Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Konflik Agraria di Desa Pancawati, Caringin, Kabupaten Bogor, memaksa petani penggarap menjual yang mereka peroleh dari lahan redistribusi dari Presiden Jokowi dengan harga murah di bawah tekanan dan kongkalikong aparat Desa setempat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Modus jual paksa itu pun menyisakan alih fungsi lahan yang seharusnya menjadi lahan perkebunan dan pertanian. Kini, banyak berdiri bangunan seperti villa, kafe, hotel maupun resort di lahan yang berada di kaki Gunung Gede Pangrango itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selain bermasalah tentang jual beli lahan eks Hal Garap Usaha PT. Rejo Sari Bumi itu, rupanya pelbagai usaha di bidang pariwisata tersebut banyak yang tak memiliki izin karena para pengusaha membangun usahanya diatas lahan redistribusi tanah yang diterima warga pada Mei 2016. Sedangkan secara aturan, boleh berganti kepemilikan, minimal 10 tahun pasca redistribusi atau pada Tahun 2026 mendatang.
Para petani pengelola lahan redistribusi itu harusnya menerima sertifikat hak milik (SHM) tanah garapannya pada 30 Mei 2016, langsung dari Presiden Joko Widodo (Jokowi). Namun enam tahun kemudian di tahun ini, para petani tidak menguasai SHM. Bahkan, pengakuan para petani itu melihat sertifikatnya saja belum, karena SHM tersebut dikuasai aparatur desa dan tidak diserahkan kepada mereka.
Banyak kafe, hotel dan resort di Bogor yang diduga tak miliki izin
"Banyak kafe, hotel maupun resort tak memiliki izin usaha dari Pemkab Bogor. Bagaimana mengantongi izin, kalau alas hak tanahnya saja belum bisa berganti nama karena lahannya merupakan hasil redustribusi tanah eks HGU PT. Rejo Sari Bumi," kata Ketua Lembaga Pengawasan Reformasi Indonesia (LPRI) Bogor Raya Puguh Kuswanto, selaku kuasa warga petani Desa Pancawati.
Puguh sebagai kuasa hukum dari 50 petani penggarap, menduga pemilik usaha baik kafe, hotel dan resort di area Pancawati itu memegang atau menguasai beberapa SHM diatas lahannya namun masih atas nama warga karena mereka pun tidak ingin berbenturan dengan hukum sesuai amanat Undang-undang tentang pokok Agraria.
"Redistribusi tanah itu kan harus dibawah 1 hektare, oleh karena itu pengusaha kafe, hotel dan resort yang luas lahannya diatas 1 hektare, pasti menguasai beberapa SHM milik petani," kata Puguh menjelaskan.
Kades membantah SHM warga dikuasai pemerintah desa
Kepala Desa Pancawati, Iqbal Jayadi menampik jika SHM milik warga di kuasai oleh Pemdes. Iqbal menyebut, SHM itu sudah atau diberikan langsung kepada masyarakat. Pun untuk peralihan gak garap, Iqbal mengatakan pada saat prosesnya para petani itu menerima dan mengaku senang dengan dana kerohiman yang di berikan. Sebab itu, Iqbal merasa dicemarkan nama baiknya dan akan menempuh jalur hukum.
"Bahkan sebelum menerima dana kerohiman, mereka (para petani atau penggarap) juga menikmati uang sewa lahan. Ini merugikan saya dan nama baik saya tercemar, saya akan tempuh jalur hukum," kata Iqbal di Konfirmasi Tempo, Rabu, 29 Juni 2022.
Pengawas UPT Pengawasan Bangunan II Dinas Perumahan, Kawasan Pemukiman dan Pertanahan (DPKPP) Dedih Kosasih mengakui banyak bangunan cafe, hotel dan resort di Desa Pancawati, Caringin yang belum berizin.
Jajarannya, pun melakukan pengawasan karena banyak pengusaha yang mengurus izinnya, sambil melakukan pembangunan fisik kafe, hotel maupun resort.
"Ada beberapa cafe, hotel dan resort yang kategori baru yang belum memiliki izin. Kami sudah melakukan pengawasan dan peneguran terkait pembangunannya, kalau alas hak tanahnya kami belum paham," ucap Dedih Kosasih.
Dedih menjelaskan bahwa jajarannya, masih melakukan pendataan terkait jumlah bangunan cafe, hotel dan resort di Desa Pancawati, baik yang lama dan baru. Terkait, penindakan bangunan tak berizin, jajarannya akan berkordinasi lebih lanjut dengan Satpol PP Kabupaten Bogor.
Tempo mencoba mengkonfirmasi konflik Agraria ini kepada kepala Kantor BPN Kabupaten Bogor, Yan Septedyas alias Diaz. Namun, Diaz mengatakan belum menerima laporan perihal konflik ini karena masih baru menjabat. Namun, Diaz mengaku akan segera mempelajari kasusnya agar bisa segera diambil langkah-langkah ke depan.
BPN membagikan sertifikat kepada 2.775 warga pada 2016
Penelusuran Tempo, pada akhir Mei tahun 2016 di Kabupaten Bogor, Kementrian ATR/BPN membagikan sertifikat kepada 2.775 warga dari empat desa di tiga kecamatan. Keempat desa itu ialah Pancawati, Cimande, (Kecamatan Caringin), Bojong Murni, dan Desa Cibedug (Kecamatan Ciawi).
Program reformasi agraria tersebut dilakukan pada eks lahan hak guna usaha (HGU) atas nama PT Redjo Sari Bumi seluas 255,07 hektare atau Ha, terdiri dari lahan masyarakat penggarap 234,4 Ha, milik Pemerintah Kabupaten Bogor 5,6918 Ha dan tanah kas daerah 4,2729 Ha. Saat itu pembagian lahan itu dilakukan oleh Menteri ATR/BPN saat itu, Ferry Mursyidan Baldan.
"Ini kenapa dikembalikan kepada warga yang mayoritas petani, karena wilayah Jawa Barat memiliki identitas sebagai basis agraria," kata Ferry kala itu.
M.A MURTADHO