Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Ahli Jelaskan Fakta di Balik 6 Mitos Menyusui dan MPASI

Masih banyak mitos seputar menyusui dan mempersiapkan MPASI yang beredar di masyarakat yang belum tentu bisa dipertanggungjawabkan secara medis.

8 Agustus 2018 | 09.10 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ilustrasi menyusui. factretriever.com

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Orang tua baru biasanya memiliki rasa kekhawatiran yang cukup banyak ketika merawat bayi mereka, terutama yang berhubungan dengan nutrisi. Salah satunya mengenai anjuran dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tentang pemberian ASI saja atau ASI eksklusif selama enam bulan pertama, dan dilanjutkan hingga dua tahun.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Banyak ibu yang berjuang untuk dapat memberikan ASI eksklusif. Namun, masih banyak mitos seputar menyusui dan mempersiapkan MPASI yang beredar di masyarakat yang belum tentu bisa dipertanggungjawabkan secara medis.  Selain itu, banyak juga informasi dan mitos yang diperoleh dari orang-orang terdekat.

Dokter spesialis anak Yoga Devaera mengakui masih banyak yang mempercayai mitos yang padahal belum tentu benar. “Ketika mendapat nasihat dari orang lain, maka orangtua harus aktif untuk mengkonfirmasi dan mencari info yang benar. Percayai sumber informasi kredibel seperti dokter, organisasi terpercaya atau situs parenting, bukan hanya blog post atau unggahan media sosial tanpa sumber yang jelas,” ujar Yoga dalam keterangan resmi Philips.

Yoga memberikan contoh mitos yang beredar misalnya bayi yang telah berusia 6 bulan membutuhkan tambahan jenis susu lainnya. Hal ini tidak benar, memang bayi setelah bulan memerlukan tambahan energi, protein dan  terutama zat besi  karena ASI saja tidak mencukupi.  Namun bukan susu formula tetapi makanan padat atau MPASI yang mengandung zat dibutuhkan tadi.

Mitos lain yang juga sering didengar adalah, jika bayi diberikan ASI dengan botol, ia akan menolak payudara ibu. Hal Ini juga tidak sepenuhnya benar.  Ada banyak bayi yang menyusui dari payudara dan botol secara bergantian tanpa masalah berarti. Selama botol itu diperkenalkan setelah sang bayi sudah mahir menyusui secara langsung dari payudara ibu. “Setiap ibu hidup dalam situasi dan kondisi yang berbeda, dan banyak dari mereka yang terbantu dengan menyusui bayinya secara langsung dan menggunakan botol secara bergantian,” kata Yoga.  

Berikut ini beberapa mitos tentang menyusui dan pemberian MPASI yang beredar di masyarakat.

Mitos Ibu menyusui hanya boleh mengonsumsi makanan ‘hambar’
Benar, bahwa ibu menyusui harus memperhatikan apa yang ia makan, tetapi tidak berarti harus ada banyak pantangan. Ibu bisa memakan makanan yang mereka suka, selama tidak berpengaruh buruk ke kesehatan ibu (misalnya makanan yang dapat menyebabkan alergi). Bahkan, ada keuntungan tersendiri dari ibu yang tidak terlalu banyak pantangan ketika menyusui. Selain membuat Ibu senang karena bisa memakan beragam makanan dan mengurangi stress sehingga produksi ASI lebih lancar, si kecil nantinya tidak akan tumbuh menjadi anak yang pilih-pilih makanan, karena sudah diperkenalkan dengan berbagai rasa.

Mitos Ibu harus berhenti menyusui ketika sedang sakit
Tidak menyusui selama sakit bukan berarti bayi tidak akan tertular penyakit ibu. Di saat ibu menyadari bahwa ia tidak sehat, si kecil kemungkinan sudah mulai terpapar dengan virus atau bakteri penyebab infeksi. Justru, menyusui ketika sedang sakit akan memberikan antibodi pelindung yang akan menjaga bayi tetap sehat.

Mitos Setelah kembali bekerja, Ibu harus menyapih bayinya
Jika ibu  berkomitmen untuk memerah ASI,  dia tetap bisa memberikan ASI bagi si kecil selama yang dia inginkan.  Ibu bisa memerah dua hingga tiga jam sekali di sela pekerjaan. Ibu tetap menyusui di pagi hari sebelum berangkat dan di malam hari. Hal ini akan menjaga produksi ASI ibu tidak berkurang setelah kembali bekerja. Jangan lupa mulai menabung ASI sebelum masa cuti berakhir.

Mitos MPASI harus terdiri dari banyak buah dan sayur saja
Selain karbohidrat bayi juga membutuhkan tambahan protein dan terutama zat besi dari makanannya. Zat besi sangat penting untuk kecerdasannya. Zat besi pada sayuran hijau mempunyai penyerapan yang buruk sedangkan zat besi dalam daging merah mempunyai penyerapan yang baik.  Apabila si kecil hanya diberikan buah dan tim sayur, makin lama si kecil makin kekurangan zat besi dan protein. Ibu tidak perlu khawatir pada usia 6 bulan saluran cerna bayi sudah siap mencerna sumber protein hewani.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus