Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MENJELANG akhir tahun lalu, Akbar Pratama makin gencar menawarkan Toyota Avanza kepada para pengunjung Plaza Buaran, Jakarta Timur. Sales executive Auto 2000 Kalimalang itu juga terus mengontak ”buruannya” untuk memastikan membeli mobil melalui dia. ”Ini pun belum mencapai target jualan empat mobil per bulan,” katanya.
Sikap agresif Akbar bisa dimaklumi, karena banyak yang memprediksi penjualan kendaraan akan makin ketat pada 2009. Tak hanya di dalam negeri, tapi juga di seantero dunia. Pasar mobil Jepang, misalnya, akan mengkerut 6,5 persen menjadi 3,2 juta unit. Di Amerika, penjualan mobil turun 10,4 persen menjadi 6,78 juta unit. Krisis finansial global dituding menjadi biang keroknya.
Badai yang sama juga menghantam Indonesia. Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) memprediksi tahun ini penjualan kendaraan roda empat ini akan anjlok 30 persen atau menjadi 450 ribu unit. ”Bahkan ada prediksi pasar hanya 300 ribu unit,” kata Ketua Umum Gaikindo Bambang Trisulo.
Tanda-tandanya sudah terlihat sejak Agustus lalu ketika penjualan bulanan terus menurun. Meskipun secara keseluruhan penjualan pada 2008 tetap jauh lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya, tak bisa dimungkiri bahwa tahun ini bakal menjadi tahun yang lebih buruk. Sampai November 2008, penjualan mobil sudah 568.152 unit mobil dan diperkirakan sepanjang 2008 akan terjual 600 ribu unit, tumbuh 40 persen dibanding 2007.
Turunnya penjualan dipicu oleh ketatnya lembaga pembiayaan dalam mengucurkan kredit otomotif. Ini terlihat dari kenaikan uang muka kredit yang biasanya minimal 10 persen kini naik menjadi 20 persen dari harga jual. Suku bunga kredit mobil dan motor masing-masing naik jadi 8-10 persen dan 23 persen setahun, padahal BI Rate turun jadi 9,25 persen pada Desember lalu. Namun Ketua Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia Wiwie Kurnia menampik jika dikatakan penjualan anjlok hanya karena ketatnya likuiditas. ”Penjualan turun juga karena permintaan memang turun,” katanya.
Likuiditas memang menjadi nyawa industri mobil. Lebih dari 90 persen penjualan mobil dan motor di Indonesia dilakukan lewat kredit. Meskipun demikian, produsen percaya tahun ini masih lebih baik ketimbang masa krisis 1998. Selama ekonomi bergerak, menurut Bambang, otomotif akan tumbuh. Selain itu, ada faktor pemilihan umum dan turunnya harga bahan bakar minyak. ”Tapi jangan harap ada penurunan harga,” ucap komisaris PT Astra Nissan Diesel Indonesia ini.
Presiden Direktur PT Indomobil Sukses Internasional Tbk., Gunadi Sindhuwinata, juga optimistis penjualan masih akan lumayan. Sebab, katanya, pada 1998 penjualan mobil pernah minus 15 persen. ”Itu bukan main (kerugiannya), dan kita masih bertahan. Jadi, kalaupun pasar turun jadi 400-an ribu, itu masih oke,” katanya.
Mobil niaga, kata Bambang, akan tetap menjadi primadona hingga delapan tahun mendatang. Pertarungan di pasar ini juga yang paling sengit. Toyota menjual Avanza, Rush, dan Innova, Daihatsu memiliki Gran Max, Xenia, dan Terios, sedangkan Suzuki menjual APV, SX4, Grand Vitara.
Direktur Pemasaran PT Toyota Astra Motor Joko Trisanyoto masih yakin, Toyota bakal memimpin dan menguasai 34 persen pangsa pasar di 2009. Merek Avanza berkapasitas 1.300-an cc tetap jadi primadona karena ekonomis, multifungsi, nyaman, dan irit bensin. ”Agar survive, kami akan all out, lebih agresif,” katanya.
Indomobil juga menyiratkan bakal bertarung habis-habisan pada 2009. Gunadi mengatakan, Indomobil, yang membawahkan berbagai merek seperti Suzuki, Nissan, Hino, Volvo, hingga Foton, bakal menargetkan pasar sekitar 22 persen tahun ini atau sekitar 90-an ribu unit. Penopang utamanya tetap Suzuki, yang pada 2008 menguasai 12,6 pangsa pasar.
Bambang menambahkan, industri mobil juga menghadapi masalah perburuhan yang akan menjadi tantangan terberat. Menciutnya pasar pasti akan membuat pabrik-pabrik mengurangi jam kerja dan akhirnya memangkas buruh. Untuk mencegahnya salah satunya dengan mengerem kenaikan upah. ”Tidak setinggi peraturan pemerintah,” katanya.
Masih Milik Pemain Lawas
Industri motor juga tidak tahan terhadap krisis. Masalahnya sama: keringnya likuiditas. Gunadi Sindhuwinata, yang juga Ketua Umum Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia, memprediksi penjualan motor tahun ini turun 30 persen atau hanya 4,2 juta unit. Honda tetap memimpin pasar, disusul Yamaha dan Suzuki, yang beberapa tahun belakangan ini terus menggeber promosi lewat iklan dan komunitas sepeda motornya.
”Selama kemacetan dan transportasi umum tidak dibereskan, industri ini enggak bakal mati. Jadi, industri motor masih bertahan,” kata kepala ekonom Bank BNI, Tony Prasetiantono. Jenis sepeda motor bebek dan skuter otomatis (di bawah 125 cc) tetap merajai pasar, dan disusul jenis motor gede (di atas 250 cc).
Pemain lama tampaknya masih akan kuat bercokol. Bahkan pertarungan diperkirakan hanya akan terjadi antara Honda dan Yamaha. Honda menargetkan kenaikan pangsa pasar dari 46,5 persen menjadi 48 persen. ”Semester kedua akan ada perbaikan kondisi perekonomian,” katanya yakin. Yamaha tak mau kalah. Manajer Umum PT Yamaha Motor Kencana Indonesia Bambang Asmarabudi malah berniat mengalahkan Honda pada 2009 ini.
Pemain baru tampaknya masih akan berkutat menjual nama. Maklumlah, Honda, Yamaha, dan Suzuki sudah berpuluh tahun menguasai pasar Indonesia. Pemain baru yang bakal mampu bersaing adalah Bajaj dari India. ”Gimmick harga jual dan inovasi teknologi pemain baru belum akan mengganggu pemain lama,” kata Gunadi. Penjualan mereka juga sangat kecil, 25-30 ribuan unit per tahun. Pangsa pasar di luar tiga besar sangat mini, tak sampai dua persen.
Total Penjualan Sepeda Motor Nasional
2004
3.900.664
2005
5.074.186
2006
4.470.722
2007
4.713.895
2008*
5.813.916
2009**
4.200.000
Sumber: AISI
Penjualan Mobil Nasional
2004
483.168
2005
533.922
2006
318.897
2007
433.323
2008*
568.162
2009**
450.000
Sumber: Gaikindo
Pangsa Pasar Mobil 2008
Toyota
34,2%
Suzuki
12,6%
Mitsubishi
14,6%
Daihatsu
12,8%
Honda
8,9%
Lainnya
16,9%
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo