Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Setiap tanggal 2 Oktober kita memperingati Hari Batik Nasional. Peringatan ini ditandai sejak UNESCO mengakui batik Indonesia dalam daftar representatif Warisan Kemanusiaan untuk Budaya lisan dan Nonbendawi, 2 Oktober 2009. Lalu, apa peran anak muda Indonesia dalam gerakan melestarikan batik di Indonesia?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kain batik menjadi warisan leluhur bangsa Indonesia. Setiap motifnya kaya akan simbol dan filosofi kehidupan rakyat Indonesia. Helen Dewi Kirana, sebagai seorang desainer batik, mengatakan kini generasi muda semakin banyak anak muda yang ikut melestarikan batik dengan menggunakannya.
Namun, menggunakan batik saja tidak cukup. “Memang mulai dari sesuatu yang sederhana dulu, lalu meningkat. Jadi memang jangan hanya menjadi pemakai. Awalnya boleh dari memakai batik dulu, tapi juga harus mengerti sejarah atau paling tidak filosofi dan ceritanya,” kata Helen Dewi Kirana, saat ditemui di Pacific Place, Jakarta, beberapa waktu lalu.
Peragaan busana Nes di Batik Expose Galeries Lafayette Pacific Place, Jakarta, Kamis 27 September 2018. TEMPO/Astari P Sarosa
Menurut Helen, Indonesia memiliki sejarah batik terbanyak di dunia. Tak heran jika motif batik kuno seperti harta karun. Sejarah dan filosofi di balik motif batik sangat beragam dan menceritakan persatuan. “Batik bisa menjadi cara untuk mempersatu bangsa,” lanjutnya.
Tentu saja, tidak semua anak muda bisa menerima batik yang motifnya terlalu klasik. Dengan semakin banyak desainer yang membuat tampilan modern dengan motif klasik batik, dapat membuat semakin banyak anak muda yang akan menggunakan batik.
Artikel lain: Hari Batik, Tips Mencuci Batik Jika Tak Tahan Bau Lerak