Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah kalangan mengkritik rencana Kepolisian RI membentuk densus antikorupsi. Pembahasan yang digeber Polri dan Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat itu dinilai terlalu dipaksakan.Sebab, hingga kini belum ada payung hukum yang mengatur pembentukan detasemen tersebut.
Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW), Adnan Topan Husodo, mengatakan dasar hukum diperlukan untuk menjamin sistem dan mekanisme kerja detasemen baru ini tidak tumpang-tindih dengan lembaga lain di bidang pemberantasan korupsi. Dia mengingatkan, Polri juga telah memiliki tim antikorupsi di tubuh Badan Reserse Kriminal. “Pembentukan detasemen khusus antikorupsi merupakan kebijakan strategis dan membutuhkan anggaran besar. Tapi hingga kini belum ada uji publik,” kata Adnan kepada Tempo, kemarin.
Baca: Tanggapan Istana Soal Rencana Pembentukan Densus Antikorupsi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Peneliti dari Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada, Hifdzil Alim, juga mempertanyakan legalitas pembentukan detasemen ini. Meskipun, dia mengatakan, pemberantasan korupsi akan lebih baik bila dilakukan oleh banyak lembaga. “Tapi harus sesuai dengan perundang-undangan,” katanya. Dia khawatir kerja detasemen antikorupsi Polri akan tumpang-tindih dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Wacana pembentukan detasemen khusus antikorupsi mencuat dalam rapat dengar pendapat Komisi Hukum DPR dengan Kepala Kepolisian RI Jenderal Tito Karnavian pada 23 Mei lalu. Sejak itu, Korps Tri Brata menyusun kajian untuk merealisasinya.
Banyak pihak khawatir, pembentukan detasemen khusus ini bakal menjadi jalan untuk melucuti peran KPK. Setahun belakangan, sejumlah anggota DPR berulang kali menggulirkan rencana merevisi Undang-Undang KPK. Terakhir kali muncul rencana menjadikan KPK sebagai lembaga supervisi dan menyerahkan peran penyelidikan dan penyidikan kasus korupsi ke Polri atau Kejaksaan Agung.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Namun pembahasan pembentukan dentasemen khusus antikorupsi di DPR tetap berlanjut. Kamis lalu, Jenderal Tito memaparkan hasil kajian lembaganya. Polri berencana merekrut 3.560 anggotanya untuk mengisi detasemen yang ditargetkan akan mulai bekerja pada 2018 tersebut. Tito pun mengajukan anggaran sebesar Rp 2,64 triliun yang akan menjadi tambahan rencana bujet Polri tahun depan.
Baca: Reaksi KPK Jika Ada Densus Antikorupsi
Jenderal Tito memastikan tim baru tersebut akan berkoordinasi dengan KPK dan kejaksaan. Detasemen ini, kata dia, akan berfokus memberantas korupsi di daerah yang tak terjangkau komisi antikorupsi, seperti pedesaan.
Menurut dia, besarnya anggaran lantaran Polri ingin anggota tim nanti digaji setara penyidik KPK. Karena itu, dia memastikan perekrutan personel densus akan sangat ketat untuk mendapatkan anggota yang punya integritas dan komitmen terhadap pemberantasan korupsi. “Wajar kalau mereka yang lulus mendapatkan gaji lebih daripada yang lain,” kata Tito.
Ketua Komisi Hukum DPR, Bambang Soesatyo, mengatakan Dewan baru menyepakati draf kajian pembentukan dan usul anggaran densus antikorupsi. “Masih akan dikaji kembali (perlu peraturan presiden atau peraturan Kapolri saja),” ujarnya.
MUHAMMAD SYAIFULLAH | KARTIKA ANGGRAENI | ANDITA RAHMA | ITSMAN MUSAHARUN