Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Sudah Mepet Berubah Pula

Komisi Pemilihan Umum berulang kali mengubah jadwal kampanye. Partai Banteng ”hilang” di Bali.

23 Maret 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KECAMAN beruntun akhirnya disasarkan kepada Komisi Pemilihan Umum. ”KPU tak profesional,” kata Denny Andries, Wakil Sekretaris Jenderal Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia. ”Sudah mepet kampanye pemilu, kok muncul jadwal baru.” Denny mewakili partainya dalam rapat koordinasi partai-partai politik dengan Komisi Pemilihan di Jakarta, Selasa pekan lalu.

Semua perwakilan partai hadir. Komisi diwakili anggotanya, I Gede Putu Artha dan Sri Nuryanti. Pertemuan ini memang mendadak dan—tak seperti biasanya—terbuka bagi wartawan. Perlu kesepakatan baru dengan partai, sekaligus mengklarifikasi pemberitaan soal penjatahan jadwal dan lokasi kampanye.

Putu, komisioner bidang hukum, mengatakan pangkal soalnya adalah Surat Keputusan KPU Nomor 173 tentang perubahan jadwal kampanye partai politik. Surat tertanggal 13 Maret 2009 itu, menurut Putu, beredar ke wartawan meski belum secara resmi dirilis.

Apakah itu SK gelap? ”Silakan mengartikan sendiri,” kata Putu. ”Yang jelas, belum pernah dikeluarkan,” Putu menambahkan, berulang-ulang. Tapi salinan surat itu telah diotentifikasi. ”Salinan sesuai dengan aslinya” itu berstempel Sekretaris Jenderal Komisi dan ditandatangani Kepala Biro Hukum W.S. Santoso.

Kontan sejumlah partai menggugat sikap Komisi mengulak-alik jadwal kampanye. Masalah ini telah sampai ke Badan Pengawas Pemilu. Partai Patriot, misalnya, kehilangan satu kali jatah kampanyenya di DKI Jakarta. Semestinya, partai pimpinan Yapto Soerjosoemarno ini mendapat jatah dua kali.

Tiga kali sudah jadwal kampanye direvisi. Wakil Sekretaris Badan Pemenangan Pemilu Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Arif Wibowo mengatakan partainya termasuk paling dirugikan. Padahal, kata dia, penjatahan masa kampanye terbuka—dari 16 Maret sampai 5 April—itu sudah punya rujukan resmi, yakni kesepakatan di rapat koordinasi Komisi dengan partai politik pada 23 Januari.

Di forum itu, kata Arif, partainya ditetapkan berkampanye pada 29 Maret dan 5 April di Provinsi Bali. Mestinya hasilnya ditetapkan dengan SK 107 yang dikeluarkan pada 31 Januari. ”Ternyata isinya tak sesuai kesepakatan. Saya bilang itu SK liar,” kata Arif.

Protes yang sama dilontarkan partai lain yang senasib. Lalu direvisilah dengan SK 115 tertanggal 6 Februari. Namun, seperti tak kapok kecemplung di lubang yang sama, di SK baru itu lagi-lagi pembagian porsi antarpartai bermasalah. Betapa terkejut Arif karena di revisi yang ketiga, pada SK 173, jadwal kampanye 5 April di Pulau Dewata malah hilang.

Partainya merasa sangat terpukul dengan ”hilang”-nya jadwal di hari penutupan kampanye itu. Partai Banteng telah merancang agenda besar di daerah basis. ”Bagi kami, penutupan itu yang terpenting karena di sinilah efek psikologi massanya paling tinggi,” kata Arif.

Pada agenda itu, kata Arif, partainya akan menghadirkan Ketua Umum Megawati Soekarnoputri. Pesan terakhir menjelang hari tenang inilah, biasanya, yang paling kuat mengena di memori pemilih. Tak aneh jika Arif curiga ada upaya penjegalan pada partai pemenang Pemilihan Umum 1999 itu.

Akhirnya, Komisi Pemilihan mendapat tudingan gawat: tak netral sebagai penyelenggara pemilu. Muncul pula dugaan, jadwal kampanye diubah karena disesuaikan dengan cuti Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai juru kampanye nasional Partai Demokrat. ”Baunya sangat keras,” kata Arif Wibowo.

Buktinya, kata calon anggota legislatif PDI Perjuangan dari Jember, Jawa Timur, itu jadwal baru banyak menguntungkan Partai Demokrat. Ia mencatat setidaknya ada 15 jadwal kampanye Partai Demokrat yang bergeser. ”Dari yang semula harinya acak menjadi berurut Jumat, Sabtu, Minggu,” kata Arif. ”Saya yakin itu ada urusannya dengan politik pencitraan SBY.”

Menurut Arif, perubahan itu bisa dilihat jelas ketika menyandingkan jadwal kampanye sesuai kesepakatan 23 Januari dengan jadwal di SK 173. Jika dibandingkan dengan SK 115 pun, hasilnya akan sama. ”Jadwal baru itu tak konstitusional karena tak dikoordinasi dengan parpol,” kata Arif.

Jadwal baru SBY di tiga hari menjelang tutup kampanye secara berurut ”menyapu bersih” Pulau Jawa. Pada 3 April, Yudhoyono berkampanye di Bangkalan dan Surabaya, Jawa Timur, dan esoknya di Yogyakarta. Pada 5 April, rally dari Magelang, mampir sebentar di Ambarawa, dan penutupannya di Semarang.

Ketiganya di Jawa Tengah, basis utama PDI Perjuangan. ”Jawa penting karena berpenduduk besar,” kata Ketua Badan Pemenangan Pemilu Partai Demokrat Yahya Sacawiria. ”Hasil 2004 kurang menggembirakan, makanya dengan SBY di Jawa Tengah harapannya bisa berpengaruh signifikan.”

Faktor SBY memang penentu bagi Demokrat. Tampilnya sang Presiden diakui partai itu bisa mendongkrak suara. ”Elektabilitas Demokrat hanya setengahnya SBY,” kata Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Marzuki Ali. ”Demokrat ingin mengingatkan pemilih bahwa Demokrat adalah SBY, dan SBY adalah Demokrat.”

Benarkah penjadwalan baru menguntungkan Demokrat? ”Tidak ada itu,” kata Sri Nuryanti, Ketua Kelompok Kerja Kampanye Komisi Pemilihan. I Gede Putu Artha menambahkan, jadwal cuti Presiden—yang baru keluar pada 7 Maret—tak berpengaruh pada Komisi, karena jadwalnya lebih dulu keluar pada 6 Februari berbentuk SK 115.

”Tolong, jangan ada suasana insinuatif yang membuat kami tak nyaman,” kata Putu. Namun, diakuinya, jadwal di SK 115 lemah karena belum dikomunikasikan dengan partai politik. ”Itu fatalnya,” kata Putu.

Menurut Ketua Komisi, Abdul Hafiz Anshary, sedari awal pihaknya berniat merevisi karena tak berimbangnya porsi. Ada yang cuma sekali berkampanye, tapi ada yang tiga kali di satu provinsi. ”Biar adil, yang tiga dipotong satu, yang satu ditambah satu,” kata Hafiz. ”Pokoknya, satu partai dua kali di satu provinsi.”

Hafiz berdalih, jadwal itu agak kacau karena bentrok dengan hari raya Nyepi pada 26 Maret. Awalnya, pada hari itu semua partai libur. Tapi belakangan pleno Komisi sepakat libur kampanye hanya di Bali. Ini menyulitkan Komisi karena jumlah 20 hari masa kampanye dengan 38 partai tak terbagi habis dua-dua. ”Ini namanya kualat kepada orang Hindu,” kata Putu Artha sambil terkekeh.

Tapi sumber Tempo di Komisi memberikan masukan berbeda. Menurut dia, saat penyusunan jadwal, politikus Partai Demokrat sering menghubungi anggota Komisi untuk meminta perbaikan jadwal kampanye Demokrat. ”Krang-kring-krang-kring terus,” katanya. ”Orang Demokrat sering menelepon.”

Yahya Sacawiria membantah informasi itu. ”Tidak pernah kami mengintervensi KPU,” ujarnya. ”Sudah bukan zamannya lagi krang-kring.” Demokrat, kata dia, menghormati independensi Komisi sehingga tak pernah menuntut macam-macam.

Abdul Hafiz Anshary mengatakan, sebelum keluar SK 115, pihaknya memang masih menerima masukan dari partai. ”Kalau diminta, ya, tapi bukan hanya dari satu partai itu,” kata Hafiz. Alasannya, jadwal versi 23 Januari masih berupa draf sehingga masih menerima masukan.

Lalu bagaimana dengan hilangnya jadwal PDI Perjuangan pada 5 April di Bali? ”Namanya juga manusia, bisa salah dan lupa,” kata Hafiz. ”Tapi orangnya sudah kami tegur.”

Agus Supriyanto, Pramono

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus