SUDAH 3 tahun IAIN Alauddin Ujungpandang belum punya Rektor
baru. Rektor lama, Prof. A. Rahman Syihab, selain habis masa
jabatannya 1976 lalu, juga sakit-sakitan. Apalagi ketika ia
dicalonkan, 1972, mahasiswa menghendaki orang lain. Yaitu Dr.
Harun Nasution, kini Rektor IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Mereka mengarak poster keliling kampus Gunungsari: "Beri kami
air susu segar."
Tapi yang tampil Rahman Syihab yang memang dijagoi para sesepuh.
Menyadari dirinya tak lagi "segar", sejak dicalonkan itu Rahman
minta agar anaknya, M. Quraisy MA, lulusan universitas Al-Azhar
Kairo, mendampinginya. Maka Mukti Ali, Menteri Agama waktu itu
mengangkat Quraisy sebagai Pembantu Rektor bidang akademi,
kemahasiswaan dan alumni.
Sehari-hari, pimpinan IAIN Alauddin praktis di tangan Quraisy
bersama drs. M. Ramli Yakub (Pembantu Rektor bidang
administrasi) dan drs. Muhammad Ahmad, sekretaris. Sebagai orang
kedua, seperti diakui Ramli Yakub, ketiganya tak bisa bertindak
terlalu jauh. Inilah menurut M. Qasim Mathar bekas ketua umum DM
IAIN Alauddin, penyebab timbulnya keresahan. Tak ayal, orang
lantas menoleh pada drs. H. Muhyiddin Zain, Rektor sebelum
Rahman Syihab.
Dalam pemilihan Januari lalu, Muhyiddin memang menang. Ia
mendapat 16 suara. Dua calon lainnya, 12 dan 4 suara,
masing-masing Ny. dra. A. Rasdiana Amir, Dekan Fakultas Tarbiyah
dan drs. HM Ramli Yakub. Dengan rekomendasi Gubernur, mereka
diajukan kepada Menteri Agama. Mendadak calon pertama meninggal.
Kini muncul 4 pola penyelesaian. Pertama: Ny. Rasdiana saja
diangkat. Kedua: adakan pemilihan ulang. Ketiga: dibentuk
caretaker. Keempat: menunggu dropping Menteri Agama. Dari
keempat kemungkinan itu, tak ada yang berminat mengulang
pemilihan. Bagaimana dengan Rasdiana, 43 tahun, yang runner up?
Selain ada senat mahasiswa yang menyokongnya, kabarnya Dr.
Zakiah Daradjat, Direktur Pendidikan Tinggi Agama yang juga
wanita itu pernah menyarankan Menteri Agama agar calon kedua
saja yang ditetapkan. IAIN Alauddin juga menerima tembusan
surat Zakiah itu. Sulitnya, Pemerintah Daerah tidak setuju.
Alasannya, sebagai wanita diragukankemampuannya mengatasi
kalau-kalau timbul keresahan mahasiswa menjelang pemilu 1982.
Di Jakarta, Zakiah enggan diinterpiu. Tapi Rasdiana sendiri
tidak terlalu gusar. "Kalau tak jadi rektor ya tidak apalah,"
katanya kalem kepada Syahrir Makkurade dari TEMPO. Ibu dari 4
anak ini alumnus IAIN Sunan Kalijaga Yogya. Dia juga pernah
menjadi salah seorang Pembantu Rektor IAIN Alauddin. Selain
Pemerintah Daerah, ternyata Majlis Ulama Ujungpandang juga tak
setuju Rasdiana jadi rektor.
"NU Moderat"
Kabarnya MU Ujungpandang menyurati Menteri Agama minta agar
menetapkan calon lain di luar pemilihan. Disebut nama HM Hijaz
Yunus, kini Rektor Universitas Muslim Ujungpandang dan drs.
Samad Suhaeb, bekas Bupati Luwu. Malah ada yang bilang, itu atas
saran Gubernur Andi Oddang. Benarkah? Gubernur sendiri
menyatakan "belum pernah melihat" surat tersebut.
Kalangan Pemda juga membantah. "Itu tidak benar. Pemerintah
Daerah hanya menginginkan agar dalam pemilihan calon rektor
didengar pula aspirasi alim ulama. Sebab seorang rektor juga
pemimpin masyarakat di luar kampus," ujar drs. Mawardi, Humas
Pemda Sulawesi Selatan. "Meskipun begitu, hal itu tergantung
pada kesepakatan IAIN dan persetujuan Menteri Agama sendiri, "
tambahnya.
Anehnya, drs. HM Yasin Myala ketua MU Ujungpandang sendiri belum
pernah mendapat laporan apa-apa. Sebab sejak ia menjadi anggota
DPR-RI -- dan selanjutnya lebih banyak tinggal di Jakarta-urusan
MU ia percayakan kepada tokoh lain antara lain kepada Quraisy.
Jadi Yasin yang tamatan IAIN Sunan Kalijaga itu memang tak
tahu-menahu.
Tentang pencalonan Rasdiana, ia menilai cuma berdasarkan
pertimbangan Pemerintah Daerah saja, "bukan karena pertimbangan
agama." Menurutnya juga tak ada pertimbangan dari segi adat
budaya setempat. "Sebab di sana juga banyak perempuan yang jadi
pemimpin bidang sosial dan kemasyarakatan," kata Yasin Sabtu
kemarin di kompleks perumahan DPR-RI, Senayan.
Yang pasti caretaker sudah dibentuk. Beranggota 3 orang, 2 di
antaranya nama yang disebut dalam surat MU kepada Menteri Agama
yaitu Hijaz Yunus dan Samad Suhaeb. Yang seorang dianggap
mewakili unsur ABRI: Mayor Pol. drs. H.M. Naim. Sementara
menunggu keputusan Menteri Agama, sebuah sumber TEMPO menyatakan
kemungkinan dropping bukannya tak ada. Dan itu berarti calon
yang sama sekali lain.
Dalam sebuah briefing, Irjen Departemen Agama Anton Timur
Djaelani MA ada menyebut sebuah nama sebagai calon: Wasit Aulawi
MA, yang kini Dekan Fakultas Syari'ah IAIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Siapa pun kelak yang jadi rektor, memang diharapkan
mampu mengguyur "susu segar" di kampus yang berusia hampir 14
tahun itu.
Institut ini sejak awal memang sudah resah. Tahun 1966, ketika
Menteri Agama KHM Dahlan meninjau ke sana, seorang mahasiswa
membanting kursi mengadukan Rektor Aroeppala, bekas Walikota
Makasar, yang menindak secara sepihak mahasiswa yang dituduh
membocorkan ujian. Aroeppala ketika itu dianggap terlalu
berpihak kepada kelompok NU.
Pertentangan politik reda ketika Muhyiddin Zain yang dianggap
"NU moderat" tampil sebagai Rektor meski kemudian juga timbul
keresahan jenis lain: perkelahian antar suku. Malah sering ada
staf pengajar menerima "bogem mentah". Gejolak di institut yang
punya 4 fakultas induk dan 9 cabang tersebar di Indonesia bagian
Timur ini menjadi-jadi di akhir masa jabatan Rektor Rahman
Syihab.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini