Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

<font size=1>Telekomunikasi</font><br />Masih Milik Telkom

Pemerintah hanya mengatur tarif interkoneksi. Penentuan biaya bicara diserahkan ke operator.

11 Februari 2008 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Setiap kali Amelia membayar telepon, kepalanya nyut-nyutan. Tagihan telepon rumahnya tak pernah kurang dari Rp 700 ribu, malah lebih sering di kisaran Rp 1 juta per bulan. Sebagai agen asuransi, ia memang banyak ngobrol lewat telepon kabel untuk bertransaksi dengan calon klien. Ditambah dua telepon selulernya, tagihan bulanan Amelia rata-rata Rp 1,5 juta.

Boleh jadi mulai 1 April anggaran Amelia dan juga pelanggan telepon lain bisa dialihkan untuk keperluan lain. Mulai hari itu, semua operator telepon diwajibkan menurunkan tarif telepon. Berdasarkan Keputusan Menteri Komunikasi dan Informatika Mohammad Nuh, tarif interkoneksi layanan seluler semua turun. Begitu pula tarif sambungan dari seluler ke telepon lokal. Sebaliknya, tarif interkoneksi dari telepon rumah ke telepon seluler dinaikkan.

Dengan keputusan itu, tarif yang harus dibayar konsumen diharapkan lebih murah 20-30 persen ketimbang yang berlaku sekarang. Ketua Asosiasi Telepon Seluler Indonesia Merza Fachys mengatakan, dengan struktur tarif interkoneksi yang baru, konsumen memang akan diuntungkan. Dengan tarif sambungan ke semua jaringan menjadi murah, konsumen tak perlu lagi memiliki beberapa nomor dari operator yang berbeda.

Namun, tarif telepon yang baru nanti tetap akan menguntungkan Telkom sebagai penguasa jaringan telepon tetap. Merza memberikan contoh seandainya kalau pelanggan Fren lebih banyak melakukan percakapan telepon ke jaringan telepon rumah milik PT Telkom. Dalam situasi itu, Mobile-8 Telecom yang menjadi operator Fren harus membayar lebih banyak ke Telkom ketimbang pendapatan yang akan diterima operator itu dari Telkom.

Sumber Tempo membenarkan kemungkinan itu. Struktur tarif interkoneksi itu membuat pendapatan yang akan diterima operator telepon seluler berbasis global system for mobile communications (GSM) berkurang, terutama jika pelanggan banyak melakukan percakapan ke jaringan telepon rumah. Operator GSM nantinya harus membayar tarif interkoneksi Rp 361, naik seratus perak dari tarif lama.

Operator telepon tetap kabel dan nirkabel (code division multiple access, CDMA) juga akan menerima pendapatan lebih banyak karena tarif sambungan dari operator seluler ke operator telepon tetap menjadi naik. Sebaliknya, pendapatan mereka bakal turun. Jika sebelumnya operator GSM memperoleh pendapatan Rp 203 dari setiap sambungan jaringan dengan operator telepon tetap, nantinya hanya Rp 152 saja.

Menurut sumber Tempo itu, operator seluler memang diminta memberikan subsidi ke operator telepon lokal lewat tarif interkoneksi. Soalnya, kata dia, pemerintah tidak mau memenuhi permintaan Telkom agar menaikkan tarif telepon lokal. ”Proses pembahasan tarif interkoneksi berlarut-larut karena terganjal masalah ini,” katanya.

Pembahasan sistem tarif baru ini dilakukan sejak pemerintah mengubah sistem perhitungan tarif interkoneksi dari pembagian keuntungan ke biaya produksi dua tahun lalu. Pertemuan demi pertemuan antara operator dan pemerintah terus diadakan. Pembicaraan lebih intensif lagi dilakukan selama setahun terakhir. Barulah pekan lalu, tarik-menarik soal penentuan tarif interkoneksi itu berhenti setelah diputuskan pemerintah.

Kepala Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi Gatot S. Dewa Broto membenarkan hal itu. Pemerintah memang tidak mengizinkan tarif telepon tetap naik pada saat daya beli masyarakat menurun. Dalam berbagai rapat, kata Gatot, Telkom mengatakan boleh saja tarif telepon tetap tidak naik, tapi perusahaan itu lalu meminta kompensasi.

Perusahaan telekomunikasi terbesar di Indonesia itu mengajukan permintaan agar proyek Palapa Ring disubsidi oleh pemerintah melalui APBN (anggaran pendapatan dan belanja negara). Telkom menjadi salah satu anggota konsorsium pembangunan jaringan kabel serat optik yang akan menghubungkan semua wilayah di Indonesia itu.

Setelah dihitung, subsidi akhirnya tetap diberikan lewat struktur tarif interkoneksi yang baru. ”Ini sebagai konsekuensi dari tidak naiknya tarif telepon tetap,” ujar Gatot. Dia menceritakan, pada awalnya tak semua operator setuju dengan struktur tarif interkoneksi yang baru itu, terutama operator seluler.

Mereka keberatan karena harus mensubsidi PT Telkom yang menjadi penguasa jaringan telepon tetap. Operator GSM juga enggan membayar lebih banyak ke operator CDMA karena layanannya sama persis dengan jaringan seluler. Selain Telkom Flexi, yang masuk dalam kelompok ini adalah Bakrie Telecom, Smart Telecom, Sampoerna Telecom, dan Mobile-8 Telecom.

Setelah diumumkan pemerintah pekan lalu, tak ada cerita lagi kalau masih ada operator yang protes. Karena, kata Gatot, tarif baru itu sudah merupakan kesepakatan final dan struktur tersebut juga didasarkan pada data yang diberikan operator.

Dalam dua pekan mendatang operator harus menyerahkan perhitungan tarif yang akan dibebankan kepada konsumen. Pemerintah hanya akan melihat hasil akhirnya, berapa yang akan dibebankan kepada konsumen. Kalau margin yang diambil dinilai masih terlalu tinggi, operator akan diminta menghitung ulang.

Dengan perkembangan teknologi, kata Gatot, investasi per pelanggan tak lagi semahal dulu. Itu berarti tarif telepon ke depan seharusnya bisa lebih murah lagi. Tren penurunan tarif ditargetkan masih akan terus terjadi sampai tahun depan. Penurunan tarif juga ditargetkan bisa meningkatkan lalu lintas percakapan telepon.

Apakah pemberlakuan tarif ini akan menggerus pendapatan operator? Menurut Vice President Public and Marketing Communication Telkom Eddy Kurnia, Telekomunikasi Selular (Telkomsel), anak perusahaan Telkom, memang akan terpengaruh karena tarif interkoneksi yang harus dibayarkan ke operator telepon rumah naik. Namun, kinerja Telkom grup secara keseluruhan tidak akan terpengaruh secara signifikan.

Analis Danareksa Sekuritas Chandra Sekuritas juga berpendapat senada. Menurut dia, selama tarif yang dibebankan ke konsumen tidak turun secara signifikan, pengaruhnya tak akan besar terhadap kinerja emiten telekomunikasi. Paling banter, katanya, operator akan menekan margin keuntungan. Selain itu, pendapatan mereka juga tergantung trafik keluar dan masuk dari masing-masing operator. Kalau lebih banyak trafik yang keluar ke operator lain, tentu operator bersangkutan harus membayar lebih banyak daripada pendapatan yang akan diterima.

Operator kini memang tengah menghitung-hitung biaya yang bakal dibebankan kepada konsumen. Namun, beberapa operator seluler telah lebih dulu menurunkan tarif, seperti Telkomsel yang Desember lalu menurunkan tarif percakapan Rp 0,5 per detik lewat program Simpati Pede. Presiden Direktur Excelcomindo Pratama Hasnul Suhaimi mengatakan, XL juga sudah menurunkan tarif Bebas menjadi Rp 0,1 per detik sejak pertengahan Januari.

Grace S. Gandhi

Biaya Interkoneksi Telepon Kabel dan Tanpa Kabel (rupiah/ menit)

Jenis PanggilanLamaBaru
Dari telepon tetap ke telepon tetap operator lain7373
Dari telepon tetap ke telepon seluler operator lain152203
Dari telepon tetap ke telepon tetap operator lain di wilayah yang berbeda (sambungan langsung jarak jauh)569560
Dari telepon tetap ke telepon seluler operator lain di wilayah yang berbeda (sambungan langsung jarak jauh)850626

Sumber: Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi

Biaya Interkoneksi Telepon Seluler (rupiah/ menit)

Jenis PanggilanLamaBaru
Dari telepon seluler ke telepon tetap361261
Dari telepon seluler ke telepon seluler449261
Dari telepon seluler ke telepon tetap di wilayah yang berbeda (SLJJ)471380
Dari telepon seluler ke telepon seluler di wilayah yang berbeda (SLJJ)622493
Dari telepon seluler ke telepon satelit di wilayah yang berbeda (SLJJ)851501

(SLJJ sambungan langsung jarak jauh)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus