Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hidup Alwi Shihab, 59 tahun, kini bergerak dari satu titik ke titik yang lain. Jadwalnya teramat padat. Waktu terasa berjalan lebih cepat baginya. Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat ini memang tengah dikejar tenggat. Sebagai ketua tim pengawasan pencairan dana kompensasi kenaikan bahan bakar minyak (BBM), serenceng agenda mesti diselesaikan. Sungguh, beban pekerjaan yang tak bisa dibilang enteng.
Tersedia dana sebesar Rp 4,6 triliun dari pemerintah sebagai kompensasi kenaikan harga BBM. Dana itu mesti bisa diterima tepat dan merata oleh 15,5 juta keluarga miskin pada tiga bulan pertama. Perinciannya, setiap keluarga miskin menerima Rp 100 ribu per bulan. Uang itu bisa diterima dengan menukarkan kartu tanda miskin.
Bukan hanya urusan BBM yang membikin Alwi penat belakangan ini. Perkara lain yang juga menguras konsentrasinya adalah kasus anggaran dana pascabencana yang belum tuntas dibahas DPR. Selain itu, Alwi juga mesti menghadapi konflik internal Partai Kebangkitan Bangsa.
Bagaimana Alwi mengelola semua itu? Di sela-sela waktunya yang padat, Kamis petang pekan lalu, dia menyempatkan diri menerima Widiarsi Agustina, Philipus Parera, dan fotografer Bernard Chaniago dari Tempo untuk sebuah wawancara khusus di kantornya, Jalan Merdeka Barat, Jakarta Pusat. Berikut petikannya.
Pemerintah memastikan keluarga miskin akan menerima dana kompensasi BBM secara tunai. Bagaimana kejelasannya?
Prinsipnya, kami ingin masyarakat miskin tidak terbebani kenaikan BBM. Tentu saja, semua orang sudah tahu bahwa argumentasi pemerintah menaikkan harga BBM adalah adanya kenaikan harga BBM di dunia. Para pengamat yang obyektif akan melihat kenaikan harga BBM di dunia itu suatu keniscayaan. Di mana-mana naik, dan di mana-mana ada demonstrasi karena semua orang tidak puas.
Masalahnya, kondisi keuangan kita saat ini sangat sulit kalau tetap membayar harga minyak dengan nilai hampir US$ 70 per barel. Apa boleh buat, subsidi harus ditekan agar bisa menggunakan dana itu untuk pembangunan. Nah, agar rakyat miskin tidak terbebani dengan pencabutan subsidi, kami memberikan dana subsidi sebagai kompensasi. Di negara lain, sebenarnya, tidak dibarengi dengan subsidi begini. Taruhlah Yaman—ada kenaikan hampir 100 persen, ada demonstrasi dua hari soal kenaikan BBM.
Seberapa jauh rencana itu disosialisasi?
Rabu kemarin saya baru pulang dari Bali dan bertemu dengan masyarakat di sebuah desa terpencil yang desanya mendapat bantuan infrastruktur. Dalam pertemuan itu, saya bertanya: ”Bu, ini ada kelebihan uang. Ibu mau ini jalan diaspal, dibikin jembatan, atau ibu mau pemerintah memberikan uang untuk ditabung dan nombokin beli minyak tanah? Yang mau dibangunkan jembatan angkat tangan!” Eh, tak satu pun yang mau jembatan. Semuanya bilang mau uang, bukan jembatan.
Apa alasan sebenarnya dana kompensasi diberikan secara tunai?
Supaya mereka bisa merasakan kalau harga minyak naik, uang mereka ini kan tak mencukupi minyak tanah. Karena itu, pemerintah memberi Rp 100 ribu (supaya bisa beli). Pemerintah melihat psikologi massa, rakyat miskin membutuhkan dana untuk meringankan beban akibat kenaikan harga minyak. Ini bukan program pertama di dunia. Sudah ada 20 negara yang melakukan. Misalnya saja Turki, Cile, dan Amerika Latin. Mereka melakukan cash transfer.
Dari mana angka Rp 100 ribu diperoleh?
Begini, misalnya harga minyak tanah sekarang Rp 700 dan naik 100 persen, artinya mereka harus nombok Rp 700. Nah, kalau satu keluarga dalam satu bulan menghabiskan 20 liter minyak tanah, maka 20 liter kali tambahan Rp 700 kan baru Rp 20 ribu. Sisanya buat apa? Implikasi dari kenaikan itu adalah pada inflasi. Taruhlah inflasi 5 persen atau menjadi Rp 30 ribu. You harus masukkan Rp 30 ribu di situ. Dengan Rp 30 ribu itu, ditambah tadi, jadi Rp 50 ribu lain-lainnya. Sebenarnya masih ada kelebihan yang bisa digunakan modal tambahan berusaha.
Bagaimana mekanisme penyaluran dana tunai itu dan sejauh mana persiapan pemerintah?
Badan Pusat Statistik (BPS) mendata orang-orang miskin di seluruh Indonesia. Proses pendataan dilaksanakan berkoordinasi dengan pemerintah daerah. Langkah ini dilakukan untuk memastikan ketepatan akurasi data rakyat miskin.
Survei BPS itu dilakukan dengan sejumlah variabel. Misalnya, bagaimana kondisi lingkungan sosial dan ekonomi. Variabel ini juga ikut menentukan selain income keluarga miskin. Saat ini, survei telah dilakukan di 90 persen. Begitu selesai, kami akan mencetak kartu identitas penerima dan didistribusikan ke keluarga miskin oleh BPS dan aparat pemda tingkat kabupaten/kota. Lalu PT Pos akan mengirim surat pemberitahuan untuk pengambilan uang di kantor pos. Nah, di sini, keterlibatan pemerintah daerah sangat penting sekali, utamanya dalam pengaturan waktu dan lokasi pembayaran, terutama bagi daerah-daerah di luar jangkauan kantor pos.
Ada kemungkinan mengenai warga miskin yang luput didata.…
Untuk itu ada mekanisme pengaduan. Mereka bisa mengadukan kalau mereka merasa miskin dan minta didata. Kami sendiri akan mengirimkan tim untuk memantau di bawah. Tim itu melibatkan orang Departemen Sosial, Departemen Dalam Negeri, dan BKKBN.
Siapa yang akan mencairkan dana itu?
PT Pos. BRI akan mengirimkan sejumlah dananya ke PT Pos. Tinggal PT Pos menghubungi mereka untuk mengambil dana itu, seperti mengambil wesel. Kalau di daerah terpencil, akan ditetapkan di mana PT Pos berada, agar orang-orang itu bisa datang. Kami berharap semua bisa diselesaikan pada bulan Oktober.
Berapa lama program ini akan berjalan?
Tiga bulan. Setelah ini kita revisi. Sekarang pemerintah sudah mengimbau agar rakyat tidak membelanjakan kalau sudah diberi uang. Lebih baik dimasukkan dalam usaha mikro, usaha kelompok bersama. Kami juga minta kepala daerah menjadi pendamping, mengatur agar uang ada hasilnya.
Berapa total jumlah dana subsidi langsung tunai itu?
Sekitar Rp 4,6 triliun untuk 15,5 juta keluarga miskin. Dengan asumsi satu keluarga empat orang, maka jumlahnya sekitar 62 juta jiwa. Ini bujet sementara, karena perhitungan akhir belum kita terima. Yang jelas, selain keluarga miskin, kami juga akan menghitung keluarga yang hampir miskin. Soalnya, antara miskin dan hampir miskin ini sudah dekat sekali. Kriterianya tentu dari penghasilan, juga dari variabel yang disurvei tadi. Misalnya saja, ada keluarga miskin sudah punya motor di rumah. Itu artinya keliru dan harus dikoreksi.
Ada sebagian masyarakat mengkhawatirkan soal akurasi data BPS.…
Data dari BPS ini sudah melebihi angka kemiskinan awal. Jadi, kita sudah menganggap semua ini sudah mengakomodasi. Dan menurut pelacakan di lapangan, tim BPS juga mencatat keluarga miskin dan hampir miskin, serta faktor-faktor yang mempengaruhi. BPS menggunakan tenaga yang kredibel untuk melaksanakan ini.
Pemerintah melakukan verifikasi juga? Jelas dong. Sejauh ini, hasil verifikasi cukup menggembirakan. Tak seperti anggapan orang, ada manipulasi atau tidak, karena memang kriteria penentuannya cukup tepat.
Ada kesan program ini kok seperti Sinterklas—bagi-bagi duit.
Kesannya begitu karena tak ada jalan lain. Yang jelas, pemerintah bukan Sinterklas. You mau buka jalan yang mana pun, masyarakat tak merasakan langsung jika harga BBM naik. Jadi, ini supaya masyarakat tahu kalau pemerintah betul-betul prihatin dan tak bermaksud menyengsarakan mereka. Memang, kesannya seperti memberi ikan, tidak memberi kail. Tapi jangan salah, mereka yang mau mengail ikan itu harus kenyang dulu.
Pemberian uang tunai ke masyarakat ini bukannya justru rawan manipulasi?
Kalau ada manipulasi, kan bisa dikomplain, bisa diadukan. Kejaksaan Agung akan memberikan sanksi berat kepada yang memanipulasi data penerima dana kompensasi ini. Sanksinya hukuman penjara 6–7 tahun. Jangan sampai ada orang mengaku miskin tetapi sebenarnya tidak miskin.
Kapan kebijakan dana subsidi langsung ini efektif digelar? Apakah bersamaan dengan kenaikan BBM, Oktober nanti?
Soal kenaikan harga BBM itu hanya Tuhan dan Presiden yang tahu. Jangan tanya saya. Yang jelas, Presiden hanya mau menaikkan harga BBM jika beliau mengetahui persis dana subsidi BBM diterima masyarakat dengan baik. Kebijakan penyaluran dana ini akan efektif tanggal 1 Oktober. Sudah barang tentu tak semua daerah di Indonesia bisa serentak tanggal itu. Ada beberapa tempat terpencil baru bisa dilaksanakan seminggu atau dua minggu kemudian.
Beberapa waktu lalu, Panitia Anggaran DPR menolak membahas masalah anggaran dana pascabencana karena isu percaloan. Apa pendapat Anda?
Kami ini kan tugasnya menghimpun anggaran dana anggaran pascabencana alam dari daerah yang diajukan sejumlah departemen terkait. Tugas kita hanya mengkoordinir, bukan memeriksa, bukan menentukan jumlah. Penentuan jumlah itu hanya melalui usulan dalam sebuah rapat dan diteruskan Departemen Keuangan ke DPR untuk dimintakan persetujuan. Perubahan itu kadang-kadang di DPR, misalnya dicoret karena terlalu banyak, atau malah kurang. Soal penambahan atau pengurangan bukan kita yang minta. Kalaupun sudah disetujui, uang itu tak mampir ke kita.
Bukankah tugas verifikasi usulan anggaran dana pascabencana dilakukan Bakornas?
Bakornas cuma koordinasi antardepartemen yang melaporkan adanya bencana di daerah. Teknis operasionalnya, ya, departemen terkait, karena mereka yang mempunyai uang. Sejauh ini, pembahasan anggaran pascabencana belum selesai. Saat ini Bakornas sedang menunggu hasil verifikasi yang dilakukan departemen teknis terhadap daerah-daerah. Verifikasi dilakukan karena ada data daerah yang belum terekam saat diajukan ke Panitia Anggaran.
Soal sikap Panitia Anggaran DPR yang terkesan emoh membahas soal anggaran dana bencana, komentar Anda?
Saya kira itu luapan emosi. Mudah-mudahan bisa segera cair. Saya kira itu masalah komunikasi saja. Soalnya, kalau DPR enggak mau membahas, kasihan dong daerah.
Laporan keuangan dana tanggap darurat pascabencana di Aceh dan Nias yang disampaikan Bakornas dinilai BPK mengecewakan. Apa yang sebenarnya terjadi?
Saya memang kecewa dengan pernyataan Ketua BPK itu. Dulu, supaya laporan tidak ditertawakan, saya menanyakan bagaimana format pelaporan keuangan Bakornas. Waktu itu Pak Anwar menyatakan kalau lembaganya sudah punya format pelaporan. Saya pun bikin sesuai format BPK. Selesai. Saya kirim ke semua pos sesuai format yang diinginkan. Lalu, jika sekarang dikatakan amburadul, di mana alasannya? Kami, kan hanya pakai format dari sana.
Ini soal partai. Pekan depan, PKB versi Anda akan muktamar di Surabaya. Apa sih latar belakang digelarnya muktamar itu, mengingat masih ada masalah hukum?
Kemarin saya baru dari Jawa Tengah. Lebih dari 200 kiai hadir dalam sebuah pertemuan di Magelang. Isi pertemuan itu, antara lain, adalah kita harus segera muktamar. Kenapa muktamar? Karena mau membuktikan bahwa rekomendasi ulama pada waktu itu harus dilaksanakan. Bagi mereka, bukan masalah hukum atau tidak hukum. Dia mau menunjukkan, ini lo muktamar yang benar. Bahwa kalah atau menang di MA itu urusan kedua. Mereka hanya mau meluruskan yang keliru.
Jadi, pada dasarnya, para kiai itu ingin meletakkan kebenaran di atas segala-galanya. Para kiai itu bilang begini: ”Kita ini tak mau kursi, tak mau jabatan menteri. Tapi yang kita mau, ada partai yang membawa aspirasi warga NU.” Karena itu, kita mendirikan partai ini dan sekarang ini partai sudah membawa aspirasi itu. Waktu kita kampanye, kita mendukung SBY-Kalla, bukan mau menurunkan SBY-Kalla. Tapi PKB yang Gus Dur itu pergi ke Istana mau menurunkan SBY-Kalla. Nyatanya, mereka sudah menjadi partai oposisi. Padahal, mau mereka bukan seperti itu.
Aspirasi PKB yang benar adalah sesuai dengan apa yang kita perjuangkan. Menjadikan SBY-JK presiden. Masak, sudah jadi presiden kita mau turunkan. Ini kan tak sesuai aspirasi.
Kabarnya, pada muktamar itu, Saifullah Yusuf diusulkan sebagai Ketua Umum PKB. Anda sendiri nantinya sebagai Dewan Syuro?
Sejak awal sebenarnya saya sudah tak pingin jadi ketua umum lagi. Bahkan waktu saya diturunkan Gus Dur, saya bilang ke Gus Dur. ”Gus, mbok tunggulah sampai muktamar.” Tapi tetap saja…. Saya ini tak mau mempertahankan apa-apa. Saya cuma pingin aturan main ditaati saja. Kalau kita tidak menghormati AD/ART, mana lagi yang kita hormati?
Kenapa sih tidak islah saja. Konflik seperti ini kan justru menghancurkan PKB dan NU?
Kita itu mau semuanya selesai di muktamar. Kita pingin bikin muktamar seperti yang dibuat Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Demokrat, dan Partai Amanat Nasional. Itu menampung aspirasi semua orang. Apakah you mau islah di suatu muktamar yang menghasilkan struktur yang direkayasa dan kita disuruh mengikuti yang direkayasa ini?
Ini bukan masalah kursi, tapi prinsip. Para kiai itu juga—kita mau islah, tapi mereka mengancam mau recall. Jadi, siapa yang islah dan siapa yang tak mau islah? Para kiai itu tidak mengejar kursi, juga jabatan. Mereka mau melihat partai yang didirikan dan memenangkan SBY di Jawa Timur, Jawa Tengah, itu bersama-sama membangun bangsa ini..
Apakah soal islah itu tercetus dalam pertemuan para kiai?
Para kiai itu konsisten, tak pernah membatasi muktamar ini. Mereka juga tak pernah melarang Muhaimin hadir, misalnya. Kiai bilang, semuanya sebaiknya hadir, bahkan kalau perlu, yang senang dan yang tidak senang PKB juga diminta hadir. Buktinya, Kiai Dimyati Rais yang dulu mendukung Pak Matori Abdul Djalil juga hadir kok. Semua kita himpun agar partai ini menjadi besar.
Sebelumnya, apa tidak ada para kiai yang mendekati Gus Dur untuk islah?
Mereka sudah tiga kali bertemu Gus Dur, tapi Gus Dur enggak mau mendengar.
Alwi Abdurrahman Shihab
Lahir
- Rappang, Sulawesi Selatan, 19 Agustus 1946
Pendidikan
- Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir (1968)
- IAIN Alauddin, Makassar, Sulawesi Selatan (1986)
- Universitas Ain Sham, Kairo, Mesir—Ph.D. (1990)
- Temple University, AS—MA (1992)
- Temple University, AS—Ph.D. (1995)
- Harvard University, The Center for the Study of World Religions, AS—Post Doctorate Program (1995-1996)
Karier
- Direktur Utama Pabrik Gelas Priangan, Cianjur (1975-1979)
- Presiden Direktur Alfa Contracting Company, Jeddah (1979-1982)
- Direktur Utama PT Prima Advera, Jakarta (1982-1986)
- Anggota/Komisaris Yayasan Darul Quran, Jakarta (1982-....)
- Komisaris PT Eagle Tripelti, Jakarta (1985-1990)
- Komisaris Utama PT Dhafeo Manunggal Sejati, Jakarta (1986-….)
- Ketua PKB (2002-2005)
- Anggota DPR RI (1999 )
- Menteri Luar Negeri Kabinet Persatuan Nasional (1999-2000)
- Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (2004-….)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo