Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PUTUSAN Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang memberhentikan Anwar Usman sebagai Ketua MK mendapat sorotan publik. MKMK, yang dipimpin Jimly Asshiddiqie, dianggap tak mampu mengeluarkan putusan yang lebih berani seperti memecat Anwar Usman yang dianggap membuka peluang duet Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.
Pun banyak yang ragu terhadap netralitas Jimly, yang punya kedekatan dengan Prabowo. Kepada wartawan Tempo, Raymundus Rikang, Egi Adyatama, dan Francisca Christy Rosana, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, pada Rabu, 8 November lalu, Jimly memberikan penjelasan tentang putusan MKMK, menanggapi berbagai pandangan publik mengenai putusan MKMK, hingga menjawab soal kedekatannya dengan Prabowo.
Publik menilai putusan MKMK kurang keras. Bagaimana pendapat Anda?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tidak apa-apa. Putusan pengadilan selalu membuat ruang publik diisi dengan beragam pendapat. Saya tak bisa bilang bahwa Anda tak berhak berpendapat seperti ini atau seperti itu.
Anda diragukan bisa menghasilkan putusan yang berani karena keluarga Anda dekat dengan Partai Gerindra.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Enggak usah mempersoalkan latar belakang saya. Apa urusannya? Di dalam sidang, kami menggunakan akal sehat. Kalau salah, ya, harus dibilang salah. Kalau benar, ya, bilang benar. Kami berdebat secara rasional di ruang sidang.
Anda memang dekat dengan Prabowo Subianto?
Saya bilang di acara Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia, tiga-tiganya (calon presiden) ICMI semua. Ketika saya meresmikan ICMI di Yogya, Anies Baswedan jadi announcer. Keluarga Anies juga teman saya. Saya dekat dengan Anies. Ganjar Pranowo juga ICMI. Saya sebagai pembina Al Azhar juga banyak dibantu sama Ganjar. Apalagi cawapresnya Mahfud Md., juga anggota ICMI. Lalu saya berteman dengan Prabowo Subianto sejak dia letnan kolonel. Dia sekarang jadi calon presiden. Kalau ada apa-apa, suka ajak diskusi. Kalau dia undang, ya, saya datang saja. Prabowo itu teman saya. Masak, saya bilang enggak kenal. Saya tidak punya beban.
Ada informasi bahwa Anda membantu Prabowo merancang visi-misi calon presiden?
Visi dan misi itu sudah ada timnya. Saya sebagai pribadi datang saja.
Anda menerima pujian atau kritik dari tokoh-tokoh politik setelah putusan MKMK?
Ada yang bilang kepada saya bahwa saya dapat salam dari Ibu Megawati Soekarnoputri. Kelompok ini memuji-muji. Tapi dari sebelah (Prabowo) juga bilang alhamdulillah karena putusan perkara nomor 90 tak dibatalkan.
Ada persepsi publik bahwa putusan MKMK ini ewuh pekewuh atau ada rasa sungkan, terlebih karena melibatkan anak presiden.
Pendapat itu enggak usah didengar. Bagi pengamat, semua hal diamati. Tapi putusan yang berlaku bukan pendapat pengamat.
Baca Juga:
Adakah celah hukum membatalkan putusan MK jika hakimnya melanggar kode etik?
Saya buka ke publik, silakan kalau ada yang mengusulkan pencabutan putusan perkara 90. Tapi argumennya apa, tolong yakinkan kami sebagai MKMK. Kalau mempersoalkan preferensi politik, ya, semua orang punya. Putusan MK ini menyangkut norma umum yang menurut konstitusi berlaku final. Terhadap putusan MK, tidak ada lagi pejabat yang berwenang menilainya. Jadi harus dihormati. Makanya saya bilang, permainan sudah selesai.
Anwar Usman masih menjadi hakim dan terlibat penanganan perkara. Bisa jadi ada konflik kepentingan lagi, dong?
Memang dia masih bisa ikut menentukan siapa ketua hakim MK selanjutnya. Cuma, dalam perselisihan yang berkaitan dengan pemilihan presiden, dia tak boleh ikut. Dia sudah terbukti ada hubungan keluarga. Juga soal pemilu legislatif. Sepanjang menyangkut PSI yang ada ponakan dia (Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia Kaesang Pangarep adalah kemenakan Anwar), tidak boleh juga terlibat. Hanya, aturan itu kami bikin umum. Semua partai yang ada konflik kepentingan dengan hakim, hakim tersebut tidak boleh ikut menangani perkara.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Saya Tidak Punya Beban"