Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Enam aktivis Papua memasuki ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk mendengarkan pembacaan dakwaan. Dua dari enam tersangka itu mengenakan pakaian adat khas Papua. Sementara empat lainnya memakai kemeja putih lengkap dengan rompi tahanan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dari pantauan Tempo, mereka terlebih dulu membentuk lingkaran dan berdoa. Setelah itu, mereka berbaris memanjang menghadap ke bangku pengunjung. Mereka kemudian mulai melantunkan lagu pukul 16.14 WIB. "Hidup ini suatu misteri," begitu penggalan awal lagu tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Judul lagunya adalah 'Misteri Kehidupan'. Salah satu tersangka, Surya Anta, menuturkan lagu itu dinyanyikan untuk mengenang seorang budayawan sekaligus antropolog dari Papua Barat bernama Arnold Clemens Ap--sekaligus pencipta lagu tersebut.
Surya lalu menyampaikan lagu Hidup Ini Suatu Misteri diciptakan Arnold di dalam penjara. Meski berhasil melarikan diri, dia melanjutkan, Arnold pada akhirnya ditembak Komando Pasukan Khusus atau Kopassus. "Kami mengenangnya sekarang dan selama-lamanya, wa wa wa," ucap Surya.
Mereka menyanyikan lagu itu hingga lirik akhir. "Yang kudamba yang kunanti tiada lain hanya kebebasan," demikian penggalan akhir lagu. Usai bernyanyi, beberapa di antara mereka mengeluarkan air mata.
Sebelumnya, polisi menangkap keenamnya setelah mengibarkan bendera Bintang Kejora saat unjuk rasa di depan Istana Negara, Jakarta Pusat pada Agustus 2019 lalu. Sebelum unjuk rasa, terjadi peristiwa pengepungan dan penyerangan asrama Papua di Surabaya pada 16 Agustus 2019.
Sebelum sidang perkara di PN Jakpus, mereka mengajukan permohonan gugatan praperadilan di PN Jakarta Selatan. Tujuannya agar status tersangka gugur. Namun, hakim menolak permohonan tersebut.