Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jakarta-PT Mass Rapid Transit (MRT) Jakarta membutuhkan satu peraturan daerah dan dua undang-undang agar dapat membangun fase dua jalur kereta cepat massal bawah tanah dengan rute Bundaran Hotel Indonesia hingga kawasan Kota.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Itu tiga produk perundang-undangan yang bisa menjadi dasar hukum bagi tata kelola ruang bawah tanah," kata Direktur Utama PT MRT Jakarta William P. Sabandar, di Balai Kota Jakarta, Selasa, 5 Desember 2017.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
William mengharapkan aturan tersebut akan setingkat peraturan daerah, undang-undang (UU) terkait pertanahan dan tentang ibu kota.
Untuk mendorong pembuatan aturan tersebut, PT MRT akan mengundang sejumlah pihak untuk berdiskusi, antara lain Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Menteri Agraria dan Tata Ruang Sofyan A. Djalil dan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo.
"Kami akan mengumpulkan jajaran pemerintah, pengamat dan ahli untuk menggagas pikiran yang dibutuhkan untuk aturan (pengelolaan) ruang bawah tanah," katanya.
William menilai pembuatan ketiga aturan itu penting, sebab saat ini baru ada aturan mengenai pengelolaan tanah di permukaan. Sementara, kata dia, dalam fase dua konstruksi MRT sudah mulai memanfaatkan ruang bawah tanah.
"Pembangunan akan membutuhkan aturan ini," kata dia.
Menurut William saat ini dasar hukum pembangunan MRT berupa Peraturan Gubernur (Pergub) Provinsi DKI Jakarta Nomor 53 tentang Penugasan kepada PT MRT Jakarta untuk Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana MRT.
Selain itu Pergub Nomor 140 2017 tentang Penugasan PT MRT Jakarta Sebagai Operator Utama Pengelola Kawasan TOD (Transit Oriented Development).
Namun, menurut William untuk pembangunan fase dua dan pembangunan kawasan di sekitar proyek membutuhkan peraturan yang lebih kuat.
"Sekarang jalan terus (pembangunan), tapi dengan kewenangan yang diberikan sekarang mulai fase dua dari Bundaran HI-Kota Tua itu semua jalur bawah tanah. Sudah pasti kami membutuhkan (aturan) sekarang," kata dia.
William khawatir tanpa adanya aturan tersebut akan ada masalah hukum dalam pembangunan MRT ke depannya.
"Kalau kami main sikat saja, nanti banyak yang komplain. Misalnya sekarang MRT masuk lahan yang dimiliki privat," kata dia.
William berharap dalam aturan itu akan mengatur bahwa 20 meter di bawah permukaan tanah akan menjadi kawasan publik. Sehingga pemerintah dapat memanfaatkan kawasan tersebut untuk pembangunan MRT.
"Kalau sekarang belum punya aturan itu," kata dia.