Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

<font size=1 color=brown>MINYAK DAN GAS</font><br />Arisan Proyek Gendalo-Gehem

Chevron dituding bersekongkol dalam tender proyek pengembangan gas di Makassar. Komisi Pengawas Persaingan Usaha ikut mengusut.

25 April 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kabar tak sedap berembus dari megaproyek Indonesia Deepwater Development, eks­plorasi gas di Selat Makassar, Kalimantan Timur. Chevron Indonesia Company, pemilik proyek tersebut, diduga melakukan persekongkolan bisnis dengan peserta tender pembuatan front-end engineering and design. Kini Komisi Pengawas Persaingan Usaha sedang menyelidiki kasusnya.

Menurut Kepala Bagian Advokasi Komisi Pengawas Persaingan Usaha Zaki Zain Badroen, Komisi mengendus indikasi praktek bisnis tak sehat yang dilakukan secara vertikalpanitia dengan peserta tendersekaligus persekongkolan horizontal antarpeserta lelang. "Dua-duanya ada indikasi. Istilahnya bagi-bagi kue atau arisan," ujarnya kepada Tempo, Kamis pekan lalu.

Langkah Komisi mengusut dugaan tender tidak fair ini penting lantaran investasi yang dikeluarkan untuk proyek tersebut nantinya diklaim kepada pemerintah melalui mekanisme cost recovery, pengembalian semua biaya kepada kontraktor minyak. Bau tak sedap inilah yang membuat Iwan Renadi Soedigdo, Ketua Tim Pengembangan Laut Dalam Indonesia, mundur dari Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) dua pekan lalu.

Megaproyek Indonesia Deepwater Development dikenal dengan proyek Gendalo-Gehem. Ini proyek gas pertama di Indonesia di laut dalam, dan berada di Blok Ganalterdiri atas lapangan Gada, Gandang, Gehem, Gendalo, dan Gula. Kedalaman ladang gas yang terletak di lepas pantai Selat Makassar ini 1,8 kilometer (6.000 kaki). Blok ini berimpitan dengan blok minyak dan gas Rapak, yang memiliki lapangan Maha, lapangan Merah Besar, dan Ranggas. Chevron memegang kepemilikan mayoritas, 80 persen, di kedua blok tersebut. Sisanya dipegang ENI, Italia.

Akhir 2009, Chevron mencari mitra pengembangan Blok Ganal-Rapak. PT Pertamina sempat mengincar blok tersebut. Perusahaan minyak dan gas negara ini berminat mendapatkan konsesi kepemilikan (participating interest) sebesar 10 persen. Surat permohonan telah dilayangkan kepada Chevron serta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Perwakilan Pertamina dan Chevron malah telah bertemu. Tapi tak ada realisasi hingga kini.

Akhirnya Chevron melanjutkan proyek Gendalo-Gehem, dengan estimasi kebutuhan investasi total US$ 6,5 miliar (sekitar Rp 56 triliun). Chevron mengembangkan Gendalo Hub (terdiri atas lapangan Maha, Gendalo, dan Gandang) serta Gehem Hub (meliputi lapangan Gehem).

Chevron juga menemukan ladang baru, lapangan Bangka. Gas yang dihasilkan akan ditampung di terminal Santan. Diperkirakan produksinya 1,1 miliar kaki kubik dan 31 ribu barel kondensat per hari. Gas ini buat keperluan kilang gas alam cair Bontang, Kalimantan Timur.

Proyek Indonesia Deepwater Development terdiri atas dua fasilitas produksi terapung untuk Gendalo dan Gehem, jaringan pipa ekspor Gendalo-Santan dan Gehem-Santan, jaringan pipa produksi bawah laut untuk Gendalo dan Gehem, serta fasilitas penerima di Santan. Persiapan rencana lelang senilai US$ 48,9 juta ini telah berlangsung lama. Persetujuan dari BP Migas telah dikantongi pada pertengahan 2009.

Pada pembukaan tahap pertama, cuma ada satu peserta lulus syarat administratif dan teknis, yakni PT Worley Parsons (Australia). Peserta lain, PT Technip Indonesia (berbasis di Prancis), tidak lulus sehingga tender dinyatakan gagal. Pada Januari 2010, lelang diulang lagi, diikuti tiga peserta. Technip dan Worley kembali lulus tahap administrasi.

Technip menawar US$ 26,78 juta, lebih mahal ketimbang Worley senilai US$ 20,99 juta. Tapi jaminan penawaran (bid bond) Worley buat tender fasilitas produksi terapung bermasalah. Jaminan yang diterbitkan perusahaan asuransi tertulis US$ 455 ribu. Tapi dalam ketikannya terbilang kalimat: four thousand fifty five hundreds. Jelas itu US$ 4.550, bukan US$ 455 ribu.

Sumber Tempo mengatakan, sesuai dengan aturan BP Migas, mestinya Worley didiskualifikasi dan tender dibatalkan lagi. Nyatanya, panitia lelang Chevron tidak membuat berita acara yang mendiskualifikasi Worley. Malah, pada akhir April, Chevron merekomendasikan Technip sebagai pemenang tender kepada BP Migas. Lembaga ini sebenarnya meminta negosiasi harga ulang. Tapi nilai kontrak turun tipis menjadi US$ 26,03 juta.

Sumber itu mengatakan tim proyek Indonesia Deepwater Development di BP Migas menilai harga perkiraan sendiri yang dipasang panitia terlalu tinggi dibanding proyek serupa di tempat lain. Durasi pengerjaan 24 bulan juga terlalu lama, mestinya cukup setahun. Strategi pengadaan fasilitas secara terpisah juga dinilai tidak efisien untuk ukuran megaproyek.

Pada Juni 2010, BP Migas menunda penetapan pemenang. Menurut sumber Tempo itu, tim BP Migas melakukan verifikasi atas bid bond milik Worley. Hasilnya, tim menemukan dokumen bid bond dalam dua versi, yakni versi benar dan versi salah. Dokumen versi salah dipakai sebagai dokumen penawaran harga. BP Migas menduga Worley sengaja mendiskualifikasi diri supaya Technip menjadi pemenang. Harga penawaran Technip, yang berselisih US$ 6 juta dengan Worley, ujar si sumber, nantinya dibagi-bagi. "Ini biasa disebut arisan."

Namun Kepala BP Migas Priyono malah berkata lain. Menurut dia, semua proses pengadaan dilakukan melalui tender internasional yang transparan. Menurut Priyono, tentunya BP Migas, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, serta Badan Pemeriksa Keuangan akan mengaudit bila ada yang tidak beres. Juru bicara BP Migas, Gde Pradnyana, juga mengatakan tidak ada aturan yang dilanggar.

Pihak Chevron seirama dengan Priyono. Vice President Policy, Government and Public Affairs Chevron Yanto Sianipar menjelaskan, penentuan pemenang kontrak front-end engineering and design Gendalo-Gehem dilakukan melalui tender kompetitif. Tender juga telah sesuai dengan peraturan dan disetujui BP Migas. "Pemenangnya penawar terendah yang memenuhi syarat untuk setiap tender," kata dia di Jakarta pekan lalu. Menurut Yanto, nilai kontrak lebih rendah dari harga perkiraan sendiri (owner estimation). Juga lebih rendah dari data pembanding independen atas nilai front-end engineering and design pada proyek-proyek lain yang baru rampung di Asia.

Tapi Komisi Pengawas Persaingan Usaha maju terus. Ketua Komisi Nawir Messi menjelaskan, Komisi memutuskan menyelidiki proses tender proyek pengembangan gas Chevron sejak akhir Januari lalu. Kebijakan itu diambil setelah melewati tahap pengumpulan informasi dan data beberapa bulan sebelumnya. Komisi memang telah lama mengamati proyek tersebut.

Menurut Nawir, kejanggalan terasa ketika Wakil Kepala BP Migas Hardiono kepada pers September tahun lalu mengatakan dua perusahaan yang direkomendasikan Chevron tidak layak sehingga perlu tender ulang. Tapi pada November justru BP Migas menetapkan pemenang tender berdasarkan rekomendasi Chevron. "Ada apa ini?" kata Nawir. Komisi telah meminta keterangan BP Migas, Chevron, dan perusahaan yang dinyatakan sebagai pemenang tender.

Hardiono datang memenuhi panggilan Komisi. "Sebagai saksi ahli," kata dia kepada Agoeng Wijaya dari Tempo. Ia ditanyai dugaan persekongkolan antara Worley Parson dan Technip. "Saya jawab, meski kadang curiga, saya tidak bisa membuktikan," ujarnya.

l l l

BUKAN kali ini saja Chevron "singgah" ke meja Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Pada 20 April 2001, Komisi menyatakan pengadaan casing dan tubing yang dilakukan PT Caltex Pacific Indonesiasekarang PT Chevron Pacific Indonesiamelanggar Undang-Undang Antimonopoli. Sebab, penentuan pemenang tender dihasilkan melalui persekongkolan antarpeserta tender. Caltex juga diminta menghentikan kegiatan pengadaan casing dan tubing.

Pada 31 Agustus 2009, Komisi menghukum Chevron membayar denda Rp 2 miliar karena terbukti bersekongkol dalam tender jasa-jasa kebersihan dan pelayanan gedung di Duri, Dumai, dan Rumbai-Minas di lingkungan Chevron Pacific Indonesia. Enam perusahaan peserta tender yang terlibat persekongkolan juga kena denda, masing-masing Rp 1 miliar. Pada Januari 2011, Pengadilan Negeri Pekanbaru, Riau, menguatkan putusan Komisi.

Kini, lagi-lagi, Chevron harus berhadapan dengan Komisi Pengawas Persaingan Usaha, yang kudu bekerja keras membuktikan ada-tidaknya persekongkolan itu.

Retno Sulistyowati, Sunudyantoro


SEPTEMBER 2010
BP Migas: Dua perusahaan yang direkomendasikan Chevron tidak layak sehingga perlu tender ulang.

NOVEMBER 2010
BP Migas menetapkan pemenang tender berdasarkan rekomendasi Chevron.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus