Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
AULA lantai sembilan gedung Badan Pemeriksa Keuangan, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, bersalin rupa awal Desember lalu. Ruangan yang semula kosong melompong mendadak nyaris tertutup oleh belasan kertas berukuran satu kali satu depa atau dua lengan orang dewasa. Kertas berukuran raksasa yang menempel dan menggantung di setiap sudut dan dinding balai itu adalah salinan diagram aliran dana dari Bank Century.
Dari kejauhan tampak aliran dana Century membentuk skema beraturan. Ada yang mirip kotak, bintang, dan pendaran cahaya matahari. "Itu sengaja dipasang di aula karena pimpinan BPK akan melakukan 'gelar perkara' hasil audit forensik aliran dana Century," kata sumber Tempo.
Membongkar aliran dana menjadi bagian penting audit forensik Century. Sesuai dengan permintaan Dewan Perwakilan Rakyat, khususnya anggota tim pengawas Century, BPK harus menemukan dan mengungkap transaksi tidak wajar yang merugikan negara. Periode transaksi janggal yang kudu dibongkar sebelum dan sesudah Century diambil alih oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Audit forensik merupakan tindak lanjut audit investigasi atas penyelamatan Century tiga tahun lalu. Pada 24 November 2008, sesuai dengan persetujuan rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan—waktu itu diketuai Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Gubernur Bank Indonesia Boediono—LPS menyuntikkan modal sementara senilai Rp 6,7 triliun kepada Century.
Ada sembilan temuan BPK dalam audit investigasi, di antaranya penanganan Century oleh LPS tak sesuai dengan ketentuan. Penggunaan penyertaan modal sementara juga dinilai tidak punya dasar hukum. Keputusan politik DPR menilai penyelamatan Century melanggar hukum. Pejabat otoritas moneter dan fiskal—BI dan Kementerian Keuangan—dinilai menyalahgunakan wewenang, yang bisa dikategorikan merugikan negara.
Setelah bekerja selama lebih dari lima bulan, Jumat dua pekan lalu BPK menyerahkan hasil audit forensik kepada DPR. Alih-alih puas, anggota DPR, terutama tim pengawas Century, justru kecewa. Mereka menganggap BPK tak menemukan fakta baru lantaran temuan sudah ada dalam audit investigasi sebelumnya. Aliran dana yang terungkap pun ternyata terjadi sebelum periode bailout.
"BPK yang memulai, BPK pula yang mengakhiri," kata Tjahjo Kumolo, anggota dari PDI Perjuangan. Akbar Faisal, anggota DPR dari Partai Hati Nurani Rakyat, sependapat dengan Tjahjo. "Itu sama saja dengan lanjutan audit investigasi," ujarnya.
Akbar, yang juga inisiator angket Century, mengatakan audit forensik seharusnya bisa menjelaskan dan memastikan lintang pukang informasi yang beredar tentang skandal Century. Tidak hanya aliran dana, tapi motifnya juga harus diungkap. Namun auditor negara itu tak berhasil membongkarnya. "BPK seperti sudah terkooptasi kekuasaan," ujarnya kesal.
PENILAIAN anggota DPR bahwa tak ada fakta baru dalam audit forensik sebenarnya tidak terlalu tepat. Setidaknya ada tiga temuan baru. Pertama, aliran dana senilai Rp 100,95 miliar dari Sunarko Sampoerna kepada PT Media Nusa Pradana (perusahaan penerbit harian Jurnal Nasional, Jurnal Depok, dan Jurnal Bogor). Sunarko adalah anak mendiang Budi Sampoerna, nasabah kakap Century dan bekas pemilik perusahaan rokok Sampoerna.
Namun BPK belum menemukan hubungan antara transaksi Sunarko dan penyelamatan Century. Bekas Pemimpin Redaksi Jurnal Nasional Ramadhan Pohan mengatakan tak mengetahui masuknya uang dari Sunarko dengan alasan berfokus di keredaksian. Ramadhan, kini anggota DPR dari Partai Demokrat, menegaskan, Media Nusa tak punya rekening di Century. "Tak ada hubungan langsung atau tak langsung," ujarnya.
Temuan kedua adalah penukaran valuta asing dan transfer oleh Hartanto Edi Wibowo dan istrinya senilai total US$ 140 ribu pada 2007—sebelum bailout Century. Hartanto adalah adik ipar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Hartanto kini anggota DPR dari Partai Demokrat. Lagi-lagi BPK belum bisa menemukan hubungan antara transaksi Hartanto dan kasus penyelamatan Century. Adapun temuan ketiga, dana valuta asing yang digelapkan Dewi Tantular—bekas pejabat bagian treasury Century—senilai US$ 392 ribu diduga mengalir kepada Emir Moeis, anggota Dewan dari PDI Perjuangan.
Wakil Ketua BPK Hasan Bisri mengklaim temuan BPK sudah tergolong baik karena transaksi di Century sebenarnya rumit. Dulu, dalam kasus Bank Bali, BPK hanya menelusuri satu rekening senilai Rp 500 miliar. Di Century, BPK harus membuka 86 juta transaksi oleh 307 ribu nasabah. BPK juga harus mengklarifikasi transaksi kepada 33 bank.
Dalam kasus Bank Bali, kata Hasan, orang yang menerima aliran dana bisa dinyatakan bersalah. Dalam kasus Century tak seperti itu. "Apakah pemilik deposito di Century yang mengambil uangnya juga bersalah?" ujarnya dalam diskusi panel hasil audit Century di Gedung Pola BPK di Jakarta, Kamis pekan lalu.
Hasil audit forensik memang jauh lebih maju dibanding audit investigasi sebelumnya. Dalam audit forensik, BPK bisa menemukan 13 aliran dana yang dilakukan oleh nasabah, debitor, dan Dewi Tantular—pembobol Century. Auditor juga berhasil mengurai aliran dana yang dilakukan bekas para pemegang saham Century, seperti Rafat Ali Rizvi, Hesham al-Waraq, termasuk Robert Tantular beserta saudara-saudaranya.
Rafat, Hesham, dan Robert dianggap menggangsir duit Century. Aliran dana yang bisa ditelusuri bervariasi, mulai rekening bank lapis pertama hingga rekening bank lapis ketujuh.
Kekecewaan tim pengawas Century agaknya lantaran hasrat tak tercapai. Mereka, menurut sumber Tempo, ingin BPK menemukan aliran dana tunai dari Century ke Partai Demokrat, tim pemenangan calon presiden dan wakil presiden Yudhoyono-Boediono, serta bekas Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Duit itu kabarnya diangkut dengan truk tak lama setelah LPS menyuntikkan dana Rp 6,7 triliun ke Century.
Padahal, menurut sumber Tempo, tim auditor BPK sudah jungkir balik menelisik isu adanya truk-truk uang ke Cikeas, termasuk melibatkan tenaga intelijen yang dimiliki BPK. Mereka memeriksa kamera tersembunyi di Bank Indonesia dan Century pada periode bailout serta menjumpai petugas keamanan dan sopir truk uang yang bertugas pada malam yang diduga terjadi aliran dana tunai. "Obrolan warung kopi juga kami gunakan, tapi memang tak ada faktanya," kata sang sumber.
Hasan menegaskan, BPK tak pernah menyampaikan informasi akan berhasil menemukan aliran dana Century kepada kelompok tertentu. "Jadi, kalau sekarang tak berhasil menemukannya, jangan kami dituduh mengeliminasi laporan terdahulu," ujarnya.
TERLEPAS dari kekecewaan anggota DPR, penuntasan dan pembahasan audit forensik Century di BPK berlangsung alot. Tarik-ulur sudah terjadi sejak awal penunjukan pengarah audit. Awalnya, ujar sumber Tempo, Taufiequrachman Ruki tidak mau menjadi ketua pengarah audit forensik.
Bekas Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi itu ingin berfokus pada portofolio Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia yang ditanganinya. Namun, dalam sidang badan BPK, Ketua BPK Hadi Poernomo terus mendesak. Taufiequrachman akhirnya bersedia menjadi ketua pengarah asalkan ada pendamping lain. Hadi akhirnya menunjuk Hasan Bisri dan Moermahadi Soerja Djanegara menjadi wakil ketua pengarah.
Gesekan tak berhenti di situ. Saat pemasangan kertas perbesaran salinan aliran dana di aula lantai sembilan, beberapa pemimpin BPK dan auditor berdebat panjang. Beberapa pemimpin meminta nama nasabah dan nomor rekening tak dimunculkan secara gamblang karena bisa melanggar kerahasiaan perbankan. Ihwal kerahasiaan juga menyentuh pemilihan tempat percetakan hasil audit forensik dan fotokopi aliran dana Century. Agar tak bocor, para auditor terpaksa harus memfotokopi pada pukul 02.00 di sebuah percetakan di kawasan Bendungan Hilir, Jakarta.
Perdebatan paling panas terjadi saat membahas materi audit forensik. Dalam sebuah sidang badan, kata sumber Tempo, ada pemimpin BPK yang mengusulkan agar auditor tak mencantumkan temuan transaksi valuta asing Emir Moeis ke dalam hasil audit. Namun usulan itu kandas karena tak disetujui anggota lain.
Emir membantah jika disebut mempengaruhi proses audit di BPK. "Hasil audit BPK tak menyatakan sedikit pun transaksi saya melanggar aturan," ujarnya. Menurut Emir, tak ada dana gelap mengalir ke rekeningnya. Uang berasal dari investasinya pada surat berharga Century. Hadi Poernomo juga membantah kabar bahwa pimpinan BPK ingin menyembunyikan data. "Tidak benar itu. Tanya saja saksi-saksinya (pimpinan BPK)," kata dia. Hadi menegaskan, semua transaksi—termasuk milik Emir Moeis—akan muncul dalam hasil audit bila data dan faktanya ada.
Pembahasan temuan aliran dana Sunarko kepada Media Nusa serta penukaran valuta asing dan transfer oleh Hartanto Edi Wibowo senilai total US$ 140 ribu tak kalah seru. Taufiequrachman dan seorang anggota BPK lainnya mengusulkan kedua transaksi ini tidak dicantumkan dulu dalam hasil audit. BPK, kata sumber menirukan Taufiequrachman, hanya berfokus pada 13 temuan, sedangkan aliran dana Sunarko dan Hartanto diperdalam lagi. Setelah tuntas, kedua transaksi itu baru dilaporkan ke DPR. Sayangnya, Hartanto tak merespons telepon dan pertanyaan Tempo lewat pesan pendek.
Namun mayoritas anggota BPK, menurut sumber Tempo, menolak usulan Taufiequrachman. Salah satunya Ali Masykur Musa. Bekas politikus Partai Kebangkitan Bangsa itu menilai, bila tak mencantumkan temuan aliran dana Sunarko dan Hartanto, BPK akan dianggap menyembunyikan informasi. Akhirnya digelar voting. Hasilnya dua temuan itu dicantumkan, tapi ditempatkan dalam informasi lain-lain. Taufiequrachman pun setuju.
Sayangnya, Taufiequrachman enggan berkomentar. "Ajukan saja pertanyaan resmi ke pimpinan BPK," ujarnya pekan lalu. Saat penyerahan laporan audit ke DPR dua pekan lalu, kepada wartawan dia membantah jika dikatakan dilobi Partai Demokrat agar membuat hasil audit menjadi lunak buat Partai Bintang Mercy Biru.
Taufiequrachman mengatakan menjadi anggota BPK lantaran 25 anggota Komisi Keuangan dari lintas partai memilihnya. "Dalam audit tak ada istilah loyal-loyalan. Kami bekerja berdasarkan fakta."
Padjar Iswara, Agoeng Wijaya, Harun Mahbub, ND
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo