Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - DPRD DKI Jakarta ingin pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang memiliki pendapatan (omzet) di bawah Rp 1,3 juta per hari atau Rp 500 juta per tahun dibebaskan dari Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Jadi kita menginginkan masyarakat yang memiliki UMKM bisa berkembang dengan baik. Jadi jangan malah menambah beban pada mereka," kata Wakil Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD DKI Jakarta Abdurrahman Suhaimi dalam keterangan resmi yang dikutip Senin, 4 Desember 2023.
Oleh karena itu, Bapemperda DPRD DKI Jakarta mendorong Raperda tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah mengatur pembebasan Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) bagi pelaku UMKM yang memiliki pendapatan di bawah Rp 1,3 juta perhari atau Rp 500 juta per tahun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurutnya, usulan ini perlu dipertimbangkan. Sebelumnya, pasal 43 ayat (2) dalam raperda itu menyebutkan pelaku UMKM bebas pajak yang omzetnya tidak lebih dari Rp 1 juta perhari atau Rp 360 juta per tahun.
Suhaimi berharap dengan adanya aturan dalam payung hukum tersebut, pertumbuhan ekonomi para pelaku UMKM di Jakarta bisa terus meningkat tanpa membebankan para pelaku usaha. “Justru kalau perlu kita subsidi terus UMKM kita melalui peningkatan skill (keterampilan) dan alat-alat yang dibutuhkan," ujarnya.
Dia mengatakan dalam bidang ekonomi, pelaku UMKM adalah masyarakat menengah ke bawah yang seharusnya mendapat subsisdi dan jangan dibebani lagi.
Sebab, kata Suhaimi, masih ada objek PBJT yang bisa dioptimalkan selain dari pajak UMKM, seperti keuntungan pajak layanan jasa (service) makan-minum di restoran; penyedia jasa boga atau katering; tenaga listrik; jasa perhotelan; jasa parkir dan jasa kesenian; serta hiburan.
Menurutnya, selama ini pajak tersebut sepenuhnya masuk ke kas negara, maka dari itu diusulkan adanya pembagian keuntungan (profit sharing). “Saya berharap Pemerintah Pusat adil juga dalam konteks usaha yang bertempat di DKI Jakarta. Mereka juga harus tahu berapa perolehan pajak PBJT-nya, kemudian DKI Jakarta juga mendapatkan porsinya begitu,” katanya.
Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Provinsi DKI Jakarta Lusiana Herawati menyetujui untuk dilakukan pengecualian PBJT kepada UMKM dengan omzet kurang dari Rp 500 juta per tahun.
“Semangatnya mendorong UMKM, tetapi yang dikenakan pajak masyarakat. Akhirnya kita ambil angka Rp500 juta dengan mengikuti aturan pemerintah pusat UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang HKPD,” tuturnya.
Untuk profit sharing, Lusi menjelaskan pajak service yang dikenal sebagai pajak pertambahan nilai (PPN) saat ini telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.
“PPN itu pajak pusat. Aturannya begitu karena enggak mungkin dong dikenakan dua pajak. Ketentuannya itu ada di Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur bahwa PPN tidak diatur daerah,” ucap dia.