Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, mengungkapkan rencana skema subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang tepat sasaran. Skema ini akan menggabungkan subsidi barang dengan bantuan langsung tunai (BLT).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Nanti Bapak Presiden (Prabowo), insyaallah dengan kami (ESDM) akan mengumumkan. Tetapi skemanya ini kemungkinan besar itu blending (campuran)," ujarnya saat ditemui di kediamannya usai melakukan pencoblosan di TPS 003, Jalan Duren Tiga Barat, Jakarta Selatan, Rabu, 27 November 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Bahlil, pendekatan ini diharapkan dapat meningkatkan daya beli masyarakat sekaligus memastikan bantuan sampai ke pihak yang tepat. Namun, Bahlil, yang juga Ketua Umum Partai Golkar, memilih untuk tidak mengungkapkan kapan Presiden Prabowo akan memberikan pengumuman resmi terkait hal ini.
"Kalau ditanya kapan akan diumumkan, nanti kita lihat hari dan tanggal yang baik. Habis ini saya akan laporan dengan Menteri Keuangan untuk yang awal-awalnya mungkin kami dorong dulu untuk bantalan, BLT jalan dulu," kata Bahlil.
Bahlil menegaskan bahwa subsidi tidak akan dihapus, melainkan dialihkan kepada mereka yang benar-benar membutuhkan. Ia menjelaskan bahwa subsidi barang hanya akan diberikan kepada kendaraan berpelat kuning.
3 Opsi Pemerintah
Pemerintah mempertimbangkan tiga opsi dalam penyaluran subsidi BBM dan tarif listrik agar lebih tepat sasaran. Opsi pertama adalah mengalihkan seluruh subsidi BBM menjadi BLT.
Opsi kedua adalah mempertahankan subsidi BBM dalam bentuk barang untuk transportasi dan fasilitas umum guna menahan inflasi, sambil mengalihkan sebagian besar subsidi ke BLT. Alternatif ketiga adalah dengan menaikkan harga BBM subsidi.
Bahlil menyatakan bahwa ketiga opsi tersebut bertujuan untuk mengoptimalkan penyaluran subsidi yang selama ini dianggap kurang tepat sasaran. "Jujur saya katakan ya, kurang lebih sekitar 20-30 persen subsidi BBM dan listrik itu berpotensi tidak tepat sasaran, dan itu gede angkanya, kurang lebih Rp100 triliun,” kata Menteri ESDM Bahlil Lahadalia pada 3 November lalu.
Dalam siaran pers Jumat, 29 November 2024, Bahlil Lahadalia mengatakan, pemerintah akan memberikan subsidi langsung ke masyarakat tidak mampu berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS).
"Sekarang kita sudah satu data. Yang pertama kita pastikan adalah satu data," kata Menteri Bahlil dalam pernyataan di laman resmi Kementerian ESDM, seperti dikutip Antara.
Ojol tidak jadi sasaran, ekonom: mendorong pengemudi keluar dari pasar
Bahlil menjelaskan bahwa ojek online (ojol) tidak termasuk dalam kelompok yang mendapat subsidi BBM yang tepat sasaran. Menurutnya, ojol lebih tepat dianggap sebagai bentuk usaha.
"Ojek (online) kan dia pakai untuk usaha, lho iya dong, masa usaha disubsidi?" kata Bahlil, pada Jumat, 29 November 2024.
Bahlil menambahkan bahwa tidak semua pengemudi ojol menggunakan kendaraan pribadi. Beberapa di antaranya mengoperasikan kendaraan milik pengusaha yang memiliki armada sepeda motor dan menyewakannya kepada masyarakat.
Ekonom UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, mengatakan penghapusan subsidi BBM untuk ojol berpotensi menciptakan efek domino yang merugikan perekonomian. "Selain meningkatkan biaya transportasi, kenaikan harga layanan ojol juga bisa mempengaruhi harga barang dan jasa lainnya," ujarnya dalam sebuah pernyataan tertulis yang dikutip pada Jumat, 29 November 2024.
Achmad memberikan contoh biaya logistik untuk ojol yang mengantarkan barang atau makanan. Tanpa subsidi, biaya bahan bakar akan meningkat, yang pada gilirannya akan menaikkan harga di tingkat konsumen. Hal ini dapat menyebabkan tekanan inflasi tambahan.
Kebijakan ini, kata Ahmad, berisiko mendorong pengemudi ojol keluar dari pasar, karena tidak mampu menanggung beban biaya operasional yang tinggi. “Ini dapat memicu peningkatan pengangguran sektor informal yang selama ini menjadi salah satu penyerap tenaga kerja terbesar di perkotaan,” ujarnya.
Dampak lainnya, kata Achmad, ini bisa mengurangi aksesibilitas transportasi murah bagi kelas menengah dan bawah. Pada akhirnya kebijakan tersebut akan menekan daya beli masyarakat yang sudah terhimpit oleh inflasi.
SUKMA KANTHI NURANI | M. RIZKI YUSRIAL | YUDONO YANUAR | ILONA ESTHERINA