Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

<font size=2 color=#FF0000>Properti</font><br />Lilin di Ujung Lorong

Penjualan properti 2009 masih turun. Tergantung kredit bank.

12 Januari 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Rencana Nur Aini membeli rumah hampir saja berantakan. Semula dia mengira, krisis kredit perumahan alias subprime mortgage di Amerika Serikat tak akan berpengaruh sedikit pun terhadap pasar properti di negeri ini. Dia salah duga.

Krisis yang kemudian mengakibatkan bencana keuangan global itu ternyata juga membuat pasar properti Indonesia agak "sesak napas". Bank-bank kesulitan mencari sumber pendanaan murah, karena likuiditas di pasar uang begitu seret. Akibatnya, bank tak lagi bermurah hati mengucurkan kredit ke sektor properti.

Sejak Oktober lalu, misalnya, semua bank ramai-ramai memperketat persyaratan uang muka pembelian rumah. Sebelumnya, calon pembeli cukup menyediakan uang 10 persen dari harga rumah, tapi kini mereka harus menyetor minimal 20 persen. Bahkan beberapa bank, seperti Panin, pasang angka 30 persen.

Suku bunga kredit juga turut terkerek naik. Sebelum krisis, bunga kredit perumahan masih 12-14 persen. Saat ini angkanya sudah 17 persen. Sebagai perbandingan, untuk rumah seharga Rp 250 juta, dengan uang muka 20 persen (Rp 50 juta) dan jangka waktu kredit 15 tahun, lima bulan lalu cicilannya masih Rp 2,5 juta per bulan. Sekarang, nasabah mesti membayar Rp 3,08 juta.

Apalagi bank sudah tak lagi jorjoran memberikan subsidi bunga. Walhasil, Aini terpaksa beralih target. "Dapat yang tipe kecil juga enggak soal, daripada enggak jadi beli," katanya. Sebab, kendati sedang krisis ekonomi, menurut karyawati perusahaan pembiayaan itu, harga properti masih terus naik.

Setelah sejak 2005 terus melesat, memasuki triwulan ketiga 2008, sektor properti mulai menunjukkan tanda-tanda "meriang". Menurut data Procon Indonesia, penjualan rumah di kawasan Jabodetabek pada kuartal ketiga 1.443 unit, turun dari triwulan sebelumnya, 1.760 unit. Penjualan kondominium sama saja, merosot dari 1.790 unit menjadi 1.330 unit.

Kendati Bank Indonesia bulan lalu sudah sedikit menurunkan suku bunga sebesar 25 poin menjadi 9,25 persen, demam sektor properti ini sepertinya belum akan reda pada 2009. "Bunga kredit rumah tak akan secepat itu turun," kata Arief Rahardjo, Associate Partner Strategic Consulting, Cushman & Wakefield.

Dia memprediksi, properti yang paling terpukul adalah yang mengandalkan pembiayaan dari bank, yakni kondominium dan perumahan. Untuk perkantoran dan pusat belanja, pengembang sedikit tertolong karena sebagian besar sudah dipesan konsumen jauh sebelum krisis. "Tapi yang belum mulai membangun mungkin akan menunda," ujar Arief.

Namun Hiramsyah S. Thaib, Presiden Direktur PT Bakrieland Development, justru meramalkan, pusat belanjalah yang akan terpukul krisis paling parah. Sebab, katanya, dalam tiga tahun terakhir, pengembang begitu giat membangun pusat belanja di kota-kota besar, sehingga pasokannya berlebih.

Hingga triwulan ketiga 2008, pusat belanja di Jakarta bertambah 119.500 meter persegi. Procon Indonesia memperkirakan masih akan ada 385 ribu meter persegi, atau hampir 70 kali luas lapangan sepak bola, pusat belanja baru di Jakarta hingga akhir 2009. Padahal, hingga Oktober lalu, ruang retail yang masih kosong saja 664 ribu meter persegi.

Di tengah gambaran yang serba suram itu, kalangan perbankan dan pengembang tetap yakin, prospek bisnis properti pada Tahun Kerbau ini sesungguhnya tidak gelap-gelap amat. "Setiap orang butuh tempat tinggal," ujar pemilik Grup Agung Podomoro, Trihatma Haliman. Soal bunga kredit tinggi, dia tak terlalu risau. "Zaman Soeharto dulu bunga 24 persen selama 20 tahun, tapi kami bisa survive. Sekarang berapa? Paling hanya 17 persen."

Pasokan duitnya pun diperkirakan tidak akan seseret sebelumnya, meskipun jumlahnya tak sebesar tahun lalu. Deputi Gubernur Bank Indonesia, Muliaman Hadad, mengatakan bahwa kredit bagi sektor properti tahun ini sudah hampir pasti terpangkas. "Tapi, jika dibanding kredit lain, kucuran duit ke properti masih tetap lebih deras," katanya.

Kalangan perbankan pun menyatakan hal yang sama. Mansyur Nasution, Executive Vice President-Coordinator Consumer Banking Bank Mandiri, mengatakan, kalau inflasi bisa ditekan sehingga Bank Indonesia kembali menurunkan suku bunga, penjualan properti masih bisa melaju. Direktur Kredit Bank CIMB Niaga, James D. Rompas, menambahkan bahwa kredit dari banknya tahun ini masih bisa tumbuh 16 persen dari Rp 13,3 triliun tahun lalu. Lebih dari setengah kredit itu mengalir ke properti.

Tak hanya kemungkinan Bank Indonesia menurunkan bunga yang meniupkan angin sejuk. Turunnya harga baja dan bahan bakar minyak juga otomatis bakal memangkas biaya konstruksi, dus otomatis mengerem laju kenaikan harga properti. "Sekarang tergantung daya beli masyarakat. Kalau tidak terpukul krisis, pasti penjualan properti tetap bagus," ujar Hiramsyah.

Cerita dari Lilia Sukotjo, Direktur Pemasaran PT Alam Sutera Realty, barangkali bisa menambah optimisme memasuki 2009. November lalu, hanya dalam tempo tiga jam, pengembang perumahan di kawasan Serpong, Tangerang, Banten itu bisa menjual 90 unit rumah dan toko. Padahal harga rumah termurah di kluster Sutera Palma itu Rp 1,4 miliar. Masih ada cahaya lilin di ujung lorong.

Penyerapan *Proyeksi

200720082009*
Kantor (m2)203.600312.000145.000
Pusat belanja (m2)209.500204.000210.200
Apartemen sewa (unit)3.1372.2682.500
Kondominium (unit)14.3889.29110.800

Pasokan Baru *Proyeksi

200720082009*
Kantor (m2)228.150280.400324.800
Pusat belanja (m2)327.600288.900293.100
Apartemen sewa (unit)5.3863.4297.000
Kondominium (unit)15.1819.96114.300

Tingkat Hunian *Proyeksi

2007
1. 85,2%
2. 78,3%
3. 71,5%

2008
1. 87,1%
2. 77,4%
3. 70,9%

2009*
1. 83,7%
2. 76,2%
3. 64,2%

Ket*
1. Kantor
2. Pusat belanja
3. Apartemen sewa

Sumber: Cushman & Wakefield

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus