Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Ketua Tim Riset Uji Klinis Vaksin Coronavirus Disease 2019, Kusnandi Rusmil: 'Yang Sudah-Sudah, 90 Persen

SECERCAH harapan itu ada di vaksin. Tangan para peneliti itulah yang akan menentukan hari-hari depan kita semua, apakah bisa kembali ke kehidupan normal ataukah terus meringkuk di rumah demi melindungi diri dari wabah virus corona.

23 Juli 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Manajer Bidang Riset, Pengabdian Masyarakat, Inovasi, dan Kerjasama FK Unpad Kusnadi Rusmil memberikan keterngan pers terkait uji klinis vaksin Covid-19 di Rumah Sakit Pendidikan Universitas Padjadjaran, Bandung, Jawa Barat, 22 Juli 2020. TEMPO/Prima Mulia

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SECERCAH harapan itu ada di vaksin. Tangan para peneliti itulah yang akan menentukan hari-hari depan kita semua, apakah bisa kembali ke kehidupan normal ataukah terus meringkuk di rumah demi melindungi diri dari wabah virus corona.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Vaksin diyakini dapat membuat tubuh kebal terhadap serangan Coronavirus Disease (Covid-19) yang menewaskan lebih dari 617 ribu orang di seluruh dunia. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan terdapat 24 calon vaksin yang tengah menjalani uji klinis. Empat di antaranya berada di fase 3. Jenjang ini berarti pengujian berlangsung dengan sampel ribuan orang. Jika lolos dari tahap ini, vaksin itu dapat diproduksi massal.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Satu di antara empat kandidat vaksin tersebut dikembangkan Sinovac Biotech Ltd. Perusahaan farmasi Cina pemenang lisensi vaksin flu burung H1N1 itu menggandeng PT Bio Farma (Persero) untuk menggelar tes massal dengan 1.600-an orang bersama tim peneliti Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Bandung.

Ketua tim riset uji klinis ini, Kusnandi Rusmil, ikut dipanggil Presiden Joko Widodo dalam rapat pembahasan pengembangan vaksin Covid-19 di Istana Kepresidenan, Selasa lalu. Dia menolak permintaan Jokowi untuk mempercepat uji klinis, sehingga vaksin bisa diproduksi tiga bulan mendatang. "Beliau paham. Akan didukung apa pun yang kami minta," kata Kusnandi.

Kepada koresponden Tempo di Bandung, Anwar Siswadi, guru besar Universitas Padjadjaran tersebut menjelaskan proses uji klinis ini, termasuk mekanisme perekrutan relawan. Berikut ini petikan wawancaranya.

Apa yang disampaikan Presiden Joko Widodo saat bertemu dengan Anda?
Soal rencana uji vaksin secara ilmiah, bagaimana teknisnya, dan sebagainya.

Saat itu Presiden meminta masa uji klinis dipercepat sehingga vaksin dapat diproduksi tiga bulan mendatang
Ya, tapi itu enggak bisa. Pak Jokowi ingin cepat karena, selama pandemi, pengeluaran pemerintah semakin tinggi. Kalau pandemi bisa cepat hilang, beban pemerintah semakin kurang. Tapi, dalam uji klinis, kami punya standar. Uji klinis enggak bisa secepat itu.

Bagaimana tanggapan Presiden?
Beliau paham. Akan didukung apa pun yang kami minta. Beliau minta penanganan pandemi dengan cepat. Apa pun yang diperlukan, jangan takut-takut.

Hal apa yang paling tim butuhkan saat ini?
Izin uji klinis kami ini sedang diproses oleh Komite Etik Universitas Padjadjaran. Komite Etik mempunyai standar supaya uji klinis tidak menyalahi aturan. Kami juga akan melakukan sebaik-baiknya, supaya dihargai dunia.

Bagaimana perkembangan izin Komisi Etik dari Universitas Padjadjaran?
Proposal itu akan dirapatkan pada Kamis pekan ini. Kami sudah kirim proposal risetnya beberapa waktu lalu. Komite Etik berkumpul dulu. Kalau diperlukan, saya pasti dipanggil.

Faktanya, Bio Farma sudah mengumumkan bahwa uji klinis akan dimulai pada awal Agustus...
Semoga bisa terlaksana. Kami akan melakukan sesuai dengan kode etik yang ada.

Anda sudah memegang benih vaksin?
Masih di Bio Farma. Belum didistribusikan.

Anda menyebutkan bahwa masa uji klinis berlangsung selama sembilan bulan, tapi Bio Farma mengatakan cukup hanya enam bulan...
Enggak, waktunya antara enam dan tujuh bulan. Bisa dengan adanya penyederhanaan alur uji klinis. Cara-caranya tidak ada yang dikurangi, tapi alurnya yang dipangkas.

Mengapa uji klinis membutuhkan waktu panjang?
Dari setiap center vaksinasi, paling banyak 25 petugas. Orang yang datang disuntik, ditanya segala macam. Setelah suntikan kedua, makin lama frekuensi orang yang datang akan semakin banyak, bisa tiga kali dalam seminggu. Dalam sehari, petugas melakukan pekerjaan yang berbeda dan cara perlakuan kepada setiap relawan juga berbeda. Pemeriksaan sampel darah juga diambil tiga kali. Itu memakan waktu dan proses.

Pemerintah akan membantu, misalnya, dalam merekrut relawan?
Tentu. Tidak gampang mencari relawan yang syaratnya harus sehat. Begitu izin keluar dari Komite Etik Universitas Padjadjaran, kami akan mengeluarkan imbauan ke masyarakat untuk ikut serta menjadi relawan. Tapi kondisi kesehatan mereka diperiksa lebih dulu. Nanti ada enam tempat penyuntikan vaksin, yakni Rumah Sakit Pendidikan Universitas Padjadjaran, Parasitologi Universitas Padjadjaran di Jalan Dipati Ukur Bandung, serta di empat puskesmas, yang belum bisa saya sebutkan sekarang.

Sudah ada peminat?
Teman-teman saya sudah ke rumah. Mereka mau mendaftar sebagai relawan. Saya katakan tidak bisa karena usianya di atas 59 tahun. Prioritas relawan adalah usia produktif, sehingga pandemi Covid-19 di Indonesia bisa turun. Ada juga dari staf Bagian Anak Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung, pegawai Universitas Padjadjaran, dan mahasiswa. Saat ini pendaftaran relawan belum dibuka.

Berapa jumlah relawan yang dibutuhkan tim?
Kami batasi jumlahnya sampai 1.620 orang agar vaksinnya bisa cepat disuntikkan.

Tim siap memeriksa mereka secara relatif bersamaan?
Kami sedang menyiapkan timnya. Paling banyak di satu tempat vaksinasi sebanyak 25 orang untuk memeriksa pasien.

Berapa tenaga medis yang akan dilibatkan?
Dokter spesialis ada 12 orang, dokter umum 30 orang, dan jumlah perawat lebih banyak lagi. Seluruh perawat puskesmas yang menjadi pusat vaksinasi bakal terlibat. Sekarang kami sedang memulai pelatihan ke petugas.

Jumlah petugas bisa bertambah jika tak mencukupi?
Bukan soal cukup ataupun tambahan, melainkan kapasitas pekerjaannya yang harus dipikirkan, sehingga terjamin. Saya enggak berani terlalu banyak petugas karena perlu pemantauan untuk menjamin kerjanya.

Apa saja yang tim siapkan saat ini?
Sudah banyak, misalnya soal tata cara uji klinis. Begitu izin keluar, langsung jreng. Supaya cepat semuanya.

Apa kriteria orang yang bisa ikut uji klinis ini?
Orang berusia 18-59 tahun. Vaksinasi terhadap bayi belum dilakukan. Bayi cukup vaksinasi yang biasa dulu untuk mencegah penyakit supaya badannya kuat.

Artinya, orang berusia di bawah 18 tahun dan di atas 59 tahun menjadi rentan terjangkit Covid-19?
Kalau orang dengan usia 18-59 tahun yang disuntik banyak, masyarakat di luar umur tersebut akan terlindungi oleh mereka yang mempunyai kekebalan. Nanti, minimal 70 persen dari total populasi Indonesia dilakukan imunisasi supaya kebal semua. Kuman tidak ada yang jalan-jalan kalau banyak orang yang kebal. Kalau bisa, semua orang yang berusia 18-59 tahun harus divaksin.

Berapa besar risiko paparan virus corona bagi relawan?
Pada fase 2, sudah aman. Sekarang lanjut fase 3, jadi lebih aman.

Bagaimana menjaminnya?
Kami lihat, setelah disuntik, sepuluh menit pertama, apa yang terjadi. Dipantau lagi 30 menit setelah disuntik. Lalu 1-2 jam setelah disuntik, pasiennya pulang. Kami berikan nomor ponsel, kalau ada apa-apa, mereka akan menghubungi peneliti. Hari ketiga setelah disuntik, dia akan kembali diperiksa. Pemeriksaan diulang lagi tujuh hari kemudian. Lalu 28 hari kemudian dilakukan suntikan kedua. Proses selanjutnya sama lagi, tiga hari datang dicek, tujuh hari lagi datang diperiksa. Pemeriksaan juga mengambil darah relawan untuk dilihat kadarnya, dampak, efek vaksinnya. Nanti tidak semua relawan divaksin untuk lihat efeknya. Lalu dibandingkan perkembangan orang yang mendapat vaksin dan tidak. Kami pantau semua sebanyak 1.620 orang relawan nantinya. Kami ikuti terus kondisinya sampai enam bulan ke depan.

Bagaimana menjaga tingkat kepatuhan relawan untuk datang diperiksa ulang?
Kami kumpulkan dulu, lalu mereka berjanji mau ikut sampai selesai. Kalau enggak mau, ya, kami tidak memaksa. Ada relawan yang keluar di tengah jalan, juga kami tidak bisa larang karena itu haknya.

Kenapa harus dua kali penyuntikan?
Sebab, ini vaksin dari virus yang dimatikan. Pemberian imunisasinya tidak bisa sekali, harus beberapa kali. Kalau vaksin dari kuman yang hidup, seperti suntikan campak, BCG (Bacillus Calmette–Guérin untuk tuberkolosis), itu bisa hanya sekali divaksin atau diulang nanti dua kali.

Calon vaksin Covid-19 ini bisa membuat orang meriang seperti imunisasi lain?
Pada laporan fase 1, ada. Tapi demam meriangnya tidak sampai tiga hari. Laporan yang kami terima, orang demam pada hari pertama hanya 30 persen. Pada fase 2, orang yang demam berkurang jadi 20 persen. Ada juga laporan bahwa ada yang sakit. Tapi setelah diteliti, bukan karena vaksin, melainkan karena penyakit lain, seperti flu. Laporan fase 1 dan 2 berlangsung di Cina dan hasilnya bisa dilihat di ClinicalTrials.gov dan jurnal The Lancet.

Ada efek samping selain bikin meriang?
Ada dua, yaitu reaksi lokal, seperti bengkak dan merah, serta sistemik, seperti panas. Tapi, setelah 48 jam, panas itu hilang. Ada yang batuk-pilek dan dirawat, tapi penyebabnya lain. Rata-rata, pada hari kedua setelah penyuntikan, merah bekas suntikan sudah enggak ada. Biasanya bengkak bekas suntikan muncul pada satu sampai dua jam setelah penyuntikan. Kalau bekas-bekas itu hilang, itu pertanda bahwa suntikan tersebut aman.

Orang dengan riwayat penyakit jantung bisa menjadi relawan?
Tidak boleh. Jadi, nanti, sebelum ikut penelitian, diperiksa dulu. Untuk sementara waktu, kami berikan vaksinnya pada orang sehat dulu. Nanti kami akan buat uji klinis tersendiri untuk orang dengan berpenyakit tertentu, anak usia di bawah 18 tahun, dan orang di atas 59 tahun. Kami mulai dari nol lagi. Uji klinis yang sekarang untuk kalangan orang sehat.

Penyakit apa saja yang tidak bisa diberi vaksin uji klinis ini?
Utamanya orang-orang yang punya penyakit gangguan imunologi. Kalau dikasih vaksin mungkin malah jadi sakit karena daya tahan tubuhnya rendah. Orang yang menderita asma berat, orang yang punya penyakit keganasan, seperti leukemia, kanker, dan penyakit akut seperti tifus berat. Penderita hepatitis bisa, kalau sudah sembuh.

Seberapa yakin Anda akan keberhasilan uji klinis calon vaksin ini?
Biasanya berhasil. Saya sudah 32 kali melakukan uji klinis vaksin selama 20 tahun. Dengan jumlah sampel 1.620 orang, kami akan bisa mengetahui berapa orang yang kebal. Sekarang belum bisa diprediksi. Biasanya dalam uji klinis yang sudah-sudah, 90 persen kebal.

ANWAR SISWADI (BANDUNG)



Prof Dr Kusnandi Rusmil, dr, SPA (K), MM
Tempat, tanggal lahir: Payakumbuh, 1960.
Jabatan: Ketua Tim Riset Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran
Karya, di antaranya:
The Relationship of Psychosocial Dysfunction and Stunting on Adolescents in Suburban, Indonesia (2016)

Imunogenesitas dan Keamanan Vaksin Tetanus Difteri pada Remaja sebagai Salah Satu Upaya Mencegah Reemerging Disease di Indonesia (2016)

Perbedaan Skor Sepsis Modifikasi Tollner dan Kadar Procalsitonin Serum Sebelum dengan Setelah Pemberian Antibiotik Empiris pada Sepsis Neonatorum (2016)

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus