Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

<font face=arial size=1 color=#ff9900>Pakan Ternak</font><br />Tepung Daging Kawan Menteri

Puluhan peti kemas berisi bahan baku pakan ternak asal Amerika dan Kanada tertahan di pelabuhan. Diduga tak bebas penyakit sapi gila.

2 Januari 2012 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KERTAS segel warna merah masih melekat di beberapa peti kemas milik PT Usaha Maju Bersama. "Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tanjung Perak", begitu tulisan tebal warna kuning yang tertera di kertas segel. Empat puluh satu kontainer berisi meat and bone meal—biasa disebut MBM—yang digunakan untuk bahan baku pakan ternak itu pernah ditolak masuk Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Di sana, barang-barang itu masuk atas nama PT Panca Patriot Prima.

Hingga pekan lalu, barang impor bermasalah yang berasal dari Los Angeles, Amerika Serikat, itu masih bertumpuk di terminal peti kemas Tanjung Priok, Jakarta. Total berat bersihnya sekitar 820 ton dengan nilai kira-kira US$ 200 juta atau Rp 1,8 triliun. "Kami sedang menyelidiki," kata Kepala Kantor Bea dan Cukai Tanjung Priok Iyan Rubiyanto.

Penahanan bahan baku pakan ternak itu ternyata memicu teguran Menteri Pertanian Suswono kepada Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan—saat itu Prabowo Respatyo Caturroso. Dalam suratnya kepada Prabowo awal Oktober lalu, Menteri Suswono mempertanyakan pelarangan tersebut. Dia juga menyoal surat Prabowo kepada Kedutaan Besar Amerika dan Kanada di Jakarta. Surat itu, menurut Suswono, menimbulkan pengaduan pelaku usaha.

Pada 9 September lalu, Prabowo memang mengirim surat kepada atase pertanian Kedutaan Besar Amerika di Jakarta, yang menegaskan penghentian sementara impor meat and bone meal dari Amerika hingga tim pemerintah mengaudit ulang lima pabrik yang mengekspor bahan pakan ternak ke Indonesia. Surat serupa dilayangkan kepada atase pertanian Kedutaan Besar Kanada di Jakarta. Prabowo merujuk pada temuan Canadian Food Inspection Agency tentang kasus penyakit bovine spongiform encephalopathy.

Penyakit yang biasa disebut BSE ini luas dikenal sebagai mad cow atau sapi gila, disebabkan oleh sejenis protein prion. Penyakit ini menyerang sel otak sapi dan membuatnya menjadi berbentuk sponge (berongga) hingga perlahan sapi mati. Penularan BSE biasa terjadi melalui bahan baku pakan ternak yang terbuat dari tepung daging dan tulang hewan ruminansia yang tercemar protein prion. Penyakit ini bisa menyerang pula otak manusia yang mengkonsumsi daging sapi terjangkit.

Organisasi kesehatan hewan dunia (OIE) mencatat, kasus BSE ditemukan saban tahun di Kanada sejak 2003 hingga 2011. Adapun kasus serupa ditemukan di Amerika pada 2005 dan 2006. Fakta itu membuat Bambang Sumiarto, anggota Komisi Ahli Kesehatan Masyarakat Veteriner, meminta pemerintah bersikap tegas. Menurut Bambang, ternak ruminansia dan produknya—seperti meat and bone meal—dari negara yang sedang dalam pengawasan OIE, termasuk Amerika, Kanada, dan beberapa negara Eropa, tidak boleh masuk ke Indonesia karena berisiko membawa agen penyakit BSE.

Mengapa Menteri Suswono seperti tutup telinga dengan argumen anak buahnya? Sumber Tempo mengatakan, Menteri Suswono menegur Prabowo lantaran pengaduan Basuki Hariman—pengusaha yang memiliki kedekatan dengan Cargill, salah satu importir bahan baku pakan ternak itu. Dalam beberapa kesempatan, Basuki kerap mengumbar perkawanannya dengan Menteri Suswono dan beberapa petinggi Partai Keadilan Sejahtera, partai yang mengusung Suswono.

Prabowo tak bersedia menjelaskan larangan impor meat and bone meal itu dengan gamblang. "Saya bukan dirjen sekarang," katanya. Dia hanya membenarkan bahwa saran Bambang yang menjadi dasar surat penghentian sementara impor bahan baku pakan ternak ke Kedubes Amerika dan Kanada.

Namun Suswono membantah jika disebut telah menerima pengaduan Basuki. Menurut dia, Duta Besar Indonesia untuk Amerika, Dino Patti Djalal, yang menanyakan penghentian impor. "Menghentikan tidak bisa tiba-tiba, ada prosedurnya," ujarnya.

l l l

BUKAN kali ini saja terjadi kisruh dalam impor bahan baku pakan ternak. Pada 2006-2007, pemerintah hampir kebobolan bahan pakan asal Spanyol, negara yang dinyatakan tidak bebas penyakit.

Merujuk pada laporan OIE tentang Kanada yang masuk status controlled risk country, Direktur Kesehatan Hewan Pudjiatmoko dalam nota dinas 21 Maret lalu menyimpulkan bahwa Kanada masih kesulitan memberantas penyakit sapi gila secara tuntas. Maka Indonesia perlu lebih waspada.

Namun selanjutnya pemerintah ragu apakah menganut sistem country base atau zone base. Dalam sistem zone base, barang asal daerah atau provinsi yang terjangkit saja yang disetop. Sementara itu, sistem country base menolak barang dari negara tersebut. Pada 28 Maret, Prabowo menerbitkan surat edaran. Intinya, impor meat and bone meal asal Kanada cuma diizinkan untuk bahan pakan unggas.

Kebijakan itu berubah lagi setelah berlangsung konferensi jarak jauh dengan Canadian Food Inspection Agency pada 31 Maret lalu. Dalam nota dinas Pudjiatmoko, 5 April lalu, dinyatakan sistem pengendalian penyakit sapi gila di Kanada cukup baik. Karena itu, yang diperlukan adalah audit ulang terhadap pabrik di negara asal dan kajian analisis risiko bahan pakan asal Kanada.

Sayangnya, pelaksanaan audit ulang ke rendering plant alias pabrik pengolahan molor. Padahal satu demi satu kontainer bahan pakan terus berdatangan ke Tanah Air. Pada September, Prabowo melayangkan surat penyetopan sementara impor ke Kedutaan Amerika dan Kanada. Akibatnya, ratusan kontainer berisi bahan baku pakan ternak asal Kanada dan Amerika tertahan di Surabaya. Kontainer-kontainer itu di antaranya milik PT Charoen Pokphand Indonesia, PT Cargill Indonesia, PT Sierad Produce, dan PT Wonokoyo Jaya Corporindo.

Ketua Umum Asosiasi Produsen Pakan Indonesia F.X. Sudirman melayangkan surat protes kepada Menteri Suswono pada 11 November lalu. Dia mengeluhkan dampak penegahan kontainer berupa biaya demurrage alias parkir kontainer di pelabuhan yang mahal. Tarif parkir pelabuhan bersifat progresif. Di Tanjung Priok sepekan pertama gratis. Pekan berikutnya dipungut US$ 15 per hari per kontainer. Lantas 15 hari berikutnya US$ 20 per kontainer per hari.

Dalam suratnya kepada Menteri Suswono, Sudirman juga menyatakan khawatir stok bahan baku di gudang akan menipis. Ia cemas hal itu akan berdampak terhadap proses produksi dan suplai pakan ke peternak. Karena itu, ia meminta Menteri Suswono membantu mempercepat proses bongkar bahan impor dan memperlancar penerbitan surat perintah pemasukan alias SPP untuk memudahkan impor meat and bone meal.

Pengaduan itu berlanjut dengan audit investigasi Inspektorat Jenderal Kementerian Pertanian terhadap Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. Hasilnya, Inspektorat meminta agar Menteri menegur Dirjen Peternakan.

Dalam laporannya kepada Menteri Suswono, awal November lalu, Inspektur Jenderal R. Aziz Hidajat merekomendasikan agar Dirjen Peternakan menyetujui dan segera menerbitkan SPP meat and bone meal asal Kanada dan Amerika. Termasuk menerbitkan 13 dokumen izin impor yang diperlukan untuk membebaskan 41 peti kemas bahan baku pakan ternak di Tanjung Priok.

Kisruh impor meat and bone meal ini memperpanjang daftar masalah yang membuat hubungan Suswono dengan Prabowo semakin runcing. Sebelumnya, keduanya bersitegang dalam urusan impor daging pada awal 2011. Saat itu pengusaha mengimpor daging sebelum memiliki izin mendatangkan barang. Agaknya perseteruan itu pula yang membuat Prabowo dicopot dari kursinya.

Namun Suswono membantah tudingan bahwa pergantian Prabowo ada kaitannya dengan kisruh impor daging dan bahan baku pakan ternak. "Kinerjanya secara keseluruhan kurang maksimal, tecermin dari penyerapan anggaran yang rendah," kata Suswono. Alasan lain, ia merujuk pada hasil investigasi Inspektorat bahwa ada pertentangan antara surat Prabowo ke Kedutaan Besar Amerika dan Kanada dan surat edaran sebelumnya. "Dia kurang cermat, dan harus diakui itu adalah kesalahan Dirjen," Suswono menambahkan.

Toh, pencopotan Prabowo tak membuat peti kemas berisi bahan baku pakan ternak bisa beranjak dari Pela­buhan Tanjung Priok. Badan Karantina Pertanian tetap menolak barang tersebut. "Tidak bisa diterima, tidak ada surat perintah pemasukan," ujar Kepala Badan Karantina Banun Harpini. Suswono hanya berjanji, rekam jejak pemilik kontainer itu akan dijadikan pertimbangan dalam pemberian izin impor berikutnya.

Retno Sulistyowati


Tergiur Gurihnya Pakan Ternak

Surat perintah penahanan meat and bone meal yang digunakan sebagai bahan baku pakan ternak itu tiba di kantor Wahyudi pada 22 September lalu. Pengirimnya atasannya di Jakarta. Ada empat perusahaan yang barang impornya harus ditahan oleh Kepala Subseksi Penindakan Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tanjung Perak, Surabaya, itu.

PT Charoen Phokpand Indonesia mengimpor 22 kontainer meat and bone meal, yang beratnya 468 ton. Adapun PT Wonokoyo Jaya Corporindo mendatangkan 11 peti kemas. Dua perusahaan lainnya, PT Panca Patriot Prima membawa 41 kontainer dan PT Cargill Indonesia mengimpor 15 peti kemas bahan baku pakan ternak.

Ketika diperiksa, salah satu perusahaan, PT Panca Patriot Prima, tidak mampu melengkapi surat persetujuan pemasukan barang. Mereka belum bisa melampirkan surat dari Balai Karantina Pertanian. Tertahan di pelabuhan sejak 21 September, Panca mengajukan permintaan reekspor barangnya pada 19 Oktober. Akhirnya, 41 kontainer meat and bone meal seberat 820 ton itu dikirim dengan kapal Sinar Sangir ke Singapura pada 5 November lalu.

Belum hilang cerita penahanan bahan baku pakan ternak di Surabaya, pada 19 November sebanyak 41 kontainer barang serupa masuk ke Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Barang itu milik PT Usaha Maju Bersama Sarana, dan datang dari Singapura menumpang kapal Warnow Master.

Sumber Tempo di Pelabuhan Tanjung Priok mencurigai barang itu terkait kasus di Surabaya. Benang merah keduanya terbuhul pada nomor kontainer. Kode yang tertera pada 41 peti kemas yang masuk di Jakarta sama dengan kontainer yang direekspor dari Surabaya.

Badan Karantina di Tanjung Priok mendapati importir tidak memenuhi dokumen persyaratan pemasukan barang. Walhasil, bahan baku pakan ternak itu kembali ditolak masuk ke Indonesia. "Pemilik meat and bone meal mengajukan permintaan reekspor. Telah dikeluarkan pada 22 Desember 2011," kata Kepala Badan Karantina Banun Harpini.

Tak mengherankan bila pengusaha begitu menggebu mengimpor bahan baku pakan ternak. Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan Ternak F.X. Sudirman menjelaskan, tahun ini impor meat and bone meal diprediksi mencapai 250 ribu ton. Toh, ada yang menyebut kebutuhan sesungguhnya mencapai 35-40 ribu ton sebulan alias 420-480 ribu ton setahun.

Kebutuhan bahan baku pakan ternak berkualitas hanya bisa dipenuhi dari luar negeri. Impor meat and bone meal dari Amerika Serikat dan Kanada mencapai 60 persen. Sisanya dari Australia dan Selandia Baru.

Importir meat and bone meal asal Amerika Serikat harus punya koneksi langsung dengan rendering plant alias pabrik pengolahan. Mereka antara lain Jak Hoa dengan PT Christy Sejahtera dan PT Jaklin. Dia memiliki jaringan dengan Darling International dan Gavilon.

Pengusaha lainnya, Basuki Hariman, memiliki jaringan dengan Baker Commodity and Cargill Meat Solution. Adapun Juan Permata Adoe mempunyai koneksi dengan National Beef.

Produsen pakan ternak dapat mengimpor sendiri bahan bakunya bila punya koneksi langsung dengan pemasok di negara penghasil meat and bone meal. Jika tidak, mereka harus membeli melalui importir yang sudah dipercaya pabrik.

Salah satu importir bahan baku pakan ternak, Jak Hoa, mengatakan perusahaannya bisa mengimpor 6.000-9.000 ton meat and bone meal sebulan. Harga beli dari pabrik US$ 450-650 per ton dan dijual US$ 452-655 per ton. "Margin yang diambil secara umum hanya US$ 1-2 per ton," kata dia.

Pelanggan Jak Hoa adalah perusahaan pakan ternak besar, seperti Charoen Pokphand Indonesia, Japfa Comfeed, Gold Coin Indonesia, dan Cheil Jedang. "Hampir semua pabrik pakan ternak menjadi pelanggan kami, termasuk usaha kecil-menengah. Angkanya sekitar 1.000 ton per bulan," Jak menambahkan.

Eka Utami Aprilia (Jakarta), Fatkurrohman Taufiq (Surabaya), Eko Widianto (Sidoarjo)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus