Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PENGAKUAN sepihak Gayus Tambunan tak bisa dianggap remeh. Pernyataan blak-blakan pegawai pajak yang diberhentikan dengan tidak hormat ini sangat penting artinya bagi upaya pemberantasan korupsi. Kepada polisi, bekas penelaah keberatan Direktorat Pajak ini mengungkapkan bahwa tiga perusahaan Grup Bakrie telah menyetor kepadanya US$ 7 juta untuk membereskan persoalan pajak sepanjang 2008.
Jika testimoni Gayus benar, pemerintah punya pekerjaan besar untuk memberesi pajak—yang sudah direformasi dan pegawainya mendapat kenaikan gaji berlipat. Praktek busuk kuno diduga terus abadi: petugas memenuhi kemauan wajib pajak dengan imbalan setinggi langit. Selain kasus tertahannya Surat Ketetapan Pajak PT Kaltim Prima Coal, Gayus membuat mulus proses banding PT Bumi Resources. Ia juga membuatkan Surat Pemberitahuan Pajak Pembetulan untuk pengurusan sunset policy, kebijakan Direktorat Jenderal Pajak untuk menghapuskan sanksi administrasi pajak PT Kaltim Prima Coal dan PT Arutmin Indonesia.
Diucapkan Gayus di depan penyidik, tentu pengakuan ini bisa dijadikan pintu masuk untuk membongkar banyak skandal rasuah. Berkat kelihaian Gayus, ketiga perusahaan Bakrie itu diperkirakan terhindar dari keharusan menyetor pajak, plus denda berlipat ke kas negara. Karena itulah, ketimbang menduga-duga motif di balik celotehan Gayus—sebagaimana diucapkan Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie—lebih berguna meneruskan proses hukum kasus ini secara profesional.
Asal-muasal fulus haram yang masuk atau cuma mampir ke rekening Gayus—sebelum akhirnya disebar kepada para anggota sindikat pajak—mesti diusut sampai jauh. Semua pihak yang diduga terlibat dalam perkara sogok ini harus disidik. Polisi yang bersiap memeriksa sembilan tersangka terindikasi penerima suap diharapkan tidak melangkah setengah hati. Selain pejabat pajak, panitera pengadilan dan perantaranya, manajemen tiga perusahaan yang diduga setor sekitar Rp 65 miliar itu wajib diperiksa.
Langkah tegas polisi ini penting, karena berkat fulus pelicin itu, sejumlah perusahaan ”klien” pengatur pajak ini kerap menang di pengadilan pajak. Setelah memeriksa manajemen empat perusahaan di luar Grup Bakrie tadi, mestinya polisi sudah mengumumkan pihak yang diduga memberikan suap itu sebagai tersangka. Polisi janganlah membiarkan ”keanehan” ini berkepanjangan.
Gayus penting disidik. Ia bahkan bisa menjadi whistle blower yang harus dilindungi lembaga perlindungan saksi. ”Reputasi”-nya sungguh dahsyat. Sepanjang 2007-2009, dia menangani proses banding 44 perusahaan wajib pajak. Ia juga tercantum dalam surat tugas untuk mengurus perkara banding 104 perusahaan. Jika ditilik dari rekeningnya yang bejibun, bukan mustahil perusahaan yang diurus terbilang kakap. Bayangkan, hanya di dua bank saja ditemukan dana misterius Gayus Rp 28 miliar. Padahal dia hanya menerima gaji Rp 8 juta sebulan.
Pengakuan Gayus boleh saja dibantah pihak Bakrie. Tapi bantahan ini tak boleh menyurutkan polisi untuk menegakkan hukum dan membongkar kasus ini. Tak usah ditutup-tutupi, toh dugaan permainan duit pajak ini sudah muncul di ranah publik, ketika pekan lalu Panitia Kerja Penegakan Hukum Dewan Perwakilan Rakyat mengadakan rapat bersama Ketua Tim Independen Markas Besar Kepolisian RI Matius Salempang di Senayan, Jakarta. Gayus pun sudah membeberkan perbuatannya saat beberapa bulan lalu ”diciduk” tim polisi dan satgas antimafia hukum di Singapura.
Polisi dan Direktorat Jenderal Pajak harus berupaya semaksimal mungkin agar bukti materiil dalam pengakuan Gayus ini betul-betul kuat. Kantor pajak bahkan siap memasok data komplet. Sikap Direktur Jenderal Pajak Mochamad Tjiptardjo yang kooperatif dan berkomitmen menyuplai data yang dibutuhkan haruslah disambut dengan proaktif. Kebetulan Tjiptardjo sangat berkepentingan dengan ”nyanyian” Gayus ini, karena peninjauan kembali instansinya soal administrasi pajak Kaltim Prima Coal ditolak Mahkamah Agung.
Suap dan korupsi harus dibersihkan dari sektor yang sangat menentukan anggaran negara itu. Penegakan hukum yang sedang berjalan bukan hanya tertuju pada kelompok bisnis seperti Bakrie, melainkan kelompok mana pun. Prinsipnya, hukum harus tegak berdiri walaupun langit akan runtuh. Maka polisi dan Dirjen Pajak tak boleh surut selangkah pun meski ada grup bisnis terkait dengan Aburizal Bakrie yang sedang diperiksa. Tak perlu terpengaruh urusan politik, misalnya ikut-ikutan menimbang posisi Aburizal yang baru dipercaya Presiden Yudhoyono menjadi ketua harian sekretariat gabungan koalisi partai propemerintah.
Tentu saja ujian tak hanya dihadapi polisi dan petinggi pajak. Presiden Yudhoyono pun kembali menghadapi ujian: benarkah dia kukuh bersikap ogah kompromi dalam memberantas korupsi seperti ia ucapkan di berbagai panggung.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo