Kapoltabes sudah kami tarik, Kapolda sudah kami tarik, pejabat yang berperan dalam pengamanan, antara lain Kepala Biro Operasi yang tidak diperintah pun seharusnya sudah harus jalan, juga sudah diganti. Direktur Intelijen yang harus memberikan voeding yang jitu, dia juga terkena sanksi. Ya, kami akui, ada keteledoran aparat dari tingkat Kapolda sampai Kapoltabes.
Bagaimana penyidikan selanjutnya terhadap aktor intelektual kasus ini?
Sudah berjalan. Dari 67 tersangka itu sudah ada Chandra Panggabean. Dia kan termasuk aktor intelektual. Anggota Dewan yang berinisial E juga sudah dijadikan tersangka, sedang diperiksa. Sepanjang proses penyidikan tidak ada alat bukti atau bukti permulaan yang mengait ke sana, tentu kami tidak bisa serta merta menyatakan seseorang sebagai tersangka. Tapi, seandainya dalam proses penyidikan mereka terbukti menyuruh atau turut serta sesuai dengan KUHP, pasti dijadikan tersangka.
Di Makassar masih ada kasus antara jurnalis Upik Asmaradhana dan bekas Kapolda Sisno Adiwinoto....
Antara Upik dan Pak Sisno sudah selesai, sudah duduk bersama. Bahkan waktu Pak Sisno pindah ke Sumatera Selatan, diacarakan bersama-sama. Ada kesan yang positif.
Tapi pengadilan terhadap Upi tetap berjalan?
Saya rasa itu semuanya normatif, yang akhirnya masing-masing menyadari tidak ada masalah. Clear.
Apakah ada rencana mengurangi atau bahkan meniadakan sama sekali sumbangan dari para cukong?
Saya rasa dari sekarang juga kita tidak mengharapkan itu. Tapi, kalau seperti di Polda Sulawesi Utara, ada perhatian dari masyarakat, mereka tahu kita kekurangan sarana prasarana terus mereka menyumbang, kita tidak boleh sombong untuk menolak. Kemarin saya juga meresmikan Polsek Medan Satria di Bekasi, yang dibangun di atas tanah 3.100 meter persegi, bangunan 1.700 meter persegi, dilengkapi helipad, nilainya Rp 15 miliar. Kalau di APBN, pembangunan satu kantor Polsek hanya dapat jatah Rp 400 juta. Masak saya menolak? Boleh dong, Pak. Sepanjang tidak ada komitmen, tidak akan jadi beban buat kami.
Bagaimana soal transparansi pelayanan dan pelaksanaan proyek-proyek di lingkungan kepolisian sendiri?
Kami sudah sepakati yang namanya sistem pengadaan satu pintu. Sekarang panitia tidak bersentuhan dengan peserta tender, semuanya dengan teknologi informasi. Insya Allah mulai April untuk SIM, STNK, pembayarannya juga tidak lagi menyentuh petugas. Langsung ke bank. Ini berproses.
Bagaimana dengan pemberantasan judi?
Sudah saya prioritaskan, tidak boleh ada lagi judi. Kalau di suatu wilayah Polres atau Polda ada perjudian, dan itu besar, terbuka, ini risiko pejabatnya. Enggak mungkin polisi tidak tahu. Kan masyarakat ngomong. Kami akan tindak tegas pejabatnya dari tingkat terbawah. Kalau merambat sampai ke atas, ya, sampai ke atas. Ini komitmen.
BAMBANG HENDARSO DANURI
Tempat dan Tanggal Lahir: Bogor, 10 Oktober 1952
Pendidikan:
Karier:
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo