Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Belum ada keputusan ihwal kelanjutan program pensiun dini PLTU batu bara.
Pensiun dini PLTU tidak masuk dalam rancangan Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional 2025-2060.
Suntik mati PLTU batu bara tetap bisa berjalan melalui pendanaan privat, seperti kredit karbon.
PROGRAM pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara di Indonesia masih jalan di tempat. Pemerintah Indonesia telah menunjukkan komitmen untuk mengurangi emisi karbon melalui penghentian kegiatan operasional PLTU batu bara lebih awal, tapi implementasi konkret program tersebut belum dimulai.
Presiden Prabowo Subianto dalam pidatonya di Konferensi Tingkat Tinggi G20 Brasil pada 20 November 2024 menyatakan pembangkit listrik tenaga batu bara dan semua pembangkit listrik tenaga fosil di Indonesia akan dihentikan dalam 15 tahun ke depan. Dalam persamuhan itu, Prabowo juga memaparkan Indonesia akan membangun pembangkit listrik berkapasitas lebih dari 75 gigawatt dengan tenaga terbarukan pada periode yang sama.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bahlil Lahadalia mengatakan pihaknya akan melakukan penyesuaian untuk target baru yang disampaikan Prabowo. Hanya, implementasi pensiun dini PLTU masih perlu dikaji agar transisi energi ini tidak membebani masyarakat. Pasalnya, Bahlil menilai biaya penggunaan energi baru terbarukan akan lebih mahal dibanding energi fosil.
Bahlil menyatakan PLTU pertama yang bakal disuntik mati adalah PLTU Cirebon. Adapun hasil identifikasi Kementerian ESDM bersama Institut Teknologi Bandung dan United Nations Office for Project Services menunjukkan terdapat 13 PLTU batu bara yang berpotensi dilakukan pensiun dini sebelum 2030. Sebanyak 13 unit ini memiliki kapasitas sebesar 4,8 gigawatt dengan 66 juta ton CO2.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Eniya Listiani Dewi mengatakan sampai saat ini belum ada keputusan serta arahan ihwal kelanjutan program pensiun dini PLTU batu bara. Implementasi suntik mati PLTU batu bara masih akan dibahas bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir, dan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Semuanya masih menjadi to be discussed. Jadi kami masih menunggu jadwal pertemuan selanjutnya untuk memutuskan apakah akan diteruskan atau tidak," ujar Eniya kepada Tempo, Selasa, 28 Januari 2025. Sementara itu, Direktorat Jenderal EBTKE masih mempersiapkan konsep program ini, dari pendanaan, mekanisme pelaksanaan, manfaat yang dapat diperoleh, hingga potensi dampaknya.
Komitmen Indonesia dalam pelaksanaan pensiun dini PLTU batu bara makin disorot lantaran program ini tidak masuk rancangan Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) 2025-2060. Kementerian ESDM bahkan tetap memasukkan PLTU batu bara dalam komposisi pembangkit listrik dalam RUKN tersebut.
Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung berdalih pemerintah akan tetap menjalankan operasi PLTU sampai perjanjian pembelian tenaga listrik atau power purchase agreement berakhir. Dia juga memastikan pensiun dini PLTU akan tetap dilakukan, terlebih pemerintah telah memulai investasi di sektor energi baru terbarukan (EBT) sebagai langkah untuk menggantikan peran PLTU secara bertahap.
Berdasarkan laporan majalah Tempo pada 15 Desember 2024, penyusunan dokumen peta jalan program pensiun dini PLTU batu bara terus mundur dari rencana. Mandeknya penyusunan dokumen peta jalan pensiun dini PLTU batu bara mengunci rencana transisi energi yang sedang dijalankan pemerintah.
Akibatnya, rencana pensiun dini sejumlah pembangkit listrik yang sudah direncanakan pun tertunda, termasuk PLTU Cirebon Unit 1 yang berkapasitas 660 megawatt di Jawa Barat. Padahal tiga pemilik PLTU Cirebon 1, yaitu PT Indika Energy Tbk, Korean Midland Power, dan Samtan Corporation, sebetulnya sudah sepakat melepas aset tersebut kepada investor baru. Salah satunya Indonesia Investment Authority.
Pensiun dini PLTU Cirebon 1 merupakan proyek yang mendapat pendanaan skema Kemitraan Transisi Energi yang Adil atau JETP. Sekretariat JETP menerbitkan dokumen resmi kebijakannya, yakni Comprehensive Investment and Policy Plan (CIPP) pada 21 November 2023. Dalam dokumen CIPP, PLTU Cirebon 1 membutuhkan pendanaan pensiun dini sebesar US$ 250-300 juta yang berasal dari pinjaman konsesi dan nonkonsesi.
Peta jalan pensiun dini PLTU batu bara merupakan amanat Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik. Dokumen ini setidaknya memuat rencana pengurangan emisi gas rumah kaca PLTU, strategi percepatan pengakhiran masa operasional PLTU, dan keselarasan berbagai kebijakan. Ketika menyusun peta jalan ini, Menteri ESDM berkoordinasi dengan Menteri Keuangan dan Menteri BUMN.
Dari target pengembangan bauran energi terbarukan 100 gigawatt dalam 15 tahun ke depan, PLN mengestimasikan kebutuhan investasi yang dibutuhkan mencapai US$ 235 miliar atau sekitar Rp 3.600 triliun. Menurut Direktur Manajemen Risiko PR PLN (Persero) Suroso Iskandar, kebutuhan terbesar adalah menyediakan sumber energi pengganti batu bara sebesar 33 gigawatt yang memerlukan investasi US$ 80 miliar dalam 15 tahun ke depan.
Transisi energi di sektor kelistrikan merupakan salah satu kunci untuk mencapai net zero emission. Jika pasokan energi nasional masih didominasi listrik bertenaga batu bara, Suroso mengatakan, emisi karbon Indonesia bisa menembus 1,05 miliar ton CO2 ekuivalen per tahun pada 2060. Adapun emisi karbon sektor ketenagalistrikan saat ini sebesar 310 juta ton CO2 ekuivalen.
Pemerintah mengklaim program pensiun dini PLTU membutuhkan dana besar sehingga implementasinya masih terganjal. Menteri Keuangan Sri Mulyani pernah menyebutkan angka US$ 25-30 miliar untuk menutup 5,5 gigawatt kapasitas PLTU sampai 2030. Menurut hitungan PT Sarana Multi Infrastruktur, setiap penghentian PLTU berkapasitas 1 gigawatt bakal memakan biaya sebesar US$ 400-450 juta.
Pembangkit Listrik Tenaga Uap Suralaya di Cilegon, Banten, Agustus 2019. ANTARA/Asep Fathulrahman
Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Dadan Kusdiana mengungkapkan bahwa pemerintah mengandalkan program JETP sebagai sumber pembiayaan utama untuk pensiun dini PLTU. Program pembiayaan tersebut terdiri atas US$ 10 miliar pinjaman komersial dari lembaga keuangan serta US$ 10 miliar pinjaman lunak dan hibah dari beberapa negara yang tergabung dalam International Partners Group.
Porsi hibah dan pinjaman lunak di JETP masih jauh dari kebutuhan dana pensiun dini karena pemerintah memperkirakan kebutuhan untuk menonaktifkan 15 gigawatt atau 33 persen dari kapasitas PLTU batu bara di Indonesia mencapai US$ 600. Tapi, menurut analis Institute for Energy Economics and Financial Analysis, Putra Adhiguna, setidaknya ada langkah baru yang bisa ditempuh pemerintah. Jika dana tersebut mengucur, dia memperkirakan ada pendanaan privat yang ikut masuk. Salah satunya dari kredit karbon.
Direktur Center of Economic and Law Studies Bhima Yudhistira pun berpandangan Indonesia seharusnya sudah bisa menghentikan sejumlah PLTU batu bara yang kinerjanya telah menurun dan perlu diganti. Sumber dananya bisa dari kantong pemerintah sendiri lewat penyertaan modal negara bagi PT PLN (Persero).
Menurut Bhima, tantangan terbesar dalam suntik mati PLTU batu bara adalah valuasi pembangkit-pembangkit tua tersebut. Dia menuturkan PLN perlu terbuka ihwal kinerja PLTU serta faktor lain yang berkontribusi pada biaya pensiun dini. Jangan sampai PLN atau pihak lain mencari untung dari pensiun dini PLTU batu bara.
Manajer Kampanye Tata Ruang dan Infrastruktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Dwi Sawung menilai komitmen terhadap transisi energi terbarukan masih rendah. Hal itu terlihat dari kebijakan yang kurang mendukung pengembangan energi terbarukan komunitas atau skala kecil. Terlebih program ini terhambat oleh aturan dan perencanaan energi berlapis, dari kebijakan energi nasional, RUKN, hingga rencana usaha penyediaan tenaga listrik.
Selain itu, Sawung menekankan semestinya pemerintah berupaya mencari sumber pembiayaan alternatif untuk mendanai pensiun dini PLTU. Serta meninjau ulang biaya-biaya yang dibebankan untuk pensiun dini agar lebih efisien.
Agar transisi energi bisa terealisasi, Sawung mengatakan, Indonesia bisa belajar dari negara lain, seperti Inggris dan Afrika, yang berhasil mempensiunkan PLTU batu bara. Inggris merupakan negara G7 pertama yang meninggalkan batu bara setelah menutup PLTU terakhir pada Oktober 2024. Langkah itu sejalan dengan komitmen Inggris dalam mencapai NZE pada 2050.
Menurut World Resources Institute, Afrika Selatan membutuhkan US$ 98,7 miliar untuk transisi energi pada 2023-2027, tapi paket JETP yang dijanjikan hanya US$ 8,5 miliar. Meski begitu, Afrika Selatan menjadi yang pertama meluncurkan skema pendanaan JETP untuk mempercepat penghentian PLTU batu bara dan mengembangkan energi terbarukan.
Keberhasilan Afrika Selatan didukung oleh pembentukan badan terpusat untuk mengelola transisi energi, melibatkan pemangku kepentingan sejak dini, penyelarasan kebijakan dengan target iklim, promosi transparansi dan aksesibilitas, serta pembangunan koalisi politik untuk mendukung transisi yang adil. "Proses transisi energi Afrika Selatan sebagai sesama negara berkembang bisa menjadi benchmark untuk Indonesia," kata Sawung. ●
Vindry Florentin berkontribusi dalam penulisan artikel ini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo