Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka atau TPNPB-OPM menuding pemilik kios di Pertigaan Kopo Kampung Madi, Distrik Paniai Timur, Kabupaten Paniai, Papua Tengah, lebih dulu memicu konflik. Konflik ini berakhir dengan pembakaran belasan kios dan gedung sekolah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Bakar kios karena orang yang di kios itu mengeluarkan pistol. Makanya anggota TPNPB-OPM menyerang dan Bakar kios-kios itu," kata juru bicara Manajemen Markas Pusat Komando Nasional TPNPB-OPM, Sebby Sambom, melalui sambungan telepon pada Sabtu malam, 25 Mei 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kelompok kriminal bersenjata atau KKB--sebutan TNI dan polisi untuk TPNPB-OPM--melakukan penyerangan pada Selasa malam, 21 Mei 2024. Serangan itu dilakukan dengan membakar 12 bilik kios tersebut. Penyerangan berlangsung hingga Rabu pagi, 22 Mei 2024. Diikuti pembakaran gedung sekolah Pendidikan Anak Usia Dini, sekolah dasar, SMP YPPGI Kepas Kopo, pukul 02.55 WIT.
Selain itu, Sebby menyebut pemilik toko kecil itu merupakan personil aparat TNI dan polisi. Mereka menyamar sebagai masyarakat biasa. "Kios dan lain-lain itu kan topeng untuk menyamar memata-matai TPNPB-OPM. Agar TNI mudah mengejar, menembak," tutur Sebby.
Dia mengatakan, wilayah Paniai merupakan daerah perang. TPNPB melarang masyarakat sipil beraktivitas di daerah yang sudah ditunjuk sebagai wilayah konflik bersenjata. "Semua warga imigran kami telah perintahkan tinggalkan wilayah konflik bersenjata," katanya. Siapa pun yang tetap berada di wilayah perang, kata dia, akan dianggap sebagai mata-mata.
Sebby menyebutkan sejumlah daerah masuk wilayah perang, seperti Puncak Jaya, Puncak Papua, Intan Jaya, Ndugama, Yahukimo, Pegunungan Bintang, Paniai, dan Maybrat. Sehingga masyarakat di wilayah tersebut diperintahkan untuk angkat kaki. "Kami sudah perintahkan warga imigran Indonesia dari Maluku sampai Sumatera wajib tinggalkan wilayah itu," ujar dia.
Menurut dia, jika warga yang disebut imigran itu masih berada di wilayah perang, maka mereka akan dianggap sebagai mata-mata. Atau dalam sebutan Sebby, Indonesian security forces. "Pasukan keamanan Indonesia itu termasuk intelijen, mata-mata, spionase, infiltran, semua termasuk," ujar dia.
Dia menjelaskan, pembatasan wilayah perang merupakan bertujuan membatasi gerakan terorisme atau intelijen Indonesia di wilayah Papua. Dia menyatakan bahwa keputusan itu merupakan upaya TPNPB-OPM untuk membela diri. Hak itu harus diakui oleh Persatuan Bangsa-Bangsa. "Jadi kami berdiri, melawan, sebagai bentuk pembelaan diri," ucap pria beranak tiga tersebut.
Kepala Bidang Humas Polda Papua Komisaris Besar Ignatius Benny Ady Prabowo dalam keterangan tertulis, mengatakan saat itu dua anggota KKB mendatangi sebuah kios dan membeli rokok. Dia orang yang berboncengan dengan sepeda motor itu langsung melepas tembakan ke pemilik kios, Arwin.
“Setelah menerima rokok, salah satu KKB mengeluarkan senjata api dan langsung melakukan penembakan," tutur dia, Rabu, 22 Mei lalu. Namun, tembakan itu tak menembus kepala Arwin. Tima panas itu mengena helm Arwin. "Beruntung tembakan tersebut tidak mengenai Arwin hanya mengenai helm yang digantung di dalam rumah,” ucap dia.
Namun dalam insiden baku tembak antara TNI-Polri dan TPNPB-OPM, satu anggota kelompok bersenjata tewas. Dia ditemukan di dalam got dengan kondisi terluka. Nyawanya tak tertolong setelah dibawa ke rumah sakit. "Dalam kontak-senjata tersebut satu anggota pasukan elite Kodap VIII Intan Jaya bernama Detius Kogoya alias Masyarakat Kogoya gugur," ucap Sebby dalam keterangan tertulis pada Rabu, 22 Mei lalu.
Dia menyatakan, sebelum itu TPNPB-OPM menembak mati seorang pemilik kios yang disebut sebagai anggota intel. "Berhasil membunuh seorang anggota TNI yang menyamar sebagai penjaga kios di perbatasan Kota Enarotali, Madi, serta membakar kios milik korban," ujar dia.