Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wawancara

Zahra, Siswi SMP Negeri 84 Jakarta Utara: Kalau Putus Sekolah, Masalah Jadi Bercabang

Zahra, 14 tahun, bersama sejumlah anak sebayanya dari lima negara pada dua pekan lalu berdiskusi dengan tiga duta besar Eropa dan Afrika dalam Forum Politik Tingkat Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa.

25 Juli 2020 | 00.00 WIB

Remaja dampingan Save the Children dalam program Coaching for Life, Zahra, di Jakarta, 1 Maret 2020.  Save the Children/Thomas Gustafian
Perbesar
Remaja dampingan Save the Children dalam program Coaching for Life, Zahra, di Jakarta, 1 Maret 2020. Save the Children/Thomas Gustafian

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Zahra, 14 tahun, bersama sejumlah anak sebayanya dari lima negara pada dua pekan lalu berdiskusi dengan tiga duta besar Eropa dan Afrika dalam Forum Politik Tingkat Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa. Dalam dis­kusi kelompok bertajuk Group of Friends of Children and the SDG’s (SDG’s) itu, siswi kelas IX SMP Negeri 84 Jakarta Utara ini antara lain menyampaikan ma­­salah putus sekolah dan perkawinan anak yang masih marak di Indonesia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Zahra aktif dalam Forum Anak Jakarta Utara dan Dewan Pe­­nasihat Anak (DPA) dari Save The Children (SC) Indonesia di Jakarta Utara. DPA menjadi peer support untuk anak-anak lain dalam program SC di wilayahnya. Ia pun ikut memberikan masukan untuk program lembaga itu hingga mengajak anak-anak mewujudkan kesetaraan gender. “Bisa bermain bola, menyampaikan aspirasi hak-hak anak dan permasalahan anak di sekitar kita," ujar Zahra kepada Dian Yuliastuti dari Tempo lewat panggilan video pada Rabu lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Dalam wawancara itu, Zahra bersama tiga pen­­damping SC bercerita ten­­tang bagaimana ia terpilih menjadi wakil anak Indonesia dalam forum tingkat dunia itu, aktivitas, sekolah, hingga kesehariannya. Berikut ini petikan wawancara itu.

Bagaimana ceritanya bisa mengikuti diskusi di Forum Anak PBB?

Awalnya dari kegiatan Sepak Bola Ketahanan pada 2019. Zahra pikir, ya cuma bermain sepak bola seperti biasa. Tapi ternyata banyak mendapat sesuatu, diajari apa itu bekerja sama, kepercayaan diri, kejujuran, dan sportivitas. Di sepak bola ini juga diajarkan apa yang harus diperbuat sehari-hari. Saat itu SC Indonesia datang ke setiap RPTRA (ruang publik terpadu ramah anak), mengajak anak yang mau bergabung di Dewan Penasihat Anak. Tugasnya memberikan semacam bimbingan konseling kepada teman sebaya, mengajak anak-anak dalam mewujudkan kesetaraan gender, bisa bermain sepak bola, serta menyampaikan aspirasi hak-hak anak dan permasalahan anak di sekitar kita.

Lalu?

Lalu DPA mengadakan kegiatan lomba coaching ke Yordania. Ada turnamen di sana. Ditanya sepulang dari Yordania mau melakukan apa. Zahra dan enam anak lainnya terpilih, kami ikut acara ke Yordania. 
(Sepak Bola Berketahanan adalah program SC bekerja sama dengan Arsenal Foundation bertajuk Bouncing Back: Couching for Better Future—(COOL). Menurut Ratna Yunita, Child Rights Governance Advisor Save The Children, program itu melibatkan anak-anak yang tinggal di urban slum. Zahra tinggal bersama ibunya di Jakarta Utara. Dia bersama enam anak lain dari RPTRA di Jakarta berbagi pengalaman dengan peserta turnamen dan anak-anak di kamp pengungsi dari Suriah.)

Bagaimana dengan seleksi ke forum PBB?

Setelah itu, dari Yordania, SC Indonesia kemudian mengadakan lomba penulisan cerita sebagai syarat seleksi perwakilan anak untuk mengikuti sidang PBB di New York pada Februari 2020. 

Zahra bikin cerita apa?

Zahra bikin tulisan tentang pernikahan anak, apa penyebabnya, dampaknya, dan sebagainya. Selain diwawancarai SC, juga dinilai oleh kawan-kawan. Ternyata Zahra lolos, terpilih. Itu sudah senang, sudah bikin paspor, dan menyiapkan baju, kan masih musim dingin ya. Ternyata ada pandemi, jadi ditunda sampai enggak tahu kapan, hampir tidak jadi.
Nah, kemarin Zahra dapat informasi acara jadi diselenggarakan, yakni pertemuan High Level Political Forum Unicef. Pertemuan itu membicarakan tema SDGs (Sustainable Development Goals) dan pemenuhannya. Zahra bersama anak-anak dari Nepal, Mozambik, Albania, Meksiko, serta tiga duta besar dari Luksemburg, Jamaika, dan Bulgaria.

Apa yang disampaikan Zahra dalam forum itu?

Zahra menyampaikan SDGs dan pemenuhannya dari poin 5 tentang kesetaraan gender yang erat kaitannya dengan perkawinan anak. Hal ini juga terkait dengan poin SDGs lainnya, seperti poin 1 tentang kemiskinan dan poin 4 tentang pendidikan berkualitas.

Mengapa tertarik dengan perkawinan anak?

Zahra tertarik karena di Indonesia satu dari sembilan anak menikah sebelum usia 19 tahun. Selama masa pandemi ini saja angkanya meningkat. Berdasarkan hasil riset yang Zahra kumpulkan dari berita, angkanya mencapai 24 ribu selama masa pandemi ini di Indonesia. Zahra tergerak karena banyak banget dampak negatifnya.

Apa saja?

Dari segi pendidikan, putus sekolah. Dari unsur kesehatan, organ reproduksi belum matang, ini meningkatkan kasus kematian bayi. Lalu ada KDRT. Belum lagi tidak ada kesiapan secara fisik dan mental. Seandainya generasi penerus Zahra seperti ini, mau jadi apa Indonesia? Masa depan anak-anak enggak terjamin, angka kemiskinan terus meningkat. Jangan sampai generasi mendatang seperti ini. Kegiatan di forum itu bisa memberikan kesempatan untuk bertanya kepada dubes. Apa mereka suka sepak bola, lalu bagaimana mereka bisa memastikan anak perempuan dan laki-laki bisa setara.

Apa tanggapan mereka?

Pak dubes dari Luksemburg mengatakan, persepsi masyarakat seperti itu merupakan bentuk diskriminasi berbasis gender. Akses pendidikan adalah kunci hak dan peran, terutama untuk mendorong kesetaraan gender. Sedangkan duta besar dari Jamaika menjawab anak perempuan dan laki-laki harus sama, memperjuangkan hak-haknya. Tidak perlu menjadi super-star, tapi mulai dari hal-hal kecil, dari jaringan, dan berteman.

Zahra senang bisa mengikuti forum tersebut?

Syukur alhamdulilla, bisa mewakili aspirasi anak-anak dan menyampaikan apa yang dibutuhkan anak-anak Indonesia. Zahra berusaha sebisa mungkin aktif di kegiatan pemenuhan hak anak di sekitar Zahra. Bagaimana supaya teman-teman tidak ada kesulitan dalam menempuh pendidikan.

Adakah teman Zahra yang kesulitan bersekolah?

Ada beberapa teman yang putus sekolah. Kemarin ada yang tidak bisa masuk ke sekolah karena batasan usia, banyak yang berprestasi tapi tidak diterima sekolah. Sedangkan dia enggak mampu untuk masuk sekolah swasta. Ada juga yang memutuskan menikah. Jadi sedih. Tetangga Zahra masih duduk di bangku SD, kan belajar daring, dia tidak punya HP dan tidak bisa mengakses Internet, tidak bisa belajar. Akhirnya bekerja di pasar, ikut angkut-angkut, jualan. Tujuannya untuk meringankan biaya sekolah dan orang tuanya.

Bagaimana perasaannya terpilih mewakili anak Indonesia dan berdiskusi?

Gemetaran, takut, gugup. Tapi mama dan pendamping dari SC bilang, ‘Udah rileks aja, enggak usah gugup’. Akhirnya jadi rileks dan udah, ngobrol biasa aja. Ada yang putus-putus koneksi Internet-nya pas diskusi kemarin.

Dari mana ide menyiapkan bahan untuk diskusi itu?

Inspirasinya dari orang terdekat. Mama bilang enggak usah jauh-jauh cari, banyak yang bisa diangkat dari orang yang Zahra kenal. Dia menikah di usia 14 tahun, karena faktor orang tua dan ekonomi keluarga menyulitkan untuk mengakses sekolah dan dia salah pergaulan. 

Kalau kumpul-kumpul di RPTRA dan DPA, apa saja yang dibahas?

Kami bercerita tentang masalah yang ada di daerah masing-masing, misalnya, soal akses pendidikan. Masalah kawan atau anak yang kesulitan bersekolah, RPTRA lalu bikin sekolah malam. Diskusi juga mencegah perkawinan anak dan menyampaikan aspirasi ke pemerintah. Waktu itu ada audiensi dengan Ibu Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Tapi bukan Zahra yang sampaikan, ada teman Zahra yang mewakili.

Contoh yang sering ditemui soal kesetaraan gender dan masalah kawan-kawan apa saja?

Misalnya, banyak yang bilang, ‘Udah enggak usah sekolah, percuma sekolah tinggi entar ke dapur juga’. Lalu mengolok-olok secara fisik dan melakukan perundungan. Ada juga yang putus sekolah dan jadi pekerja anak.

Apa yang Zahra dan kawan-kawan lakukan?

Kalau ada yang kena masalah, misalnya, si A lagi ada masalah, Zahra coba ikut bantu. Kalau ada yang bilang merendahkan perempuan, ya Zahra jawab, coba kasih pengertian.

Di sekolah ada juga yang mengolok-olok atau mem-bully teman perempuan?

Ya ada, Zahra bilangin. Misalnya, ada anak cowok mem-bully teman cewek, Zahra kembalikan omongannya. Zahra bilang, ‘Seandainya kakak perempuan atau ibunya dikata-katain, bagaimana? Ayo coba sini tukar posisi’. Ada yang masih ngeyel juga, bilang, ‘Emak gue, kakak gue, bedalah’. Ada yang mau dengerin masukan, ada yang cuek, sampai bilang, ‘Eh, siapa elu?’ Zahra maklumi saja.  

Kenapa terjadi begitu, ya?

Banyak faktornya, pertama, dari dirinya sendiri, lingkungan keluarga, apalagi yang dari keluarga broken home, berantakan, terganggu psikisnya. Ada beberapa anak yang Zahra dekati. Dia dari keluarga broken home juga, pergaulan bebas, pelan-pelan Zahra kasih masukan. Dia akhirnya menyadari. Tapi ada juga yang cuek, enggak berubah.
Di Sepak Bola Ketahanan juga ada teman yang dipilih bergabung karena agak bermasalah. Anaknya ceplas-ceplos, pertama kenal orangnya frontal, suka bicara kotor, kasar. Akhirnya dibikin semacam tantangan, kalau ngomong kasar atau kotor dikasih hukuman. Ini juga buat melatih dia biar enggak bicara kotor atau kasar. Pelan-pelan ada hasilnya, omongan kotor dan kasarnya berkurang.

Zahra pernah di-bully?

Zahra juga dikata-katain, gendut, hitam. Enggak apa-apa, gendut sehat daripada kurus banyak pikiran, he-he-he. Hitam, kan memang kulit orang Indonesia begini. Mama gue juga enggak protes. Dulu pernah juga Zahra di-bully sampai nangis-nangis, pengen pindah rumah, pindah sekolah. Tapi kemudian Zahra pikir-pikir lagi pasti banyak pengeluaran, dibilangin sama mama, enggak usah didengerin. Zahra ingin sampaikan kepada teman-teman, jangan malu bercerita. Soalnya kan ada anak yang tertutup.   

Mengapa Zahra suka sepak bola?

Ya, awalnya karena kakak sering menonton sepak bola kalau pas kumpul di rumah. Jadi, sejak kecil Zahra suka sepak bola. Di keluarga sukanya nonton Arsenal, MU, dan Chelsea.

Siapa pemain sepak bola idola Zahra?

Zahra ngefans dengan Zahra Muzdalifah (mantan pemain Persija Putri). Kalau yang cowok ada Muhammad Valeron (pemain timnas U-16) dan Egy Maulana Vikri (pemain klub Polandia Lechcia Gdansk). Kalau pemain Eropa, Mesut Oezil, Christiano Ronaldo, dan Lionel Messi. Klub lokal, suka Persija sama Persib. Tapi kalau lagi ribut, pilih timnas Indonesia saja, he-he-he.

Selama masa pandemi ini apa saja aktivitas Zahra?

Zahra jarang keluar rumah, mending ngumpul sama keluarga, ada saudara juga sebaya, atau ke RPTRA. Kalau main paling sepulang sekolah, bawa baju ganti, baru pulang. Kalau pas masa pandemi enggak bisa ke mana-mana juga. Paling bantu mama. Mama suka dapat pesanan bikin makanan katering kalau ada hajatan atau selametan.

Stres enggak harus belajar daring terus?

Stres-enggak stres, sih. Tugas banyak.

Apa cita-cita Zahra?

Belum tahu, belum tetap sih. Pengen jadi pengusaha. Hmm,  pengen jadi orang sukses. Oh ya, kemarin itu juga pas di forum ada Wakil Khusus Sekjen PBB Bidang Perlindungan Anak Dr Najat Maalla M’jid. Beliau keren banget. Pengen bisa seperti dia.

Apa yang ingin disampaikan untuk kawan sebaya Zahra dalam memperingati Hari Anak Nasional pada 23 Juli?

Zahra ingin katakan selalu perjuangkan apa yang seharusnya jadi hak kita, hak anak. Selalu bersyukur, berusaha untuk jadi lebih baik. Mari ajak teman-teman di lingkungan kita, mau kondisi seburuk apa pun, selemah apa pun, jangan sampai putus sekolah, jangan menikah di bawah usia 19 tahun. Jangan. Kalau sudah putus sekolah, pasti bercabang masalahnya.

Zahra

Usia:

14 tahun, anak bungsu dari empat bersaudara

Sekolah:

SMP-N 84 Jakarta Utara

Kegiatan:
- Sepak Bola Berketahanan
- Forum Anak Kelurahan Semper Barat, Jakarta Utara
- Dewan Penasihat Anak-SC Indonesia di Jakarta Utara

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus